Stop Arisan Nyawa di Jalan Raya
A
A
A
Kecelakaan maut Bus Sriwijaya yang jatuh ke jurang di Pagar Alam, Sumatera Selatan (Sumsel), pada Senin malam (23/12) dan menewaskan sekurangnya 34 penumpang menyisakan duka sangat mendalam, terutama bagi keluarga korban.
Peristiwa tragis dan memilukan ini terjadi di saat sebagian orang tengah merayakan liburan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Rasa simpati dan dukacita disampaikan kepada seluruh keluarga korban dan diharapkan proses evakuasi oleh petugas gabungan bisa segera mengidentifikasi seluruh jenazah untuk diserahkan ke keluarga masing-masing.
Kejadian tragis si Pagar Alam ini kian menambah panjang daftar kecelakaan maut bus yang terjadi di Tanah Air. Pada 8 September 2018, bus pariwisata Jakarta Wisata Transport jatuh ke jurang di Cikadang, Sukabumi, Jawa Barat, dan menewaskan 21 penumpang.
Di tahun yang sama, kecelakaan bus juga terjadi di Tanjakan Emen, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, dengan merenggut 27 korban jiwa.
Penyelidikan yang dilakukan Komite Nasional dan Keselamatan Transportasi (KNKT) beserta kepolisian setempat diharapkan bisa segera mengungkap penyebab tragedi di Pagaralam ini. Tidak bisa dimungkiri faktor pemicu peristiwa tragis seperti ini sering kali karena faktor kelalaian manusia.
Misalnya sopir bus yang tetap memaksakan mengemudi meskipun dalam kondisi mengantuk atau lelah.
Namun tak menutup kemungkinan pemicu kecelakaan ini justru faktor teknis yang disebabkan ketidaklayakan armada bus untuk beroperasi.
Jika faktor ketidaklayakan bus yang jadi penyebab, tentu perlu penegakan hukum yang tegas dengan menindak perusahaan pemilik bus. Jika hasil penyelidikan nanti ternyata menunjukkan fakta bahwa bus nahas tersebut sebelumnya tidak melalui ramp check (uji keselamatan), harus ada pertanggungjawaban secara hukum oleh pihak perusahaan.
Selama ini upaya untuk menghindari kecelakaan fatal sudah dilakukan pemerintah. Contoh pada momentum libur Natal dan Tahun Baru 2020 ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali melakukan ramp check terhadap bus, khususnya bus pariwisata.
Uji keselamatan terhadap bus ini dilakukan khusus menyambut libur Hari Natal dan Tahun Baru. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, dari uji keselamatan yang melibatkan 13.883 bus pariwisata, hanya 8.471 bus yang dinyatakan laik operasi.
Adapun yang tidak laik sebanyak 5.412 bus diberi kesempatan memperbaiki. Ribuan bus yang tak laik jalan itu dikarenakan belum uji kendaraan bermotor atau uji KIR, terkendala masalah administrasi, dan masalah penunjang.
Namun pertanyaannya apakah bus yang dinyatakan lulus uji tersebut benar-benar sudah memenuhi syarat keselamatan sehingga laik operasi? Di sini persoalannya.
Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, patgulipat diduga kerap terjadi melibatkan pemilik PO bus dengan oknum pegawai Dinas Perhubungan demi mendapatkan “stempel” laik operasi, terutama saat periode puncak seperti liburan akhir tahun. Untuk itu dia menyarankan agar uji KIR diswastakan saja.
Apa pun caranya, harus ada upaya untuk mengakhiri kecelakaan tragis seperti di Pagar Alam ini. Jangan membiarkan penumpang “arisan nyawa” di jalan raya.
Perbaikan terhadap seluruh sistem mutlak dilakukan. Diawali dari sisi pengemudi, pemilik PO bus harus ketat dalam menyeleksi sopir. Integritas dan kedisiplinan sangat penting jadi syarat. Jangan asal-asalan merekrut sopir karena nyawa penumpang akan jadi taruhan.
Kemenhub juga perlu lebih memperketat sistem uji keselamatan kendaraan. Jangan ada lagi patgulipat yang dilakukan oknum pegawai di bawah. Jika ada oknum pegawai Dinas Perhubungan yang melakukan praktik tak terpuji selayaknya diberi sanksi tegas.
Sementara itu pemilik PO bus yang terbukti melanggar aturan perlu dijatuhi sanksi. Kalau perlu dengan mencabut izin operasinya. Ini penting demi menciptakan efek jera bagi pemilik PO bus lain.
Tak kalah penting, penumpang perlu mempertimbangkan keselamatan diri sendiri. Kesadaran seperti ini yang masih kurang. Padahal, idealnya, jika menemukan bus yang tidak memenuhi hal yang dipersyaratkan, jangan ragu untuk melapor ke petugas. Bahkan jika perlu urungkan niat menjadi penumpang demi alasan keselamatan.
Peristiwa tragis dan memilukan ini terjadi di saat sebagian orang tengah merayakan liburan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Rasa simpati dan dukacita disampaikan kepada seluruh keluarga korban dan diharapkan proses evakuasi oleh petugas gabungan bisa segera mengidentifikasi seluruh jenazah untuk diserahkan ke keluarga masing-masing.
Kejadian tragis si Pagar Alam ini kian menambah panjang daftar kecelakaan maut bus yang terjadi di Tanah Air. Pada 8 September 2018, bus pariwisata Jakarta Wisata Transport jatuh ke jurang di Cikadang, Sukabumi, Jawa Barat, dan menewaskan 21 penumpang.
Di tahun yang sama, kecelakaan bus juga terjadi di Tanjakan Emen, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, dengan merenggut 27 korban jiwa.
Penyelidikan yang dilakukan Komite Nasional dan Keselamatan Transportasi (KNKT) beserta kepolisian setempat diharapkan bisa segera mengungkap penyebab tragedi di Pagaralam ini. Tidak bisa dimungkiri faktor pemicu peristiwa tragis seperti ini sering kali karena faktor kelalaian manusia.
Misalnya sopir bus yang tetap memaksakan mengemudi meskipun dalam kondisi mengantuk atau lelah.
Namun tak menutup kemungkinan pemicu kecelakaan ini justru faktor teknis yang disebabkan ketidaklayakan armada bus untuk beroperasi.
Jika faktor ketidaklayakan bus yang jadi penyebab, tentu perlu penegakan hukum yang tegas dengan menindak perusahaan pemilik bus. Jika hasil penyelidikan nanti ternyata menunjukkan fakta bahwa bus nahas tersebut sebelumnya tidak melalui ramp check (uji keselamatan), harus ada pertanggungjawaban secara hukum oleh pihak perusahaan.
Selama ini upaya untuk menghindari kecelakaan fatal sudah dilakukan pemerintah. Contoh pada momentum libur Natal dan Tahun Baru 2020 ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali melakukan ramp check terhadap bus, khususnya bus pariwisata.
Uji keselamatan terhadap bus ini dilakukan khusus menyambut libur Hari Natal dan Tahun Baru. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, dari uji keselamatan yang melibatkan 13.883 bus pariwisata, hanya 8.471 bus yang dinyatakan laik operasi.
Adapun yang tidak laik sebanyak 5.412 bus diberi kesempatan memperbaiki. Ribuan bus yang tak laik jalan itu dikarenakan belum uji kendaraan bermotor atau uji KIR, terkendala masalah administrasi, dan masalah penunjang.
Namun pertanyaannya apakah bus yang dinyatakan lulus uji tersebut benar-benar sudah memenuhi syarat keselamatan sehingga laik operasi? Di sini persoalannya.
Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, patgulipat diduga kerap terjadi melibatkan pemilik PO bus dengan oknum pegawai Dinas Perhubungan demi mendapatkan “stempel” laik operasi, terutama saat periode puncak seperti liburan akhir tahun. Untuk itu dia menyarankan agar uji KIR diswastakan saja.
Apa pun caranya, harus ada upaya untuk mengakhiri kecelakaan tragis seperti di Pagar Alam ini. Jangan membiarkan penumpang “arisan nyawa” di jalan raya.
Perbaikan terhadap seluruh sistem mutlak dilakukan. Diawali dari sisi pengemudi, pemilik PO bus harus ketat dalam menyeleksi sopir. Integritas dan kedisiplinan sangat penting jadi syarat. Jangan asal-asalan merekrut sopir karena nyawa penumpang akan jadi taruhan.
Kemenhub juga perlu lebih memperketat sistem uji keselamatan kendaraan. Jangan ada lagi patgulipat yang dilakukan oknum pegawai di bawah. Jika ada oknum pegawai Dinas Perhubungan yang melakukan praktik tak terpuji selayaknya diberi sanksi tegas.
Sementara itu pemilik PO bus yang terbukti melanggar aturan perlu dijatuhi sanksi. Kalau perlu dengan mencabut izin operasinya. Ini penting demi menciptakan efek jera bagi pemilik PO bus lain.
Tak kalah penting, penumpang perlu mempertimbangkan keselamatan diri sendiri. Kesadaran seperti ini yang masih kurang. Padahal, idealnya, jika menemukan bus yang tidak memenuhi hal yang dipersyaratkan, jangan ragu untuk melapor ke petugas. Bahkan jika perlu urungkan niat menjadi penumpang demi alasan keselamatan.
(zil)