Fadli Zon Sebut Dana Desa Tak Banyak Kurangi Angka Kemiskinan
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menyebutkan bahwa perguliran Dana Desa dalam empat tahun terakhir tidak berimbas banyak terhadap pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan di perdesaan.
”Sebelum ada Dana Desa, Pemerintah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di perdesaan rata-rata sebesar 3,1 persen per tahun. Namun, sesudah ada Dana Desa, penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan dalam empat tahun terakhir ternyata hanya sebesar 2,7 persen saja per tahun,” ujarnya dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi 2019 dengan tema Hadapi Resesi, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Prioritas Pembangunan, Jumat (27/12/2019).
Menurutnya, penurunan tingkat kesejahteraan di desa juga bisa dilihat dari penurunan tingkat upah buruh. Pada September 2019, tingkat upah buruh petani riil adalah sebesar Rp38.278 per hari. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka pada 2013 lalu yang mencapai Rp39.618 per hari. ”Ini tentu saja ironis. Sesudah enam tahun, tingkat upah buruh di perdesaan justru mengalami penurunan,” urainya.
Hal ini, kata Fadli Zon, terjadi karena seluruh sumber daya, termasuk Dana Desa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, bukan membangun sektor produksi yang berhubungan langsung dengan daya beli masyarakat. ”Dari pengelolaan Dana Desa kita melihat potret nyata kegagalan Pemerintah dalam menentukan prioritas pembangunan. Tak semestinya kepentingan jangka pendek yaitu memperbaiki daya beli untuk menghidupkan efek pengganda, diabaikan demi kepentingan jangka panjang berupa pembangunan infrastruktur fisik,” paparnya.
Menurutnya, Pemerintah seharusnya menyadari kemampuan keuangan mereka sebenarnya terbatas. Apalagi, realisasi penerimaan pajak terus mengalami penurunan. ”Hal ini tentu akan berdampak pada pelebaran defisit dan menurunnya kemampuan Pemerintah dalam menstimulus perekonomian,” katanya.
Sebagai gambaran, saat ini defisit anggaran terhadap PDB sudah mencapai 2,3%, padahal target defisit APBN 2019 hanya 1,84% terhadap PDB. Jika Pemerintah tidak bisa merasionalkan agenda prioritas pembangunan, risikonya adalah jumlah utang akan terus membengkak.
Padahal, saat ini pembayaran bunga utang telah memberikan tekanan yang besar bagi APBN kita.
“Porsinya juga terus-menerus meningkat. Tahun lalu, porsi pembayaran bunga utang ada di angka 16,41 persen. Tahun ini, angkanya meningkat menjadi 16,88 persen. Peningkatan porsi pembayaran bunga utang ini telah membuat ruang gerak Pemerintah kian terbatas,” paparnya.
”Sebelum ada Dana Desa, Pemerintah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di perdesaan rata-rata sebesar 3,1 persen per tahun. Namun, sesudah ada Dana Desa, penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan dalam empat tahun terakhir ternyata hanya sebesar 2,7 persen saja per tahun,” ujarnya dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi 2019 dengan tema Hadapi Resesi, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Prioritas Pembangunan, Jumat (27/12/2019).
Menurutnya, penurunan tingkat kesejahteraan di desa juga bisa dilihat dari penurunan tingkat upah buruh. Pada September 2019, tingkat upah buruh petani riil adalah sebesar Rp38.278 per hari. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka pada 2013 lalu yang mencapai Rp39.618 per hari. ”Ini tentu saja ironis. Sesudah enam tahun, tingkat upah buruh di perdesaan justru mengalami penurunan,” urainya.
Hal ini, kata Fadli Zon, terjadi karena seluruh sumber daya, termasuk Dana Desa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, bukan membangun sektor produksi yang berhubungan langsung dengan daya beli masyarakat. ”Dari pengelolaan Dana Desa kita melihat potret nyata kegagalan Pemerintah dalam menentukan prioritas pembangunan. Tak semestinya kepentingan jangka pendek yaitu memperbaiki daya beli untuk menghidupkan efek pengganda, diabaikan demi kepentingan jangka panjang berupa pembangunan infrastruktur fisik,” paparnya.
Menurutnya, Pemerintah seharusnya menyadari kemampuan keuangan mereka sebenarnya terbatas. Apalagi, realisasi penerimaan pajak terus mengalami penurunan. ”Hal ini tentu akan berdampak pada pelebaran defisit dan menurunnya kemampuan Pemerintah dalam menstimulus perekonomian,” katanya.
Sebagai gambaran, saat ini defisit anggaran terhadap PDB sudah mencapai 2,3%, padahal target defisit APBN 2019 hanya 1,84% terhadap PDB. Jika Pemerintah tidak bisa merasionalkan agenda prioritas pembangunan, risikonya adalah jumlah utang akan terus membengkak.
Padahal, saat ini pembayaran bunga utang telah memberikan tekanan yang besar bagi APBN kita.
“Porsinya juga terus-menerus meningkat. Tahun lalu, porsi pembayaran bunga utang ada di angka 16,41 persen. Tahun ini, angkanya meningkat menjadi 16,88 persen. Peningkatan porsi pembayaran bunga utang ini telah membuat ruang gerak Pemerintah kian terbatas,” paparnya.
(pur)