KKP Siapkan Perpres Teluk Benoa Jadi Kawasan Konservasi Maritim
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya membantah akan merevisi aturan yang dibuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti soal pembatalan reklamasi Teluk Benoa.
"Langkah yang akan dilakukan yaitu sedang disiapkan draf Peraturan Presiden (Perpres) soal Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Di dalam aturan itu, akan memperkuat Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim," ujarnya.
Sikap KKP ini merupakan respons terhadap pengaduan masyarakat Bali kepada Komisi IV DPR pada Kamis 28 November 2019. Sejumlah tokoh dan ketua adat Bali meminta DPR mendorong pemerintah agar tidak mencabut keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan era Susi Pudjiastuti yang membatalkan reklamasi Teluk Benoa di Kabupaten Badung, Bali.
Sebaliknya, DPR diminta mendesak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang memperkuat penetapatan Teluk Beno sebagai kawasan konservasi maritim.
"Kami gelisah karena ada wacana keputusan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan soal penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim, mau direvisi. Kami warga Bali telah menolak Teluk Benoa direklamasi. Makanya, kami minta Komisi IV DPR memperkuat keputusan menteri, menjadi keputusan presiden," kata Wayan Loka, Ketua Adat Serangan, ketika berdialog dengan Komisi IV DPR di Bali dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/11/2019).
Menurut Wayan, masyarakat adat Bali senang ketika lahir Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46 Tahun 2019 yang menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim di Pulau Bali.
Keputusan itu, membatalkan rencana Teluk Benoa yang akan direklamasi untuk kepentingan bisnis. Namun, Wayan mengaku kembali gelisah karena ada wacana aturan itu akan direvisi.
Selain Wayan Loka, ketua adat lainnya yang hadir di acara tersebut menyatakan sikap senada. Merela menolak reklamasi di Telok Benoa. Antara lain Ketua Adat Bualu, Jimbaran, Tanjung Benoa, Kedonganan, Kelam, Kuta, Pemogan, Kepaon, Pedungan dan Sesehan.
Rencana reklamasi Teluk Benoa telah ramai ditolak warga Bali. Penolakan itu muncul setelah adanya rencana reklamasi teluk itu pada 2014 silam. Namun warga menolaknya.
Menanggapi aspirasi itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi akan memperjuangkan apa yang menjadi keinginan warga Bali. "Komisi IV akan memperkuat dan mendorong agar keputusan menteri yang menetapkan Teluk Benoa sebagai konservasi maritim menjadi peraturan presiden, sehingga payung hukumnya semakin kuat," kata Dedi.
Dedi melanjutkan, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus selaras dengan keseimbangan alam, yang menjadi dasar kebutuhan kehidupan manusia.
"Masukan-masukan itu, dari pakar sudah biasa, makanya kami ingin mendengar narasi dari tokoh adat yang lebih hidup," kata Dedi, terkit pertemuan dengan tokoh adat Bali.
Anggota DPR Soetrisno menambahkan, Komisi IV harus membuat rekomendasi agar reklamasi teluk Benoa harus dibatalkan. Dengan rekomendasi itu, pemerintah harus menaatinya.
"Langkah yang akan dilakukan yaitu sedang disiapkan draf Peraturan Presiden (Perpres) soal Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Di dalam aturan itu, akan memperkuat Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim," ujarnya.
Sikap KKP ini merupakan respons terhadap pengaduan masyarakat Bali kepada Komisi IV DPR pada Kamis 28 November 2019. Sejumlah tokoh dan ketua adat Bali meminta DPR mendorong pemerintah agar tidak mencabut keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan era Susi Pudjiastuti yang membatalkan reklamasi Teluk Benoa di Kabupaten Badung, Bali.
Sebaliknya, DPR diminta mendesak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang memperkuat penetapatan Teluk Beno sebagai kawasan konservasi maritim.
"Kami gelisah karena ada wacana keputusan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan soal penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim, mau direvisi. Kami warga Bali telah menolak Teluk Benoa direklamasi. Makanya, kami minta Komisi IV DPR memperkuat keputusan menteri, menjadi keputusan presiden," kata Wayan Loka, Ketua Adat Serangan, ketika berdialog dengan Komisi IV DPR di Bali dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/11/2019).
Menurut Wayan, masyarakat adat Bali senang ketika lahir Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46 Tahun 2019 yang menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim di Pulau Bali.
Keputusan itu, membatalkan rencana Teluk Benoa yang akan direklamasi untuk kepentingan bisnis. Namun, Wayan mengaku kembali gelisah karena ada wacana aturan itu akan direvisi.
Selain Wayan Loka, ketua adat lainnya yang hadir di acara tersebut menyatakan sikap senada. Merela menolak reklamasi di Telok Benoa. Antara lain Ketua Adat Bualu, Jimbaran, Tanjung Benoa, Kedonganan, Kelam, Kuta, Pemogan, Kepaon, Pedungan dan Sesehan.
Rencana reklamasi Teluk Benoa telah ramai ditolak warga Bali. Penolakan itu muncul setelah adanya rencana reklamasi teluk itu pada 2014 silam. Namun warga menolaknya.
Menanggapi aspirasi itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi akan memperjuangkan apa yang menjadi keinginan warga Bali. "Komisi IV akan memperkuat dan mendorong agar keputusan menteri yang menetapkan Teluk Benoa sebagai konservasi maritim menjadi peraturan presiden, sehingga payung hukumnya semakin kuat," kata Dedi.
Dedi melanjutkan, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus selaras dengan keseimbangan alam, yang menjadi dasar kebutuhan kehidupan manusia.
"Masukan-masukan itu, dari pakar sudah biasa, makanya kami ingin mendengar narasi dari tokoh adat yang lebih hidup," kata Dedi, terkit pertemuan dengan tokoh adat Bali.
Anggota DPR Soetrisno menambahkan, Komisi IV harus membuat rekomendasi agar reklamasi teluk Benoa harus dibatalkan. Dengan rekomendasi itu, pemerintah harus menaatinya.
(cip)