Rapat dengan BNN, Hillary Lasut Contohkan Langkah Duterte Berantas Narkoba di Filipina
A
A
A
JAKARTA - Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019). Rapat tersebut membahas tentang rencana strategis dan anggaran BNN dalam upaya memberantas penyalahgunaan narkoba.
Ada yang menarik dalam rapt tersebut. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Hillary Brigitta Lasut menyebut keberanian Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam memberantas narkoba di negaranya. Hillary menilai langkah BNN dalam memberantas narkoba di Indonesia belum menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan.
”Kalau di Filipina, Presiden Duterte, dia sangat tegas dalam melakukan perang terhadap narkoba. Dia mengizinkan penembakan langsung terhadap tersangka narkoba. Ide-ide dan gagasan revolusioner seperti ini, walaupun kita tidak berharap BNN melakukan hal yang sama, tetapi ide dan gagasan seperti ini yang sampai mendapatkan perhatian dunia di dalam mengubah gaya penindakan narkoba, itu belum kita temukan di BNN Indonesia sedangkan BNN masih meminta anggaran tambahan Rp400-an miliar,” tutur Hillary ditemui usai rapat.
Menurut anggota DPR termuda yang baru berusia 23 tahun ini, dalam memerangi penyalahgunaan narkoba perlu dilihat dari akar masalahnya. Dia menilai kalau dilihat dari program BNN, apa yang ditulis dan direncanakan sepertinya sudah ideal dan memadahi. ”Tetapi kalau kita melihat dari sudut pandang realita bagaimana BNN menyikapi tindak pidana narkoba ini sebagai tindak pidana ordinary crime, kita melihat masih banyak kebocoran,” ujarnya.
Hillary mengatakan, banyak anak muda yang sudah mendapatkan assessment dan mengikuti konseling, kemudian dimasukkan ke rehabilitasi dan penjara, tapi masih banyak yang terlibat lagi dalam kasus yang lebih kompleks. ”Sekarang banyak anak muda yang mengendalikan jalur distribusi dan bisnis narkoba dari dalam penjara,” katanya.
Karena itu, DPR merasa penting untuk mempertanyakan keseriusan BNN dalam memerangi narkoba. Dalam rapat tersebut, Komisi III DPR pun tidak langsung menyetujui permintaan anggaran BNN senilai sekitar Rp400-an miliar.
”Sebagai anak muda, kita harus kritis bahwa dalam mengupayakan anggaran, BNN harus juga membuktikan kepada kami bahwa anggaran itu sifatnya urgent. Ada urgensi tertentu,” katanya.
Karena itu, Komisi III DPR sepakat untuk membuat kelompok kerja (Panja) untuk membahas secara khusus masalah pemberantasan narkoba. ”BNN harus mampu membuktikan kepada kami dengan detail bahwa ada urgensi dari penambahan anggaran itu. Ini tadi sudah disetujui pembentukannya. Kurang lebih dalam satu dua bulan ini sudah mulai dibentuk panja yang masa kerjanya 6 bulan sampai setahun,” urainya.
Ada yang menarik dalam rapt tersebut. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Hillary Brigitta Lasut menyebut keberanian Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam memberantas narkoba di negaranya. Hillary menilai langkah BNN dalam memberantas narkoba di Indonesia belum menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan.
”Kalau di Filipina, Presiden Duterte, dia sangat tegas dalam melakukan perang terhadap narkoba. Dia mengizinkan penembakan langsung terhadap tersangka narkoba. Ide-ide dan gagasan revolusioner seperti ini, walaupun kita tidak berharap BNN melakukan hal yang sama, tetapi ide dan gagasan seperti ini yang sampai mendapatkan perhatian dunia di dalam mengubah gaya penindakan narkoba, itu belum kita temukan di BNN Indonesia sedangkan BNN masih meminta anggaran tambahan Rp400-an miliar,” tutur Hillary ditemui usai rapat.
Menurut anggota DPR termuda yang baru berusia 23 tahun ini, dalam memerangi penyalahgunaan narkoba perlu dilihat dari akar masalahnya. Dia menilai kalau dilihat dari program BNN, apa yang ditulis dan direncanakan sepertinya sudah ideal dan memadahi. ”Tetapi kalau kita melihat dari sudut pandang realita bagaimana BNN menyikapi tindak pidana narkoba ini sebagai tindak pidana ordinary crime, kita melihat masih banyak kebocoran,” ujarnya.
Hillary mengatakan, banyak anak muda yang sudah mendapatkan assessment dan mengikuti konseling, kemudian dimasukkan ke rehabilitasi dan penjara, tapi masih banyak yang terlibat lagi dalam kasus yang lebih kompleks. ”Sekarang banyak anak muda yang mengendalikan jalur distribusi dan bisnis narkoba dari dalam penjara,” katanya.
Karena itu, DPR merasa penting untuk mempertanyakan keseriusan BNN dalam memerangi narkoba. Dalam rapat tersebut, Komisi III DPR pun tidak langsung menyetujui permintaan anggaran BNN senilai sekitar Rp400-an miliar.
”Sebagai anak muda, kita harus kritis bahwa dalam mengupayakan anggaran, BNN harus juga membuktikan kepada kami bahwa anggaran itu sifatnya urgent. Ada urgensi tertentu,” katanya.
Karena itu, Komisi III DPR sepakat untuk membuat kelompok kerja (Panja) untuk membahas secara khusus masalah pemberantasan narkoba. ”BNN harus mampu membuktikan kepada kami dengan detail bahwa ada urgensi dari penambahan anggaran itu. Ini tadi sudah disetujui pembentukannya. Kurang lebih dalam satu dua bulan ini sudah mulai dibentuk panja yang masa kerjanya 6 bulan sampai setahun,” urainya.
(kri)