Kondisi Getir Penyintas Konflik Suriah
A
A
A
IDLIB - Seperti dilansir dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) di bulan Januari 2020, korban meninggal dunia konflik Suriah telah mencapai 80 jiwa. Sementara itu, UNOCHA menyatakan 11,7 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Para pengungsi juga berada dalam kondisi sulit dan membutuhkan banyak bantuan. Terutama ketika eskalasi konflik terjadi seperti awal tahun ini, di tengah musim dingin yang menusuk tulang.
Jutaan orang terpaksa mengungsi dari Suriah akibat konflik. Sekitar 5,6 juta jiwa harus keluar dari Suriah, di antaranya ke Turki dan negara-negara Eropa. Sementara 6,2 juta jiwa harus jadi pengungsi di negara sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Bambang Triyono selaku Direktur Global Humanity Response (GHR)–Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Dari total 11,8 juta jiwa pengungsi itu, ada 2,6 juta itu anak-anak. Jadi kita bisa bayangkan 9 tahun konflik, maka korban paling menyedihkan tentu saja anak-anak. Dari 2,6 juta jiwa, 1,1 juta adalah anak yatim. Mereka tinggal dalam kondisi yang seadanya. Kalau pengungsi lama barangkali sudah berganti tenda pengungsian beberapa kali karena sudah bertahun-tahun di situ," ujarnya kepada SINDOnews, Senin (20/1/2020).
"Sementara yang sekitar 300 ribu ini, karena mereka pendatang baru. Ada yang ditampung oleh pengungsi lain, kemudian ada yang menerima bantuan tenda yang tidak cukup layak untuk bisa mereka tinggali. Ditambah Januari ini ada serangan lagi. Jadi hampir 50 ribu orang lari lagi ke wilayah utara,” sambung Bambang.
Kesaksian pun hadir dari salah satu aktor yang ikut bersama tim ACT, Fauzi Baadila. Ia sempat merasakan bermalam bersama para pengungsi dari Suriah di sebuah tenda yang hanya terbuat dari terpal dan memiliki dinding yang tipis. Selain suhu yang dingin suara tembakan dari senjata api kerap terdengar.
"Itu yang namanya tenda tipis sekali, jadi pernah saya mau tidur tiba-tiba ada suara 'dem dem dem duar' itu saya langsung duduk dan berdoa, karena takut nyasar. Itu benar-benar menyayat hati saya ya, melihat rumah-rumah yang sudah bolong dindingnya akibat terkena serangan rudal dan kaca yang sudah pecah juga," tuturnya saat diwawancara salah satu media nasional. Ia merasakan kesedihan yang luar biasa selama memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Firdaus Guritno dari Tim GHR-ACT yang beberapa hari lalu berada di Suriah pun mengamini hal tersebut. Menurutnya, pengungsi saat ini dalam kondisi sulit, mengingat saat ini Suriah juga sedang memasuki musim dingin.
“Karena memang mereka kondisi di dalam sana, mereka yang tinggal di kamp pengungsian, selain masih menghadapi serangan juga menghadapi musim dingin. Suhunya mencapai 3-5 derajat Celsius, khususnya di malam hari yang tentunya sangat dingin untuk wilayah Idlib dan sekitarnya,” ujar Firdaus.
Dia saat itu dia sedang memberikan bantuan pangan untuk para pengungsi dan menjabarkan bahwa musim dingin membuat tenda-tenda para pengungsi dalam keadaan basah karena hujan. “Keadaannya sangat menyedihkan karena becek bahkan ada beberapa yang harus dievakuasi karena tenda tersebut terkena air. Tentunya karena kondisi geografis Idlib sendiri, apabila terkena hujan akan susah sekali kering. Bisa 2 sampai 3 hari, apalagi sekarang musim penghujan. Sanitasi sendiri juga sangat-sangat buruk karena banyak sekali kamp-kamp pengungsian yang belum memiliki toilet. Jangankan toilet pribadi, toilet umum juga mereka belum memiliki,” tutur Firdaus.
Sejak 2012, ACT senantiasa mendistribusikan bantuan untuk masyarakat Suriah. Bantuan diberikan melalui sejumlah program kemanusiaan berkelanjutan di bidang pangan, sandang, layanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Adapun sejumlah program yang disiapkan untuk merespon kondisi krisis musim dingin saat ini adalah 1.000 paket pangan, 2.000 paket roti, peralatan musim dingin (pakaian hangat, selimut, bantal, kasur, bahan bakar, dll), emergency house seluas 24 m², dan 10 unit bus yang bersiaga untuk memobilisasi eksodus penduduk jika terjadi serangan.
Selain itu, ACT akan terus melanjutkan program-program yang sebelumnya sudah diimplementasikan untuk Suriah. Di antaranya adalah apartemen di Idlib yang sudah menampung sekitar 25 kepala keluarga, kemudian Indonesia Humanitarian Center (IHC) yang akan terus dimasifkan untuk memenuhi kebutuhan logistik pengungsi, serta melanjutkan pemberian bantuan pangan dan bantuan musim dingin melalui www.indonesiadermawan.id/LetsHelpSyria.
Para pengungsi juga berada dalam kondisi sulit dan membutuhkan banyak bantuan. Terutama ketika eskalasi konflik terjadi seperti awal tahun ini, di tengah musim dingin yang menusuk tulang.
Jutaan orang terpaksa mengungsi dari Suriah akibat konflik. Sekitar 5,6 juta jiwa harus keluar dari Suriah, di antaranya ke Turki dan negara-negara Eropa. Sementara 6,2 juta jiwa harus jadi pengungsi di negara sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Bambang Triyono selaku Direktur Global Humanity Response (GHR)–Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Dari total 11,8 juta jiwa pengungsi itu, ada 2,6 juta itu anak-anak. Jadi kita bisa bayangkan 9 tahun konflik, maka korban paling menyedihkan tentu saja anak-anak. Dari 2,6 juta jiwa, 1,1 juta adalah anak yatim. Mereka tinggal dalam kondisi yang seadanya. Kalau pengungsi lama barangkali sudah berganti tenda pengungsian beberapa kali karena sudah bertahun-tahun di situ," ujarnya kepada SINDOnews, Senin (20/1/2020).
"Sementara yang sekitar 300 ribu ini, karena mereka pendatang baru. Ada yang ditampung oleh pengungsi lain, kemudian ada yang menerima bantuan tenda yang tidak cukup layak untuk bisa mereka tinggali. Ditambah Januari ini ada serangan lagi. Jadi hampir 50 ribu orang lari lagi ke wilayah utara,” sambung Bambang.
Kesaksian pun hadir dari salah satu aktor yang ikut bersama tim ACT, Fauzi Baadila. Ia sempat merasakan bermalam bersama para pengungsi dari Suriah di sebuah tenda yang hanya terbuat dari terpal dan memiliki dinding yang tipis. Selain suhu yang dingin suara tembakan dari senjata api kerap terdengar.
"Itu yang namanya tenda tipis sekali, jadi pernah saya mau tidur tiba-tiba ada suara 'dem dem dem duar' itu saya langsung duduk dan berdoa, karena takut nyasar. Itu benar-benar menyayat hati saya ya, melihat rumah-rumah yang sudah bolong dindingnya akibat terkena serangan rudal dan kaca yang sudah pecah juga," tuturnya saat diwawancara salah satu media nasional. Ia merasakan kesedihan yang luar biasa selama memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Firdaus Guritno dari Tim GHR-ACT yang beberapa hari lalu berada di Suriah pun mengamini hal tersebut. Menurutnya, pengungsi saat ini dalam kondisi sulit, mengingat saat ini Suriah juga sedang memasuki musim dingin.
“Karena memang mereka kondisi di dalam sana, mereka yang tinggal di kamp pengungsian, selain masih menghadapi serangan juga menghadapi musim dingin. Suhunya mencapai 3-5 derajat Celsius, khususnya di malam hari yang tentunya sangat dingin untuk wilayah Idlib dan sekitarnya,” ujar Firdaus.
Dia saat itu dia sedang memberikan bantuan pangan untuk para pengungsi dan menjabarkan bahwa musim dingin membuat tenda-tenda para pengungsi dalam keadaan basah karena hujan. “Keadaannya sangat menyedihkan karena becek bahkan ada beberapa yang harus dievakuasi karena tenda tersebut terkena air. Tentunya karena kondisi geografis Idlib sendiri, apabila terkena hujan akan susah sekali kering. Bisa 2 sampai 3 hari, apalagi sekarang musim penghujan. Sanitasi sendiri juga sangat-sangat buruk karena banyak sekali kamp-kamp pengungsian yang belum memiliki toilet. Jangankan toilet pribadi, toilet umum juga mereka belum memiliki,” tutur Firdaus.
Sejak 2012, ACT senantiasa mendistribusikan bantuan untuk masyarakat Suriah. Bantuan diberikan melalui sejumlah program kemanusiaan berkelanjutan di bidang pangan, sandang, layanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Adapun sejumlah program yang disiapkan untuk merespon kondisi krisis musim dingin saat ini adalah 1.000 paket pangan, 2.000 paket roti, peralatan musim dingin (pakaian hangat, selimut, bantal, kasur, bahan bakar, dll), emergency house seluas 24 m², dan 10 unit bus yang bersiaga untuk memobilisasi eksodus penduduk jika terjadi serangan.
Selain itu, ACT akan terus melanjutkan program-program yang sebelumnya sudah diimplementasikan untuk Suriah. Di antaranya adalah apartemen di Idlib yang sudah menampung sekitar 25 kepala keluarga, kemudian Indonesia Humanitarian Center (IHC) yang akan terus dimasifkan untuk memenuhi kebutuhan logistik pengungsi, serta melanjutkan pemberian bantuan pangan dan bantuan musim dingin melalui www.indonesiadermawan.id/LetsHelpSyria.
(kri)