Kemensos Bahas Regulasi Penguatan Sistem Penanggulangan Bencana bersama DPR RI
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Sosial berharap Racangan Undang-undang (RUU) Penanggulangan Bencana segera dibahas bersama DPR RI. Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyatakan, RUU Penanggulangan Bencana kini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Mensos Juliari menyatakan, substansi penting yang diatur dalam RUU tersebut adalah pada penguatan sistem penanggulangan bencana. "Jadi yang perlu diatur adalah bagaimana sistem penanggulangan bencana. Yakni bagaimana menangani sebelum, darurat bencana dan pascabencana, antar pihak terkait secara terkoordinasi," kata Mensos di Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
Pada kesempatan terpisah, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat menyatakan, RUU ini lebih konsern kepada pendekatan sistem dan proses. Dimana dalam manajemen penanganan bencana akan diatur mulai dari pencegahan, mitigasi, siaga darurat, tanggap darurat transisi darurat, sampai tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, menjadi suatu sistem yang berjalan terkoordinasi dari pusat sampai ke daerah.
"Inilah yang nanti diatur dalam RUU ini. Yang sudah ada sekarang ini adalah UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada UU 24 ini lebih mengatur pada penguatan kelembagaan," kata Harry.
Kelembagaan yang dimaksud adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memiliki otoritas dari pusat hingga daerah dengan berdirinya BNPBD di daerah. "Ini sudah berjalan relatif baik. Wajar kalau substansi UU No 24 itu lebih kepada bagaimana mengatur kelembagaan. Karena itulah memang kebutuhannya pada saat UU No 24 dibentuk," katanya.
Sebelumnya, soal manajemen kebencanaan menjadi sorotan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII dengan Menteri Sosial dan Kepala BNPB (15/1/2020), menyusul bencana banjir yang melanda Jabotabek, Jawa Barat dan Banten, awal Januari silam. Beberapa anggota DPR menyuarakan pendapat senada, yakni perlunya meningkatkan dan penguatan koordinasi, sebanding dengan kondisi tanah air yang rawan bencana.
Raker dipimpin oleh Ketua Komisi VIII Yandri Susanto, dihadiri semua Wakil Ketua Komisi dan sebagian besar anggota. Rapat berjalan dinamis dengan banyak respons pertanyaan, masukan, dan apresiasi terhadap langkah-langkah penangan bencana yang dilakukan Kemensos.
Suara anggota dewan sebagian besar menyoroti tentang luasnya spektrum dan pihak-pihak terkait dalam penanganan bencana. Sehingga meskipun Kementerian Sosial dan BNPB sudah bekerja maksimal namun secara umum, dampak bencana masih cukup luas. Dibutuhkan suatu mekanisme yang lebih sistematis dan terkoordinasi yang melibatkan semua pihak terkait.
Mensos Juliari menyatakan, substansi penting yang diatur dalam RUU tersebut adalah pada penguatan sistem penanggulangan bencana. "Jadi yang perlu diatur adalah bagaimana sistem penanggulangan bencana. Yakni bagaimana menangani sebelum, darurat bencana dan pascabencana, antar pihak terkait secara terkoordinasi," kata Mensos di Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
Pada kesempatan terpisah, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat menyatakan, RUU ini lebih konsern kepada pendekatan sistem dan proses. Dimana dalam manajemen penanganan bencana akan diatur mulai dari pencegahan, mitigasi, siaga darurat, tanggap darurat transisi darurat, sampai tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, menjadi suatu sistem yang berjalan terkoordinasi dari pusat sampai ke daerah.
"Inilah yang nanti diatur dalam RUU ini. Yang sudah ada sekarang ini adalah UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada UU 24 ini lebih mengatur pada penguatan kelembagaan," kata Harry.
Kelembagaan yang dimaksud adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memiliki otoritas dari pusat hingga daerah dengan berdirinya BNPBD di daerah. "Ini sudah berjalan relatif baik. Wajar kalau substansi UU No 24 itu lebih kepada bagaimana mengatur kelembagaan. Karena itulah memang kebutuhannya pada saat UU No 24 dibentuk," katanya.
Sebelumnya, soal manajemen kebencanaan menjadi sorotan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII dengan Menteri Sosial dan Kepala BNPB (15/1/2020), menyusul bencana banjir yang melanda Jabotabek, Jawa Barat dan Banten, awal Januari silam. Beberapa anggota DPR menyuarakan pendapat senada, yakni perlunya meningkatkan dan penguatan koordinasi, sebanding dengan kondisi tanah air yang rawan bencana.
Raker dipimpin oleh Ketua Komisi VIII Yandri Susanto, dihadiri semua Wakil Ketua Komisi dan sebagian besar anggota. Rapat berjalan dinamis dengan banyak respons pertanyaan, masukan, dan apresiasi terhadap langkah-langkah penangan bencana yang dilakukan Kemensos.
Suara anggota dewan sebagian besar menyoroti tentang luasnya spektrum dan pihak-pihak terkait dalam penanganan bencana. Sehingga meskipun Kementerian Sosial dan BNPB sudah bekerja maksimal namun secara umum, dampak bencana masih cukup luas. Dibutuhkan suatu mekanisme yang lebih sistematis dan terkoordinasi yang melibatkan semua pihak terkait.
(alf)