Masyarakat dan Pemerintah Diminta Rangkul Eks Napi Kasus Terorisme
A
A
A
JAKARTA - Program deradikalisasi yang selama ini dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari hulu hingga hilir harus dipahami secara menyeluruh oleh seluruh lapisan masyarakat dan aparat pemerintah.
Untuk itu masyarakat diminta untuk tidak memarjinalkan para mantan narapidana kasus terorisme (napiter) dan juga keluarganya. Seluruh komponen masyarakat bersama instansi pemerintahan harus dapat merangkul para mantan napiter beserta para keluarganya.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius pada acara Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Pendamping Sasaran Deradikalisasi untuk Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Maluku tahun 2019.
Acara yang digelar Sub Direktorat Bina Masyarakat pada Direktorat Deradikalisasi di Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT ini berlangsung di Aula Eboni, Hotel Gammara, Makassar, SulSel, Selasa 26 November 2019 malam.
"Semua orang punya masa lalu dan masa depan, begitu juga para mantan narapidana terorisme. Untuk itu kita semua harus ikut berperan. Bukan hanya dari BNPT, tapi semua masyarakat bersama instansi pemerintahan harus dapat kembali merangkul mantan teroris itu termasuk juga dengan keluarganya. Hal ini agar mereka (mantan napiter-red) dapat kembali ke jalan yang benar dan tidak terpapar lagi paham radikalisme," kata Suhardi.
Kepala BNPT mengingatkan perjuangan dalam penanggulangan terorisme di negara ini tidak mudah. Tanpa kerja sama sinergis semua pihak, sangat sulit mewujudkan Indonesia yang damai.
Untuk itu, kata dia, BNPT perlu untuk mengumpulkan stakeholder terkait dalam kegiatan seperti ini sehingga di masa mendatang Indonesia semakin kuat, aman dan damai dari ancaman radikalisme dan terorisme.
“Kenapa Babinsa (Bintara Pembina Desa) dan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) ada di sini? Karena kita butuh sinergi dari perangkat daerah. Kenapa saya minta para peserta hadir hari ini? Saya minta peran masing-masing. Sinergi ini kita bangun untuk mengenali masalah itu. Yang punya akses seperti Kementerian terkait dapat memberi aksesnya. Perangkat daerah yang lebih mengerti kondisi di lapangan juga harus dapat mendekati mereka. Kalau kita tahu formulanya bagaimana, tentunya mereka (mantan napiter-red) akan menjadi lebih baik,” tuturnya.
Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan bahwa BNPT selama ini melaksanakan program deradikalisme di Indonesia secara lebih intensif. Selain berfokus kepada napiter yang masih menjalani pidananya, BNPT juga berfokus kepada mantan napiter dan keluarganya yang ada di dalam lingkungan masyarakat.
Mantan napiter beserta keluarga dinilai masih rentan terpapar paham radikal dan terorisme. Dia mengibaratkan kalau kita membersihkan sungai, hanya membersihkan hilirnya saja tentu tidak akan bersih.
"Harus dari hulunya dahulu yang harus kita bersihkan hingga akhirnya sampai ke hilir. Karena kalau hilirnya saja yang kita bersihkan akan percuma, karena hulunya masih akan memproduksi terus (paham radikal terorisme-red) itu," ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Suhardi juga berharap agar Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan harus ditingkatkan lagi di sektor pendidikan formal di Indonesia agar generasi-generasi baru dapat menangkal paham radikalisme sejak dini.
“Karena kekerasan yang ditindak dengan kekerasan tentunya akan menimbulkan kebencian. Yang kita gunakan adalah pendekatan kemanusiaan. Mereka itu hanyalah orang yang salah jalan," katanya.
Rakor yang digelar selama empat hari, 25-28 November 2019 ini diikuti sebanyak 161 orang yang terdiri dari beberapa unsur Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait seperti, TNI (Kodam)-Polri (Polda), Pemerintah Provinsi (Pemprov), Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) dan Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) yang ada di lima provinsi setempat.
Untuk itu masyarakat diminta untuk tidak memarjinalkan para mantan narapidana kasus terorisme (napiter) dan juga keluarganya. Seluruh komponen masyarakat bersama instansi pemerintahan harus dapat merangkul para mantan napiter beserta para keluarganya.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius pada acara Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Pendamping Sasaran Deradikalisasi untuk Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Maluku tahun 2019.
Acara yang digelar Sub Direktorat Bina Masyarakat pada Direktorat Deradikalisasi di Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT ini berlangsung di Aula Eboni, Hotel Gammara, Makassar, SulSel, Selasa 26 November 2019 malam.
"Semua orang punya masa lalu dan masa depan, begitu juga para mantan narapidana terorisme. Untuk itu kita semua harus ikut berperan. Bukan hanya dari BNPT, tapi semua masyarakat bersama instansi pemerintahan harus dapat kembali merangkul mantan teroris itu termasuk juga dengan keluarganya. Hal ini agar mereka (mantan napiter-red) dapat kembali ke jalan yang benar dan tidak terpapar lagi paham radikalisme," kata Suhardi.
Kepala BNPT mengingatkan perjuangan dalam penanggulangan terorisme di negara ini tidak mudah. Tanpa kerja sama sinergis semua pihak, sangat sulit mewujudkan Indonesia yang damai.
Untuk itu, kata dia, BNPT perlu untuk mengumpulkan stakeholder terkait dalam kegiatan seperti ini sehingga di masa mendatang Indonesia semakin kuat, aman dan damai dari ancaman radikalisme dan terorisme.
“Kenapa Babinsa (Bintara Pembina Desa) dan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) ada di sini? Karena kita butuh sinergi dari perangkat daerah. Kenapa saya minta para peserta hadir hari ini? Saya minta peran masing-masing. Sinergi ini kita bangun untuk mengenali masalah itu. Yang punya akses seperti Kementerian terkait dapat memberi aksesnya. Perangkat daerah yang lebih mengerti kondisi di lapangan juga harus dapat mendekati mereka. Kalau kita tahu formulanya bagaimana, tentunya mereka (mantan napiter-red) akan menjadi lebih baik,” tuturnya.
Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan bahwa BNPT selama ini melaksanakan program deradikalisme di Indonesia secara lebih intensif. Selain berfokus kepada napiter yang masih menjalani pidananya, BNPT juga berfokus kepada mantan napiter dan keluarganya yang ada di dalam lingkungan masyarakat.
Mantan napiter beserta keluarga dinilai masih rentan terpapar paham radikal dan terorisme. Dia mengibaratkan kalau kita membersihkan sungai, hanya membersihkan hilirnya saja tentu tidak akan bersih.
"Harus dari hulunya dahulu yang harus kita bersihkan hingga akhirnya sampai ke hilir. Karena kalau hilirnya saja yang kita bersihkan akan percuma, karena hulunya masih akan memproduksi terus (paham radikal terorisme-red) itu," ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Suhardi juga berharap agar Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan harus ditingkatkan lagi di sektor pendidikan formal di Indonesia agar generasi-generasi baru dapat menangkal paham radikalisme sejak dini.
“Karena kekerasan yang ditindak dengan kekerasan tentunya akan menimbulkan kebencian. Yang kita gunakan adalah pendekatan kemanusiaan. Mereka itu hanyalah orang yang salah jalan," katanya.
Rakor yang digelar selama empat hari, 25-28 November 2019 ini diikuti sebanyak 161 orang yang terdiri dari beberapa unsur Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait seperti, TNI (Kodam)-Polri (Polda), Pemerintah Provinsi (Pemprov), Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) dan Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) yang ada di lima provinsi setempat.
(dam)