Hadapi 2020 dengan Optimistis dan Semangat Persatuan

Selasa, 31 Desember 2019 - 09:20 WIB
Hadapi 2020 dengan Optimistis dan Semangat Persatuan
Hadapi 2020 dengan Optimistis dan Semangat Persatuan
A A A
JAKARTA - Gerbang tahun 2020 telah di depan mata. Setumpuk rencana dan harapan baik telah disiapkan untuk meniti tahun yang diyakini masih akan diliputi tantangan besar ini. Gejolak itu antara lain dari sektor ekonomi, sosial hingga politik.

Di tengah beragam tantangan yang ada, bangsa Indonesia diajak menghadapi tahun 2020 dengan penuh semangat optimistis dalam bingkai persatuan. Ajakan dan dorongan tersebut disampaikan sejumlah tokoh nasional kemarin.

Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, sebagai umat beragama dan bangsa yang besar, selayaknya rakyat Indonesia menghadapi tahun 2020 dengan optimistis. Walaupun demikian dia mengingatkan agar jangan sampai terlalu percaya diri. Dia menilai banyak sekali tantangan sosial-politik yang jika tidak ditangani dengan saksama bisa menjadi malapetaka.

Kemiskinan dan kesenjangan sosial, misalnya, masih menjadi masalah yang sangat serius. Angka pengangguran termasuk di kalangan masyarakat kota yang berpendidikan tinggi tidak dapat dipandang sebelah mata. Infrastruktur sosial Indonesia kian rapuh akibat polarisasi politik yang berkepanjangan. “Residu politik pasca-Pilpres 2019 masih kuat,” tandasnya.

Tahun 2020 adalah tahun persatuan. Tahun ini akan ada pemilihan kepala daerah (pilkada) di hampir 30 provinsi dan kabupaten/kota. Ini akan menjadi ujian tersendiri. Jika infrastruktur sosial tidak kuat, semua infrastruktur fisik tidak akan banyak maknanya. Masalah kemiskinan dan kesenjangan bisa menjelma menjadi arus besar perlawanan terhadap pemerintah. Karena itu harus ada langkah konkret yang langsung dirasakan masyarakat. “Mereka tak butuh lagi slogan, retorika, dan pencitraan,” kata dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Yang juga penting, menurut Mu’ti, elite harus berubah. Tata kelola pemerintahan harus lebih mudah dan merakyat. Pemberantasan korupsi harus jadi prioritas dan adil, tidak tebang pilih.

Harapan senada juga disampaikan peneliti politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.

Dia berpandangan bahwa dengan persoalan yang kompleks di 2020 di mana ada pelemahan ekonomi karena pengaruh ekonomi global, pelemahan hukum dan ketidakpuasan terhadap pemerintah, tentu pemerintah harus segera memberikan solusi. Dia berharap pemerintah membuat solusi yang terintegrasi atas lima visi unggulannya, yakni infrastruktur, kualitas SDM, penguatan investasi, reformasi birokrasi, dan efisiensi APBN.

“Bagaimana kepercayaan publik diciptakan sedemikian rupa di era yang sudah digital, akses apa pun mudah. Memberikan solusi terpadu dari berbagai bidang yang dirasa mendesak, terutama masalah ketimpangan sosial ekonomi,” kata perempuan yang akrab dengan sapaan Wiwiek ini kemarin.

Soal partisipasi rakyat, menurut Wiwiek, semua itu bergantung kepada pemerintah dalam membuat program yang bisa menjadikan rakyat ikut berkontribusi. “Itu yang dalam istilah state (negara) and society (rakyat) saling empowering (menguatkan). Bagaimana menciptakan pola relasi pemerintah masyarakat yang harmonis yang sinergis,” ujarnya.

Wiwiek meminta pemerintah fokus dalam menyelesaikan persoalan yang penting dan tidak lagi mengurusi hal-hal yang bersifat politis seperti masalah radikal dan identitas. Karena faktanya masyarakat masih mengalami disharmoni pascapemilu karena hanya di tataran elite saja yang terjadi rekonsiliasi. Maka dari itu pemerintah harus membangkitkan kepercayaan masyarakat dengan membuat pernyataan ataupun kebijakan yang konsisten.

Daya Tahan Ekonomi Masih Kuat
Pengamat pemasaran Yuswohady mengakui 2020 memang tahun yang kurang menguntungkan karena masih dibayangi lambannya pertumbuhan ekonomi global akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi krisis ekonomi global apabila trade war terus berlanjut.

“Trade war ini imbasnya sampai Eropa, bahkan Amerika Latin dan Asia. Kalau ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan akan terjadi krisis global,” ujar dia.

Meski begitu ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih berada di angka 5% dan walaupun turun tidak signifikan. Artinya ketika terjadi krisis global, Indonesia terbukti mampu bertahan seperti halnya pernah terjadi pada 2008–2009 lalu.

Ketahanan ekonomi Indonesia kuat karena ditopang konsumsi sebesar 56% bila dibandingkan dengan produksi. Kondisi ini berbeda dengan sejumlah negara yang mengandalkan ekspor seperti Jerman, Hong Kong, Korea Selatan, dan Singapura.

“Mereka begitu ekspornya drop, ekonomi akan jatuh. Berbeda dengan Indonesia account deficit-nya masih tertolong dari konsumsi penduduknya yang banyak,” kata dia.

Yang perlu diwaspadai, menurut dia, justru industri manufaktur. Di tengah lambannya pertumbuhan ekonomi tahun depan, industri manufaktur harus lebih kreatif melakukan inovasi supaya bebannya tidak terlalu berat.

Tidak hanya itu, musim pilkada tahun 2020 justru akan mampu menciptakan daya tahan ekonomi. “Spending bakal calon untuk kampanye itu akan menggerakkan industri kendaraan bermotor,” kata dia. (Binti Mufarida/Nanang Wijayanto/Siti Zuhro)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5913 seconds (0.1#10.140)