Mensos Sayangkan Kelambatan Daerah Perbarui Data Kemiskinan
A
A
A
Menteri Sosial Juliari P. Batubara menengarai sekitar 100 Kabupaten/Kota yang kurang aktif dalam memperbaharui data penduduk prasejahtera. Rendahnya kinerja daerah tertentu dalam up-dating data memengaruhi upaya pemerintah mendorong upaya percepatan pengurangan kemiskinan.
“Mohon kerja samanya, khususnya kabupaten kota agar lebih rajin mengirimkan feedback kepada kami (Kemensos). Kami punya data, hampir 100 daerah kabupaten/kota belum rajin melakukan up-dating ," kata Mensos Juliari di Jakarta, Sabtu (25/01/2020).
Mensos Juliari menyatakan, masalah data masyarakat prasejahtera sudah menjadi perhatian pertamanya sejak awal menjabat sebagai menteri. Dari penelaahan yang dilakukannya terhadap Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola Kementerian Sosial, didapat fakta bahwa target penyaluran bansos Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahun 2019 belum tercapai.
“Karena pernah kejadian, saat saya review dengan Pak Dirjen, target KPM kita sebesar 15,6 juta (KPM penerima BPNT). Ternyata pada saat sudah memasuki bulan November 2019, yang terkirim itu baru 13,9 juta,” kata Mensos. Ini disebabkan masalah up-dating data dari daerah yang belum maksimal diterima oleh Kemensos.
Mensos Juliari menjelaskan, pembaruan data sangat diperlukan sebab kondisi di lapangan sangat dinamis. Perubahan data bisa terjadi setiap saat dengan berbagai sebab di antaranya KPM meninggal dunia, pindah domisili, atau KPM mengalami graduasi (mampu secara ekonomi) dan sebaliknya ada masyarakat yang jatuh miskin karena sebab tertentu.
Bila dinamika ini tidak segera diperbaiki melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG) yang dilakukan dinsos di daerah, maka pelaporan data secara berjenjang ke pusat juga akan terpengaruh.
Untuk itu Mensos meminta Sekda dan Dinas Sosial segera berkoordinasi dan mengecek kembali data-data ketika kembali ke daerah asal masing-masing.
"Kalau ada keluhan bantuan tidak tepat sasaran, ya ini akar masalahnya. Jadi kami meminta kepada kepala dinas daerah, untuk memastikan akurasi datanya. Itu yang harus dicek temen-temen di daerah dibantu teman-teman Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial (Korteks),” katanya.
Peran daerah sangat penting dalam proses verifikasi dan validasi (verivali) data. Mengacu pada UU No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, proses verivali data penduduk miskin pada data terpadu dilakukan dari tingkat desa, kecamatan, naik ke kabupaten/kota dan dilaporkan ke gubernur.
Adapun Menteri Sosial berwenang pada menetapkan data penduduk miskin sebanyak dua kali dalam satu tahun. Dengan demikian, seberapa kuat integritas data sebagai dasar penyelenggaraan jaminan sosial untuk fakir miskin, peran pemerintah daerah sangat signifikan.
Masalah akurasi data penduduk prasejahtera kembali dirasakan penting sejalan dengan dimulainya transformasi BPNT menjadi Program Sembako, mulai awal tahun 2020 ini.
Menurut Dirjen Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung, program ini untuk mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan kepada KPM.
“Mohon kerja samanya, khususnya kabupaten kota agar lebih rajin mengirimkan feedback kepada kami (Kemensos). Kami punya data, hampir 100 daerah kabupaten/kota belum rajin melakukan up-dating ," kata Mensos Juliari di Jakarta, Sabtu (25/01/2020).
Mensos Juliari menyatakan, masalah data masyarakat prasejahtera sudah menjadi perhatian pertamanya sejak awal menjabat sebagai menteri. Dari penelaahan yang dilakukannya terhadap Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola Kementerian Sosial, didapat fakta bahwa target penyaluran bansos Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahun 2019 belum tercapai.
“Karena pernah kejadian, saat saya review dengan Pak Dirjen, target KPM kita sebesar 15,6 juta (KPM penerima BPNT). Ternyata pada saat sudah memasuki bulan November 2019, yang terkirim itu baru 13,9 juta,” kata Mensos. Ini disebabkan masalah up-dating data dari daerah yang belum maksimal diterima oleh Kemensos.
Mensos Juliari menjelaskan, pembaruan data sangat diperlukan sebab kondisi di lapangan sangat dinamis. Perubahan data bisa terjadi setiap saat dengan berbagai sebab di antaranya KPM meninggal dunia, pindah domisili, atau KPM mengalami graduasi (mampu secara ekonomi) dan sebaliknya ada masyarakat yang jatuh miskin karena sebab tertentu.
Bila dinamika ini tidak segera diperbaiki melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG) yang dilakukan dinsos di daerah, maka pelaporan data secara berjenjang ke pusat juga akan terpengaruh.
Untuk itu Mensos meminta Sekda dan Dinas Sosial segera berkoordinasi dan mengecek kembali data-data ketika kembali ke daerah asal masing-masing.
"Kalau ada keluhan bantuan tidak tepat sasaran, ya ini akar masalahnya. Jadi kami meminta kepada kepala dinas daerah, untuk memastikan akurasi datanya. Itu yang harus dicek temen-temen di daerah dibantu teman-teman Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial (Korteks),” katanya.
Peran daerah sangat penting dalam proses verifikasi dan validasi (verivali) data. Mengacu pada UU No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, proses verivali data penduduk miskin pada data terpadu dilakukan dari tingkat desa, kecamatan, naik ke kabupaten/kota dan dilaporkan ke gubernur.
Adapun Menteri Sosial berwenang pada menetapkan data penduduk miskin sebanyak dua kali dalam satu tahun. Dengan demikian, seberapa kuat integritas data sebagai dasar penyelenggaraan jaminan sosial untuk fakir miskin, peran pemerintah daerah sangat signifikan.
Masalah akurasi data penduduk prasejahtera kembali dirasakan penting sejalan dengan dimulainya transformasi BPNT menjadi Program Sembako, mulai awal tahun 2020 ini.
Menurut Dirjen Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung, program ini untuk mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan kepada KPM.
(atk)