Catatan Historis Suhendra Hadikuntono dengan Aceh dan GAM
A
A
A
JAKARTA - Nama Suhendra Hadikuntono disebut-sebut bakal menduduki posisi Calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dari unsur profesional, dengan latar belakang yang dimilikinya.
Di kesempatan lain, Suhendra beserta rombongan mengunjungi Aceh. Tokoh pertama yang ditemui adalah Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud, dan diterima di Meuligo Wali Nanggroe, Aceh Besar.
"Selain menghadiri hari santri, silaturahmi Aceh ini juga membahas soal situasi di Aceh pasca-pemanggilan mantan Panglima GAM Muzakir Manaf oleh Komnas HAM," ujar Suhendra di sela-sela pertemuannya dengan Malik Mahmud, dalam rilisnya, Kamis (24/10/2019).
Selain Suhendra, rombongan terdiri atas Marsekal Muda TNI (Purn) Gutomo, pegiat media sosial Rudi S Kamri, Karyudi Sutajah Putra dan R Wuryanto.
"Saya merasa perlu menyampaikan bahwa ide pemanggilan tersebut bukan agenda pemerintah atau Bapak Presiden Jokowi, karena beliau menjunjung tinggi kesepakatan Helsinki, 15 Agustus 2005 antara Pemerintah RI dan GAM," jelas Suhendra.
"Setelah menerima telepon tentang situasi terkini di Aceh, saya langsung turun. Kita tak ingin Aceh kembali bergejolak," lanjut Suhendra.
Seperti diketahui, Suhendralah satu-satunya tokoh yg merespons dengan cepat pemanggilan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf oleh Komnas HAM belum lama ini. Ia menilai pemanggilan itu akan membuka luka lama, bahkan ibarat membangunkan macan tidur.
Gara-gara pemanggilan itu, situasi di Aceh memang sempat menegang. Bahkan menurut kesaksian seorang warga Aceh bernama Jaka Rasyid, para mantan kombatan GAM siap kembali mengangkat senjata.
Dengan adanya statemet dari Suhendra, situasi di Aceh kembali tenang. Hal ini pun diakui Tengku Malik Mahmud, sehingga Wali Nanggroe Aceh itu menyampaikan apresiasi dan mengundang Suhendra ke Aceh.
Dalam pertemuan yang berlangsung empat jam itu, Suhendra dan rombongan banyak menerima masukan dari Malik Mahmud.
Intinya, Malik sependapat dengan Suhendra bahwa semua pihak hendaknya tidak lagi mengungkit luka lama di Aceh yang sudah terkubur sejak Perjanjian Helsinki, 15 Agustus 2005. "Mari menatap masa depan, jangan ungkit luka lama," ujar Malik Mahmud didampingi Suhendra.
Di kesempatan lain, Suhendra beserta rombongan mengunjungi Aceh. Tokoh pertama yang ditemui adalah Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud, dan diterima di Meuligo Wali Nanggroe, Aceh Besar.
"Selain menghadiri hari santri, silaturahmi Aceh ini juga membahas soal situasi di Aceh pasca-pemanggilan mantan Panglima GAM Muzakir Manaf oleh Komnas HAM," ujar Suhendra di sela-sela pertemuannya dengan Malik Mahmud, dalam rilisnya, Kamis (24/10/2019).
Selain Suhendra, rombongan terdiri atas Marsekal Muda TNI (Purn) Gutomo, pegiat media sosial Rudi S Kamri, Karyudi Sutajah Putra dan R Wuryanto.
"Saya merasa perlu menyampaikan bahwa ide pemanggilan tersebut bukan agenda pemerintah atau Bapak Presiden Jokowi, karena beliau menjunjung tinggi kesepakatan Helsinki, 15 Agustus 2005 antara Pemerintah RI dan GAM," jelas Suhendra.
"Setelah menerima telepon tentang situasi terkini di Aceh, saya langsung turun. Kita tak ingin Aceh kembali bergejolak," lanjut Suhendra.
Seperti diketahui, Suhendralah satu-satunya tokoh yg merespons dengan cepat pemanggilan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf oleh Komnas HAM belum lama ini. Ia menilai pemanggilan itu akan membuka luka lama, bahkan ibarat membangunkan macan tidur.
Gara-gara pemanggilan itu, situasi di Aceh memang sempat menegang. Bahkan menurut kesaksian seorang warga Aceh bernama Jaka Rasyid, para mantan kombatan GAM siap kembali mengangkat senjata.
Dengan adanya statemet dari Suhendra, situasi di Aceh kembali tenang. Hal ini pun diakui Tengku Malik Mahmud, sehingga Wali Nanggroe Aceh itu menyampaikan apresiasi dan mengundang Suhendra ke Aceh.
Dalam pertemuan yang berlangsung empat jam itu, Suhendra dan rombongan banyak menerima masukan dari Malik Mahmud.
Intinya, Malik sependapat dengan Suhendra bahwa semua pihak hendaknya tidak lagi mengungkit luka lama di Aceh yang sudah terkubur sejak Perjanjian Helsinki, 15 Agustus 2005. "Mari menatap masa depan, jangan ungkit luka lama," ujar Malik Mahmud didampingi Suhendra.
(maf)