Dari Pangkalan Laut Spanyol Bersandar di Pelabuhan Nelayan Maroko (9)
A
A
A
SUDIRMAN tak hanya memberi komando. Saat raja tali tersangkut ia bergegas memanjat tiang layar untuk memuluskan tarikan raja tali. Usai layar terkembang sempurna di posisinya, mesin kapal dimatikan dan hanya deburan ombak serta candaan kru saja yang terdengar. “We are sailing …” Stainer melantunkan lagu Rod Stewart dengan riang di tengah rekan-rekan yang bersorak.
Sayangnya kondisi itu tidak berlangsung lama. Pada dini harinya, saat pergantian jaga dari grup jaga Philip atau Phoenicia kepada Steiner atau grup Viking, angin mulai berubah dan kecepatan naik dari kekuatan 2 atau 5 knot hingga 10 knot, menjadi kekuatan tiga atau kecepatan 10 knot hingga 15 knot.”Angin Atlantik Utara selalu berputar, kita harus waspada,” seru Philip.
Terlebih, saat itu awan columunimbus menggantung dan siap mencurahkan hujan deras. Selang dua jam kemudian petir mulai terdengar bersautan. Syukurnya angin membawa awan mengandung hujan itu ke arah tenggara. “Angin berubah ke Tenggara, kecilkan layar,” pinta Steiner kepada Yuri, Charlie dan Ian Bond.
Untuk mengecilkan layar, cukup empat orang saja, sebab hanya perlu menarik delapan tali tarik ulur dan menguncinya di tambatan. Sehingga tidak perlu membangunkan anggota grup Phoenicia yang tengah terlelap di kabin utama.
Namun, kondisi itu malah membuat hentakan-hentakan pada tiang layar, sehingga pada pagi harinya tim Phoenicia menurunkan layar. “Kalau hentakan-hentakan itu terus terjadi, tiang layar bisa patah,” kata Sudirman kepada Philip. Mendengar peringatan Sudirman, segera saja Philip meminta kami untuk menurunkan layar. Setelah itu hanya arus yang mendorong kapal sehingga laju kapal tersisa 1-2 knot.
Tiga hari sudah kami meninggalkan pelabuhan Cadiz, dan saat ini berada di 50 NM dari pantai Trafalgar. Menurut Philip, di laut ini terjadi pertempuran laut antara armada Inggris dipimpin Lord Nelson dan Armada Spanyol, pada 1805 silam. “Di sini dimulai kejayaan angkatan laut Inggris,” kata Philip.
Sehari kemudian, angin yang ditunggu datang juga, dengan kecepatan 20 knot. Angin itu mendorong kapal Phoenicia hingga 6 knot. Dalam 10 jam, kapal Phoenicia sudah berada di 15 NM dari pelabuhan Nelayan Essouira, Maroko. ”Coba kecil kan layar,” pinta Philip kepada Sudirman.
Sayangnya upaya itu tak berhasil, karena justru membuat hentakan lebih keras, sehingga upaya itu ditangguhkan. Akhirnya Philip memutuskan untuk berlabuh dini hari, di depan pelabuhan nelayan tersebut, dengan membuang sauh. Selain kurang percaya diri untuk merapat di malam hari, petugas atau syahbandar juga tidak menjawab panggilan Philip untuk meminta ijin merapat di dermaga.
Hingga pagi hari pukul 10.00 waktu setempat, panggilan Philip untuk merapat tak jua mendapat jawaban. Akhirnya ia menghubungi Presiden Association Essaouira Magador, Andre Azoulay melalui gawai pintarnya. Andre yang juga penasehat raja itu segera meminta Malik Abdellah untuk mengurusnya. Dan benar saja, dalam waktu 30 menit ia sudah berhasil mendapatkan tempat sandar kapal ukuran 20 meter, tepatnya di sisi kapal SAR.
Sayangnya kondisi itu tidak berlangsung lama. Pada dini harinya, saat pergantian jaga dari grup jaga Philip atau Phoenicia kepada Steiner atau grup Viking, angin mulai berubah dan kecepatan naik dari kekuatan 2 atau 5 knot hingga 10 knot, menjadi kekuatan tiga atau kecepatan 10 knot hingga 15 knot.”Angin Atlantik Utara selalu berputar, kita harus waspada,” seru Philip.
Terlebih, saat itu awan columunimbus menggantung dan siap mencurahkan hujan deras. Selang dua jam kemudian petir mulai terdengar bersautan. Syukurnya angin membawa awan mengandung hujan itu ke arah tenggara. “Angin berubah ke Tenggara, kecilkan layar,” pinta Steiner kepada Yuri, Charlie dan Ian Bond.
Untuk mengecilkan layar, cukup empat orang saja, sebab hanya perlu menarik delapan tali tarik ulur dan menguncinya di tambatan. Sehingga tidak perlu membangunkan anggota grup Phoenicia yang tengah terlelap di kabin utama.
Namun, kondisi itu malah membuat hentakan-hentakan pada tiang layar, sehingga pada pagi harinya tim Phoenicia menurunkan layar. “Kalau hentakan-hentakan itu terus terjadi, tiang layar bisa patah,” kata Sudirman kepada Philip. Mendengar peringatan Sudirman, segera saja Philip meminta kami untuk menurunkan layar. Setelah itu hanya arus yang mendorong kapal sehingga laju kapal tersisa 1-2 knot.
Tiga hari sudah kami meninggalkan pelabuhan Cadiz, dan saat ini berada di 50 NM dari pantai Trafalgar. Menurut Philip, di laut ini terjadi pertempuran laut antara armada Inggris dipimpin Lord Nelson dan Armada Spanyol, pada 1805 silam. “Di sini dimulai kejayaan angkatan laut Inggris,” kata Philip.
Sehari kemudian, angin yang ditunggu datang juga, dengan kecepatan 20 knot. Angin itu mendorong kapal Phoenicia hingga 6 knot. Dalam 10 jam, kapal Phoenicia sudah berada di 15 NM dari pelabuhan Nelayan Essouira, Maroko. ”Coba kecil kan layar,” pinta Philip kepada Sudirman.
Sayangnya upaya itu tak berhasil, karena justru membuat hentakan lebih keras, sehingga upaya itu ditangguhkan. Akhirnya Philip memutuskan untuk berlabuh dini hari, di depan pelabuhan nelayan tersebut, dengan membuang sauh. Selain kurang percaya diri untuk merapat di malam hari, petugas atau syahbandar juga tidak menjawab panggilan Philip untuk meminta ijin merapat di dermaga.
Hingga pagi hari pukul 10.00 waktu setempat, panggilan Philip untuk merapat tak jua mendapat jawaban. Akhirnya ia menghubungi Presiden Association Essaouira Magador, Andre Azoulay melalui gawai pintarnya. Andre yang juga penasehat raja itu segera meminta Malik Abdellah untuk mengurusnya. Dan benar saja, dalam waktu 30 menit ia sudah berhasil mendapatkan tempat sandar kapal ukuran 20 meter, tepatnya di sisi kapal SAR.
(nag)