Peringatan Hari Santri Ingatkan Momen Resolusi Jihad
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis menghadiri peringatan Hari Santri Nasional di Tembelengan, Sampang, Madura, Selasa 29 Oktober 2019.
Acara tersebut dimeriahkan oleh semua utusan santri dari 14 kecamatan se-Kabupaten Sampang. Hadir dalam acara itu Ketua PC NU Sampang, KH Itqan Bushiri dan Kapolres Sampang, Didit Bambang Wibowo serta jajarannya serta ribuan warga.
Dalam acara ini, Cholil yang datang dalam kapasitas pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok menyampaikan ceramah di hadapan peserta Hari Santri Nasional.
"Saya sedikit mengulas tentang jati diri dan kiprah santri. Santri adalah orang yang berpegang teguh dengan ajaran Alquran sekuatnya dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang terpercaya. Sikap santri selalu moderat (wasathi) yang tak miring ke kanan dan ke kiri sepanjang waktu dan masa," kata Cholil dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (30/10/2019).
Dia mengungkapkan santri belajar 24 jam dan orientasinya dunia dan akhirat. Kegiatan Santri belajar di sekolah sekitar masjid, diasuh oleh kiai dan pelajaran utama adalah kitab kuning.
Cholil mengatakan, peringatan Hari Santri mengingatkan pada Resolusi Jihad Islam yang diserukan KH Hasyim Asy’ari. Bahwa cinta Islam itu seiring dengan cinta Tanah Air. Fardhu ‘ain (kewajiban individu) untuk memerangi tentara sekutu dalam jarak 94 km adalah pendekatan fikih Islam dalam membela negara.
"Peringatan Hari Santri mengingatkan pada perang empat hari bulan Oktober 1945 di Surabaya demi panggilan jihad melawan penjajahan," tandasnya.
Menurut dia, bagi generasi muda Nahdlatul Ulama dalam memperingati Hari Santri berarti menolak segala bentuk ancaman atas keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bertanda bahwa cinta Tanah Air adalah bagian dari implementasi keimanan. Berkeyakinan bahwa mati karena membela negara adalah syahid," katanya.
Menurut dia, NKRI adalah model negara untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan berdasarkan kesepakatan (mitsaq wathani). Sebagai umat beragama wajib memenuhi kesepakatan.
Karena itu, kata dia, negara model khilafah di Indonesia tertolak. Karena ada kesepakatan bernegara (ittafaqat wathaniyah) di Indonesia maka sistem lainnya, seperti khilafah, imamah imarat tertolak karena bertentangan dengan kesepakatan.
Dia mengatakan, pemilihan umum dalam kerangka sistem kenegaraan Indonesia merupakatan kompetisi bukan permusuhan. Maka potret akomodasi pesaing pilpres ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi -Ma’ruf Amin di kabinet adalah bentuk konsolidasi politik yang kompromistis.
"Seluruh pendukung pilpres harus bersatu kembali dan mendahulukan kepentingan bangsa dibanding kepentingan kelompok dan ego pribadi," tandasnya.
Cholil mengungkapkan santri menganut Islam paham Ahlussunnah Wal Jemaah, secara akidah mengikuti Asya’ariyah dan Maturidiyah. Fikihnya mengikuti salah satu imam mazhab fikih yang empat dan tasawwuf mengikuti al-Ghazali dan al-Junaid.
Dia mengatakan, santri selalu menjunjung pemerintahan sah. Negara tanpa pemerntah akan lebih bahaya dari pemerintah yang Zhalim.
"Tugas santri mengisi kemerdekaan dengan menyiapkan diri menjadi manusia yanh unggul dalam segala bidang sehingga Indonesia menjadu maju. Sebab suatu negara akan maju manakala memiliki sumber daya insani yang kompetitif. Selamat Hari Santri Nasional," tuturnya.
Acara tersebut dimeriahkan oleh semua utusan santri dari 14 kecamatan se-Kabupaten Sampang. Hadir dalam acara itu Ketua PC NU Sampang, KH Itqan Bushiri dan Kapolres Sampang, Didit Bambang Wibowo serta jajarannya serta ribuan warga.
Dalam acara ini, Cholil yang datang dalam kapasitas pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok menyampaikan ceramah di hadapan peserta Hari Santri Nasional.
"Saya sedikit mengulas tentang jati diri dan kiprah santri. Santri adalah orang yang berpegang teguh dengan ajaran Alquran sekuatnya dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang terpercaya. Sikap santri selalu moderat (wasathi) yang tak miring ke kanan dan ke kiri sepanjang waktu dan masa," kata Cholil dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (30/10/2019).
Dia mengungkapkan santri belajar 24 jam dan orientasinya dunia dan akhirat. Kegiatan Santri belajar di sekolah sekitar masjid, diasuh oleh kiai dan pelajaran utama adalah kitab kuning.
Cholil mengatakan, peringatan Hari Santri mengingatkan pada Resolusi Jihad Islam yang diserukan KH Hasyim Asy’ari. Bahwa cinta Islam itu seiring dengan cinta Tanah Air. Fardhu ‘ain (kewajiban individu) untuk memerangi tentara sekutu dalam jarak 94 km adalah pendekatan fikih Islam dalam membela negara.
"Peringatan Hari Santri mengingatkan pada perang empat hari bulan Oktober 1945 di Surabaya demi panggilan jihad melawan penjajahan," tandasnya.
Menurut dia, bagi generasi muda Nahdlatul Ulama dalam memperingati Hari Santri berarti menolak segala bentuk ancaman atas keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bertanda bahwa cinta Tanah Air adalah bagian dari implementasi keimanan. Berkeyakinan bahwa mati karena membela negara adalah syahid," katanya.
Menurut dia, NKRI adalah model negara untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan berdasarkan kesepakatan (mitsaq wathani). Sebagai umat beragama wajib memenuhi kesepakatan.
Karena itu, kata dia, negara model khilafah di Indonesia tertolak. Karena ada kesepakatan bernegara (ittafaqat wathaniyah) di Indonesia maka sistem lainnya, seperti khilafah, imamah imarat tertolak karena bertentangan dengan kesepakatan.
Dia mengatakan, pemilihan umum dalam kerangka sistem kenegaraan Indonesia merupakatan kompetisi bukan permusuhan. Maka potret akomodasi pesaing pilpres ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi -Ma’ruf Amin di kabinet adalah bentuk konsolidasi politik yang kompromistis.
"Seluruh pendukung pilpres harus bersatu kembali dan mendahulukan kepentingan bangsa dibanding kepentingan kelompok dan ego pribadi," tandasnya.
Cholil mengungkapkan santri menganut Islam paham Ahlussunnah Wal Jemaah, secara akidah mengikuti Asya’ariyah dan Maturidiyah. Fikihnya mengikuti salah satu imam mazhab fikih yang empat dan tasawwuf mengikuti al-Ghazali dan al-Junaid.
Dia mengatakan, santri selalu menjunjung pemerintahan sah. Negara tanpa pemerntah akan lebih bahaya dari pemerintah yang Zhalim.
"Tugas santri mengisi kemerdekaan dengan menyiapkan diri menjadi manusia yanh unggul dalam segala bidang sehingga Indonesia menjadu maju. Sebab suatu negara akan maju manakala memiliki sumber daya insani yang kompetitif. Selamat Hari Santri Nasional," tuturnya.
(dam)