Kasus RTH Kota Bandung, KPK Tahan Mantan Kadis DPKAD dan Eks Anggota DPRD
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemkot Bandung 2012, Senin (27/1/2020).
Kedua tersangka tersebut, yakni mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung, Herry Nurhayat, dan mantan anggota DPRD Kota Bandung, Tomtom Dabbul Qomarm "Tersangka HN (Herry Nurhayat) ditahan di Rutan Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK Gedung K4 ini. Sementara TDQ (Tomtom Dabbul Qomar) ditahan di Rutan KPK C1," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta.
Ali mengungkapkan, kedua tersangka ditahan untuk 20 hari pertama sejak 27 Januari 2020 hingga 15 Februari 2020. Diketahui, kasus ini bermula pada 2011 dimana pada saat itu Wali Kota Bandung, Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung yang merupakan usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10.000 meter persegi.
Usai rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga terdapat anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk pengadaan RTH. Jumlah penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57,21 miliar untuk APBD murni 2012.
Penambahan anggaran dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan merupakan lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini diduga dilakukan agar beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Dalam proses pengadaan tanah ini, Pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan Kadar Slamet dan Dadang Suganda (DGS) sebagai makelar.
Dadang menjadi makelar karena memiliki kedekatan dengan Sekda Bandung saat itu, Edi Siswadi yang kemudian memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut. Dadang kemudian membeli tanah pada pemilik tanah atau ahli waris dengan harga yang lebih murah ketimbang NJOP.
Setelah tanah tersedia, Pemerintah Kota Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada DGS. Namun DGS hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah. Dari Rp30 miliar keuntungan yang diperoleh Dadang, sebanyak sekitar Rp10 miliar diberikan kepada Edi Siswadi.
Uang itupun digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara Bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung. Atas ulahnya, Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap kepada hakim tersebut dan dihukum 8 tahun pidana penjara.
Kedua tersangka tersebut, yakni mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung, Herry Nurhayat, dan mantan anggota DPRD Kota Bandung, Tomtom Dabbul Qomarm "Tersangka HN (Herry Nurhayat) ditahan di Rutan Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK Gedung K4 ini. Sementara TDQ (Tomtom Dabbul Qomar) ditahan di Rutan KPK C1," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta.
Ali mengungkapkan, kedua tersangka ditahan untuk 20 hari pertama sejak 27 Januari 2020 hingga 15 Februari 2020. Diketahui, kasus ini bermula pada 2011 dimana pada saat itu Wali Kota Bandung, Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung yang merupakan usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10.000 meter persegi.
Usai rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga terdapat anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk pengadaan RTH. Jumlah penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57,21 miliar untuk APBD murni 2012.
Penambahan anggaran dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan merupakan lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini diduga dilakukan agar beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Dalam proses pengadaan tanah ini, Pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan Kadar Slamet dan Dadang Suganda (DGS) sebagai makelar.
Dadang menjadi makelar karena memiliki kedekatan dengan Sekda Bandung saat itu, Edi Siswadi yang kemudian memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut. Dadang kemudian membeli tanah pada pemilik tanah atau ahli waris dengan harga yang lebih murah ketimbang NJOP.
Setelah tanah tersedia, Pemerintah Kota Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada DGS. Namun DGS hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah. Dari Rp30 miliar keuntungan yang diperoleh Dadang, sebanyak sekitar Rp10 miliar diberikan kepada Edi Siswadi.
Uang itupun digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara Bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung. Atas ulahnya, Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap kepada hakim tersebut dan dihukum 8 tahun pidana penjara.
(cip)