Pagar Nusa Minta Rencana Pemulangan WNI Eks ISIS Dipertimbangkan Secara Matang

Rabu, 05 Februari 2020 - 21:42 WIB
Pagar Nusa Minta Rencana...
Pagar Nusa Minta Rencana Pemulangan WNI Eks ISIS Dipertimbangkan Secara Matang
A A A
JAKARTA - Ketua Umum PP Pagar Nusa Nahdlatul Ulama (NU), Muchamad Nabil Haroen ikut berkomentar terkait isu pemulangan 600 WNI mantan pengikut Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).

Gus Nabil, sapaan akrabnya meminta agar rencana pemulangan itu dikaji secara komprehensif dan dipertimbangkan secara matang. Menurutnya semua pihak tidak boleh gegabah dalam masalah ini dan harus ada rencana yang matang. (Baca juga: Fadli Zon Minta Pemerintah Tak Abaikan 600 WNI Eks ISIS )

"Sebelum mengambil kebijakan, harus ada riset matang terkait implikasi, prosedur, serta dampak yang akan terjadi. Ini juga berpotensi meresahkan masyarakat, serta mengancam stabilitas negara ini," ujar Gus Nabil kepada SINDOnews, Rabu (5/2/2020).

Di sisi lain, kata Nabil, ada pertimbangan kemanusiaan bahwa eks kombatan tersebut juga dari Indonesia. Untuk itu harus ada kajian mendalam dulu dan kepada Menteri Agama yang melontarkan statemen pemulangan eks ISIS harus melihatnya secara lebih komprehensif.

Anggota DPR ini menganggap pentingnya prosedur deradikalisasi. Menurutnya, harus ada klasifikasi dan prosedur penanganan eks kombatan ISIS jika harus dipulangkan. Dalam hal ini pemerintah melalui Menko Polhukham, Mahfud MD sudah menyampaikan akan menunggu setidaknya sampai Mei atau Juni 2020 untuk mengkaji masalah ini.

"Nah, kalau memperlakukan mereka ya harus dengan klasifikasi, serta deradikalisasi yang menyeluruh. Tidak hanya aspek formal dengan sumpah atau penandatangan legalitas untuk setia pada NKRI, itu tidak cukup," katanya.

"Dari 660 eks-ISIS, kan bisa diklasifikasi umur, jenis kelamin, dan sebagainya. Perlakuan orang dewasa dengan anak-anak akan berbeda. Juga, posisi mereka ketika bergabung di ISIS, juga harus diperhatikan. Apakah mereka jadi petarung di medan perang, suplai senjata, atau berada di dapur umum. Akan sangat berbeda perlakuannya. Nah, maka perlu ada pendekatan psikologis dan teologis untuk mengklasifikasi bahaya atau indeks radikalisme mereka," imbuh Politisi PDIP itu. (Baca juga: Ratusan WNI Eks Anggota ISIS Dipulangkan, Polisi Siap Kawal )

Lebih lanjut, Gus Nabil menuturkan saat ini tergantung penanganan dari Pemerintah Indonesia dalam memerlakukan para pengikut ISIS tersebut. Seandainya eks ISIS itu diperbolehkan kembali ke Indonesia, harus ada penanganan ekstra. Hal ini bisa dilakukan dengan melibatkan kerja lintas kementerian dan institusi.

Selain itu, ada prosedur-prosedur deradikalisasi yang harus ditempuh mengingat mereka sangat butuh pendampingan. Mengingat bagaimana agar mereka bisa kembali di tengah masyarakat juga butuh bantuan dari banyak pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, juga komunitas-komunitas masyarakat semisal pesantren untuk deradikalisasi dari konteks ideologi.

"Kalau melawan ideologi, ya harus dari pendekatan ideologis dan pengetahuan. Namun, kalau mereka berangkat ke Syiria, Afghanistan, Irak untuk ISIS karena faktor ekonomi, ya harus pakai pendekatan ekonomi, misalnya dengan pemberdayaan, dan sebagainya," tutur dia.

Gus Nabil menganggap, penanganan eks ISIS merupakan tantangan dunia internasional. Dengan demikian, perlu mengkaji lebih lanjut, karena sekarang ini masalahnya cukup kompleks dan berskala internasional. Di mana masing-negara berbeda dalam mengelola isu ini.

"Kita bisa mengkaji dari Pemerintah Australia dan beberapa negara Eropa. Yang jelas, butuh waktu untuk mengkaji dan menyiapkan prosedurnya," lanjut Nabil menyarankan.

Dia menambahkan, wacana pemulangan WNI eks ISIS harus diukur betul dari aspek positif dan negatifnya. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah dengan kalangan pesantren untuk program deradikalisasi ke depan, di samping kajian yang mendalam dari kementerian atau instansi terkait. (Baca juga: DPR Minta Pemerintah Reideologi 600 WNI Eks ISIS )

"Juga penting melibatkan ormas-ormas Islam yang moderat, semisal NU dan Muhammadiyah untuk program deradikalisasi. Kita tidak bisa hanya dengan deradikalisasi formal, perlu juga kerjasama dengan pelibatan pesantren untuk deradikalisasi melalui pengajaran agama yang moderat. Tentu saja, setelah ada klasifikasi kombatan serta melalui pemeriksaan indeks radikalisme mereka. Jadi, masalah ini harus ditangani secara komprehensif," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1509 seconds (0.1#10.140)