Menghindari Badai Sardinie (2)

Minggu, 12 Januari 2020 - 06:30 WIB
Menghindari Badai Sardinie (2)
Menghindari Badai Sardinie (2)
A A A
Setelah kenyang akan cerita sejarah peninggalan Phoenicia di Chartage, pada Sabtu Sore, 27 September 2019, kapal layar tunggal segi empat itu keluar dari mulut Marina Gammarth menuju teluk Chartage dengan tujuan utama Gibraltar. Konon, di kota itu dahulu bangsa Romawi menyekap Putri Phoenicia bernama Europa di sebuah gua.

Adapun 11 kru, terdiri dari empat veteran Ekspedisi Phoenicia yang mengelilingi Afrika pada 2008-2010, yakni Philip Beale sang Kapten, Sudirman Haruna Sahadan pelaut tradisional dari Indonesia, Yuri Sanada sutradara film asal Brazil, dan Abdul Aziz wartawan Jakarta. Selain itu, turut bergabung wartawati perang asal Inggris Thomasin Wescott , kapten kapal Viking Steinar Knut Lillas, keponakan sang Kapten Charlie Beale, Edwin Mesegger kakek berusia 76 tahun asal Inggris, penulis buku asal Amerika Serikat (AS) Boyd Tuttle, manajer properti asal Utah Doug Petty, dan anaknya Carson Petty yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga medis di rumah sakit bedah muka di Utah.

Ke-11 orang ini siap berpetualang dengan kapal dengan muatan 50 tonase, panjang 20,2 meter dan lebar 5 meter. Dengan tiang layar tunggal setinggi 15 meter dan lebar layar 8 meter, kapal ini diharapkan dapat melaju dengan kecepatan hingga 10 knot (satu knot sama dengan satu Mil Laut (ML) per jam).

Jarak antara Chartage menuju Gibraltar sejauh 800 (Nautical Mil: satu mil laut sama dengan 1,85 KM), beberapa kru memperkirakan waktu tempuh selama 10 hingga 12 hari. “Saya memperkirakan kita akan berada di kota Gibraltral dalam 12 hari mendatang,” guman Stainer. Perkirakan itu mewakili perkiraan sebagian kru, apalagi Stainer merupakan kapten kapal Viking selama 12 tahun belakangan ini.

Kapal kayu itu harus didorong dengan tenaga mesin terlebih dahulu untuk keluar dari teluk Chartage. Setelah memakan waktu 10 jam, kapal besutan Abou Hamoed di Arwad, Syria itu mulai mengarahkan haluan 270 derajat. Tapi sayangnya, angin Barat Levante hanya sayup-sayup mengembus layar bercorak ungu putih berukuran 50 meter persegi itu. Alhasil, laju kapal hanya satu hingga dua knot saja.

Kondisi itu berlangsung hingga dua hari. Dalam suasana tersebut, jam jaga menjadi membosankan. Beberapa kru mulai menyibukkan diri dengan bermain catur seperti Charlie dan Doug, sedangkan yang lain seperti Carson berusaha menyibukan diri belajar bahasa Indonesia dengan Sudirman. Sedangkan Philip, sang Kapten, terus memperhatikan perkiraan cuaca. Hasilnya, data menyebutkan pada Rabu dan Kamis atau mulai 30 September dan 1 Oktober, akan ada Badai Sardinia melanda.
Menghindari Badai Sardinie (2)

“Kita harus mendekati daratan Afrika, agar terhindar dari badai Sardinia,” kata Philip kepada 10 krunya seusai makan siang. (Baca juga; Menyingkap Kejayaan Bangsa Phoenicia (1)

Ramalan cuaca itu benar adanya. Mulai Rabu, kecepatan angin mulai naik hingga 15 knot dan permukaan laut mulai beriak karena pecahan ombak. Bahkan, seusai makan malam hujan turun dan gelombang laut mulai tak searah lagi dengan arah embusan angin. Padahal, kapal Phoenicia telah menjauh 30 NM dari pusat amukan badai Sardinia itu.

Kapal pun terombang ambing ke kanan dan ke kiri. Tak pelak, situasi itu membuat berapa kru mabuk laut. Misalnya Boyed, pengusaha penerbitan buku asal Utah AS. Pertama muntah di lambung kanan kapal seusai menyantap makan malamnya. Sedangkan kru yang lain, seperti Aziz, Tom dan Philip juga merasakan gejala mabuk laut ringan. (bersambung)
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5202 seconds (0.1#10.140)