Menyiasati Angin Atlantik Utara (11)
A
A
A
Tiga hari sudah, nelayan di pelabuhan nelayan Essouira, Maroko tidak melaut karena angin Atlantik utara dengan skala 7 dari 10 atau 35 knot hingga 40 knot berembus dari arah timur laut. Lampu merah di tiang kantor syahbandar tanda sangat tidak diperkenankan untuk melaut. Hal yang sama berlaku juga bagi kapal Phoenicia of Southampton.
Kapal replika yang mengambil model dari bangkai kapal bangsa Phoenicia di laut Le Mersailie Francis atau June Verne 7, itu juga menanti lampu hijau dinyalakan oleh syahbandar. Sayangnya, hingga dini hari, 2 November 2019, hanya lampu kuning dinyalakan oleh syahbandar. Itu artinya kapal boleh saja berlayar tapi tanggung risiko sendiri.
Tapi sang kapten sekaligus pemilik serta penggagas Ekspedisi Phoenicia Before Columbus, Philip Beale memutuskan untuk melepas tali tambat untuk berlayar dengan tujuan pulau Tenerife, Kepulauan Canary usai makan siang.
Untuk diketahui, pulau berjarak 500 NM dari Essouira, Maroko itu sejatinya masuk wilayah hukum Spanyol. Bisa dikatakan Tenerife, Kepulauan Canary menjadi batu loncatan sebelum melintasi Samudera Atlantik Utara menuju kawasan Karibia sejauh 3.200 NM.
Untuk etape Essaouira-Tenerafe, Ray Karpan dan Ian Bond angkat ranselnya. Tapi ada tiga kru baru, yakni Habiba Machichi, wanita berusia 40 asal Tunisia ini merupakan perwakilan dari Club Didon. Sebuah organisasi dengan mengambil nama ratu Phoenicia pendiri Kota Chartage. Kedua, Maximilian Cattini berusia 23 tahun, yang baru saja meraih gelar Sarjana Zoologi dari Universitas London. Ketiga, David Blaise Hosking berusia 65 tahun.
Nama terakhir merupakan mantan komandan kapal perang jenis antikapal selam. Dia sarat pengalaman, pernah dua kali melintasi Atlantik selama 23 hari dengan cara mendayung bersama delapan orang. Menariknya lagi, ia veteran perang Fakland atau Malvinas. “Saat itu saya baru lulus dari akademi angkatan laut dan langsung perang, tapi kapal kami terkena exocet kapal Fregat Argentina,” kenang David.
Selain tiga kru baru, Philip Beale masih ditemani Steinar Lillaas, Yuri Sanada, Charlie Beale, Maran Fazzi, Sudirman dan saya sendiri. Seperti biasa, grup dibagi atas grup Phoenicia dipimpin langsung Philip Beale, beranggotakan Sudirman, Maran Fazzi, Habiba Machici dan saya. Adapun Grup Viking dipimpin oleh Stainer Lillas dan beranggotakan, Charlie Beale, David, Max, dan Yuri Sanada.
Sudah pasti, Sudirman memegang kemudi untuk keluar dari pelabuhan. Ia dianggap mampu melakukan gerak laju kapal agar tidak kandas atau menyenggol kapal nelayan. Pukul 13.30 waktu setempat, Sudirman sudah berada di buritan bersama sang Kapten Philip Beale. Naluri dan ketangkasan mengemudikan kapal dan terkadang memberi ‘perintah’ kepada Kapten kapal untuk maju mundur saat keluar atau masuk pelabuhan dengan celah sempit, sudah terbukti berkali-kali. Sehingga posisi Sudirman tidak tergantikan.
Apalagi, saat itu posisi Phoenicia berada di pojok pelabuhan nelayan dan diapit kapal SAR dan Yacth. Begitu haluan Phoenicia sudah condong ke kanan, ia meminta Philip untuk memasukan gigi maju. Dan, setelah membuat olah putar 90 derajat, ia meminta Philip untuk memasukan gigi mundur. “Mundur ya, Dirman,” balas Philip ketika mendengar permintaan dari Dirman.
Setelah berada di lautan bebas atau 10 NM dari garis pantai, Grup Viking mulai jaga dari pukul 20.00 hingga 02.00 dini hari. Sedangkan tim Phoenicia istrahat akan dibangunkan pada pukul 02.00, dan bertugas hingga pukul 08.00 pagi. Pada waktu jaga ini saat-saat kritis. Sebab selain ngantuk berat, saat matahari menyingsing mata akan terasa perih dan harus menghidangkan sarapan pagi bagi seluruh kru. ”Waktu yang ideal jaga itu pukul 08.00 hingga 02.00, kita dapat istrahat dengan lelap tanpa khawatir dibangunkan,” kata Maran.
Sedangkan siang hari, dimulai pukul 08.00 hingga 12.00. Bagi yang mendapat giliran di jam jaga ini, harus menyediakan makan siang. Selanjutnya jam jaga 12.00 hingga 16.00 sore, dan terakhir pukul 16.00 hingga 20.00. Lagi-lagi, kru di jam jaga ini harus menyediakan makan malam.
Usai melewati pulau Magador di sebelah barat Essaouira, ombak satu hingga dua meter mulai mengalun hingga membuat kapal Phoenicia terombang-ambing. Hanya butuh dua jam, alunan ombak telah memakan korban. Habiba, satu-satunya perwakilan Club Didon, Chartage, terlihat hanya pasrah berbaring di lantai kabin utama beralaskan matras.
Kapal replika yang mengambil model dari bangkai kapal bangsa Phoenicia di laut Le Mersailie Francis atau June Verne 7, itu juga menanti lampu hijau dinyalakan oleh syahbandar. Sayangnya, hingga dini hari, 2 November 2019, hanya lampu kuning dinyalakan oleh syahbandar. Itu artinya kapal boleh saja berlayar tapi tanggung risiko sendiri.
Tapi sang kapten sekaligus pemilik serta penggagas Ekspedisi Phoenicia Before Columbus, Philip Beale memutuskan untuk melepas tali tambat untuk berlayar dengan tujuan pulau Tenerife, Kepulauan Canary usai makan siang.
Untuk diketahui, pulau berjarak 500 NM dari Essouira, Maroko itu sejatinya masuk wilayah hukum Spanyol. Bisa dikatakan Tenerife, Kepulauan Canary menjadi batu loncatan sebelum melintasi Samudera Atlantik Utara menuju kawasan Karibia sejauh 3.200 NM.
Untuk etape Essaouira-Tenerafe, Ray Karpan dan Ian Bond angkat ranselnya. Tapi ada tiga kru baru, yakni Habiba Machichi, wanita berusia 40 asal Tunisia ini merupakan perwakilan dari Club Didon. Sebuah organisasi dengan mengambil nama ratu Phoenicia pendiri Kota Chartage. Kedua, Maximilian Cattini berusia 23 tahun, yang baru saja meraih gelar Sarjana Zoologi dari Universitas London. Ketiga, David Blaise Hosking berusia 65 tahun.
Nama terakhir merupakan mantan komandan kapal perang jenis antikapal selam. Dia sarat pengalaman, pernah dua kali melintasi Atlantik selama 23 hari dengan cara mendayung bersama delapan orang. Menariknya lagi, ia veteran perang Fakland atau Malvinas. “Saat itu saya baru lulus dari akademi angkatan laut dan langsung perang, tapi kapal kami terkena exocet kapal Fregat Argentina,” kenang David.
Selain tiga kru baru, Philip Beale masih ditemani Steinar Lillaas, Yuri Sanada, Charlie Beale, Maran Fazzi, Sudirman dan saya sendiri. Seperti biasa, grup dibagi atas grup Phoenicia dipimpin langsung Philip Beale, beranggotakan Sudirman, Maran Fazzi, Habiba Machici dan saya. Adapun Grup Viking dipimpin oleh Stainer Lillas dan beranggotakan, Charlie Beale, David, Max, dan Yuri Sanada.
Sudah pasti, Sudirman memegang kemudi untuk keluar dari pelabuhan. Ia dianggap mampu melakukan gerak laju kapal agar tidak kandas atau menyenggol kapal nelayan. Pukul 13.30 waktu setempat, Sudirman sudah berada di buritan bersama sang Kapten Philip Beale. Naluri dan ketangkasan mengemudikan kapal dan terkadang memberi ‘perintah’ kepada Kapten kapal untuk maju mundur saat keluar atau masuk pelabuhan dengan celah sempit, sudah terbukti berkali-kali. Sehingga posisi Sudirman tidak tergantikan.
Apalagi, saat itu posisi Phoenicia berada di pojok pelabuhan nelayan dan diapit kapal SAR dan Yacth. Begitu haluan Phoenicia sudah condong ke kanan, ia meminta Philip untuk memasukan gigi maju. Dan, setelah membuat olah putar 90 derajat, ia meminta Philip untuk memasukan gigi mundur. “Mundur ya, Dirman,” balas Philip ketika mendengar permintaan dari Dirman.
Setelah berada di lautan bebas atau 10 NM dari garis pantai, Grup Viking mulai jaga dari pukul 20.00 hingga 02.00 dini hari. Sedangkan tim Phoenicia istrahat akan dibangunkan pada pukul 02.00, dan bertugas hingga pukul 08.00 pagi. Pada waktu jaga ini saat-saat kritis. Sebab selain ngantuk berat, saat matahari menyingsing mata akan terasa perih dan harus menghidangkan sarapan pagi bagi seluruh kru. ”Waktu yang ideal jaga itu pukul 08.00 hingga 02.00, kita dapat istrahat dengan lelap tanpa khawatir dibangunkan,” kata Maran.
Sedangkan siang hari, dimulai pukul 08.00 hingga 12.00. Bagi yang mendapat giliran di jam jaga ini, harus menyediakan makan siang. Selanjutnya jam jaga 12.00 hingga 16.00 sore, dan terakhir pukul 16.00 hingga 20.00. Lagi-lagi, kru di jam jaga ini harus menyediakan makan malam.
Usai melewati pulau Magador di sebelah barat Essaouira, ombak satu hingga dua meter mulai mengalun hingga membuat kapal Phoenicia terombang-ambing. Hanya butuh dua jam, alunan ombak telah memakan korban. Habiba, satu-satunya perwakilan Club Didon, Chartage, terlihat hanya pasrah berbaring di lantai kabin utama beralaskan matras.
(kri)