Dinilai Bermasalah, RUU Perkoperasian Juga Mendapat Penolakan
A
A
A
JAKARTA - Gelombang demonstrasi mahasiswa menolak sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) bermasalah terus membesar. Salah satunya adalah RUU Perkoperasian yang diam-diam akan disahkan.
Aliansi mahasiwa dari beberapa kampus di Jabodetabek, seperti Universitas Nasional (Unas), Universitas Ibnu Kaldun (UIKA), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan tegas menolak RUU tersebut. Selain menolak pelemahan KPK dan menetang RKHUP, mereka membentang spanduk penolakan RUU Perkoperasian di gerbang DPR.
Penolakan adanya RUU Perkoperasian itu sebetulnya sudah lama disuarakan. Salah satu yang keras menentang disahkanya RUU tersebut adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto.
Dia menilai RUU yang ada ternyata isinya telah banyak melanggar hal-hal prinsip yang penting bagi koperasi di Indonesia. Apalagi tidak ada lagi yang menyatakan bahwa koperasi adalah sokoguru ekonomi nasional.
Dicontohkan Suroto, salah satu contohnya adalah soal adanya pemaksaan untuk menjadikan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai wadah tunggal organisasi sebagaimana disebut dalam Pasal 130. Disebut lebih lanjut bahwa koperasi wajib membayar iuran untuk Dekopin secara wajib (Pasal 82 huruf h dan Pasal 132) selain pendanaan dari sumber dana pemerintah melalui alokasi APBN dan APBD (Pasal 133), dan pengembangan dana pembangunan untuk Dekopin.
"Bisa dibayakangkan nantinya, semua koperasi harus membayar setoran kepada Dekopin yang sebetulnya selama ini juga tidak ada manfaatnya organisasi ini," kata Suroto.
Menurutnya, menjadikan Dekopin sebagai wadah tunggal koperasi secara langsung bertentangan dengan konstitusi di negara ini. Sebab Pasal 28 D UUD 45 secara tegas memberikan jaminan kebebasan bagi setiap orang untuk berserikat dan berkumpul.
Dia khawatir, dengan adanya pemaksaan wadah tunggal ini akan memperparah gerakan koperasi karena mengancam bagi kemandirian dan keberlanjutan gerakan koperasi. Posisi Dekopin sebagai wadah tunggal dan ini akan membunuh dinamisasi koperasi.
"Lihat saja ketika gerakan koperasi di akar rumput melakukan advokasi di Mahkamah Konstitusi untuk uji materi UU Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan itu, posisi Dekopin waktu itu malahan membela habis-habisan UU tersebut," jelas dia.
Selain itu, kata Suroto, Dekopin harus mengajak anggotanya untuk membayar iuran secara sukarela, bukan dipaksa lewat undang-undang. Barulah lembaga yang identik dengan Politikus Golkar Nurdin Khalid itu akan mampu mengemban tugasnya dengan baik dan dihormati anggotanya.
Sementara itu, penolakan juga disuarakan oleh aktivis perkoperasian di Purwokerto, Jawa Tengah Firdaus Putra Aditama. Direktur Koperasi Karya Utama Nusantara (Kopkun) Institute itu menemukan sedikitnya 19 pasal berpotensi menimbulkan masalah bagi pengelola koperasi.
Di antaranya pasal yang mengatur hal-hal bersifat teknis tentang tentang otonomi koperasi. Dia menjelaskan, koperasi merupakan kumpulan orang-orang yang saling percaya untuk mengembangkan usaha jadi bukan kumpulan para pemangku kepentingan apalagi kepentingan politik.
Syarat pembentukan koperasi dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 ditegaskan bahwa sahnya koperasi dibentuk apabila sedikitnya oleh 20 orang. Sementara pada RUU disebutkan boleh didirikan oleh 9 orang.
"Kami juga mempertanyakan peran Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang sangat dominan. Padahal peran itu tidak ada selama ini. Kalau RUU ini disahkan, koperasi disulap menjadi lembaga peminta-minta APBN dan menyetorkan iuran wajib untuk Dekopin," tegas Firdaus.
Sebelumnya, Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno menyampaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkoperasian akan segera disahkan dalam Rapat Paripurna sebelum periode DPR RI 2014-2019 berakhir.
“Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dan intens, syukur Alhamdulilah kita sampai ke tahapan ini. Kita harapkan RUU ini dapat segera disahkan dalam paripurna sebelum masa jabatan anggota DPR sekarang berakhir,” kata Teguh, di gedung DPR, Jakarta, (16/9).
Kepastian itu, menurut Teguh, setelah ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Sebelumnya, ada 6 fraksi yang sepakat RUU Perkoperasian untuk dibahas di Rapat Paripurna, antara lain F-Partai Demokrat, F-Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Nasdem dan Fraksi Hanura. Sementara, 4 fraksi yang tidak setuju, ialah F-PDI Perjuangan, F-Gerindra, F-PKB dan F-PPP.
“Namun teman-teman (Komisi VI DPR RI) juga melihat bahwa proses pengambilan keputusan itu memang terkadang tidak sepenuhnya bulat, maka kita melakukan pengambilan keputusan atas suara terbanyak,” jelas legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sementara itu, Ketua Panja RUU Perkoperasian Inas Nasrullah Zubir mengakui masih terdapat perbedaan pandangan antar fraksi, namun perbedaan persepsi tersebut bukan menyangkut hal substansial.
Menurut Inas, salah satu perubahan dalam RUU Perkoperasian ialah aturan penyertaan modal masyarakat pemerintah dan BUMN maksimal 25 persen.
“Artinya, koperasi berdiri sendiri untuk kepentingan mereka, tidak ada bouwheer (pemilik modal) atau rentenir terselubung,” ujarnya.
Selain itu, lanjut politisi Partai Hanura itu, diatur juga jumlah minimal anggota koperasi yang sebelumnya 20 orang perseorangan menjadi sembilan.
Aliansi mahasiwa dari beberapa kampus di Jabodetabek, seperti Universitas Nasional (Unas), Universitas Ibnu Kaldun (UIKA), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan tegas menolak RUU tersebut. Selain menolak pelemahan KPK dan menetang RKHUP, mereka membentang spanduk penolakan RUU Perkoperasian di gerbang DPR.
Penolakan adanya RUU Perkoperasian itu sebetulnya sudah lama disuarakan. Salah satu yang keras menentang disahkanya RUU tersebut adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto.
Dia menilai RUU yang ada ternyata isinya telah banyak melanggar hal-hal prinsip yang penting bagi koperasi di Indonesia. Apalagi tidak ada lagi yang menyatakan bahwa koperasi adalah sokoguru ekonomi nasional.
Dicontohkan Suroto, salah satu contohnya adalah soal adanya pemaksaan untuk menjadikan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai wadah tunggal organisasi sebagaimana disebut dalam Pasal 130. Disebut lebih lanjut bahwa koperasi wajib membayar iuran untuk Dekopin secara wajib (Pasal 82 huruf h dan Pasal 132) selain pendanaan dari sumber dana pemerintah melalui alokasi APBN dan APBD (Pasal 133), dan pengembangan dana pembangunan untuk Dekopin.
"Bisa dibayakangkan nantinya, semua koperasi harus membayar setoran kepada Dekopin yang sebetulnya selama ini juga tidak ada manfaatnya organisasi ini," kata Suroto.
Menurutnya, menjadikan Dekopin sebagai wadah tunggal koperasi secara langsung bertentangan dengan konstitusi di negara ini. Sebab Pasal 28 D UUD 45 secara tegas memberikan jaminan kebebasan bagi setiap orang untuk berserikat dan berkumpul.
Dia khawatir, dengan adanya pemaksaan wadah tunggal ini akan memperparah gerakan koperasi karena mengancam bagi kemandirian dan keberlanjutan gerakan koperasi. Posisi Dekopin sebagai wadah tunggal dan ini akan membunuh dinamisasi koperasi.
"Lihat saja ketika gerakan koperasi di akar rumput melakukan advokasi di Mahkamah Konstitusi untuk uji materi UU Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan itu, posisi Dekopin waktu itu malahan membela habis-habisan UU tersebut," jelas dia.
Selain itu, kata Suroto, Dekopin harus mengajak anggotanya untuk membayar iuran secara sukarela, bukan dipaksa lewat undang-undang. Barulah lembaga yang identik dengan Politikus Golkar Nurdin Khalid itu akan mampu mengemban tugasnya dengan baik dan dihormati anggotanya.
Sementara itu, penolakan juga disuarakan oleh aktivis perkoperasian di Purwokerto, Jawa Tengah Firdaus Putra Aditama. Direktur Koperasi Karya Utama Nusantara (Kopkun) Institute itu menemukan sedikitnya 19 pasal berpotensi menimbulkan masalah bagi pengelola koperasi.
Di antaranya pasal yang mengatur hal-hal bersifat teknis tentang tentang otonomi koperasi. Dia menjelaskan, koperasi merupakan kumpulan orang-orang yang saling percaya untuk mengembangkan usaha jadi bukan kumpulan para pemangku kepentingan apalagi kepentingan politik.
Syarat pembentukan koperasi dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 ditegaskan bahwa sahnya koperasi dibentuk apabila sedikitnya oleh 20 orang. Sementara pada RUU disebutkan boleh didirikan oleh 9 orang.
"Kami juga mempertanyakan peran Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang sangat dominan. Padahal peran itu tidak ada selama ini. Kalau RUU ini disahkan, koperasi disulap menjadi lembaga peminta-minta APBN dan menyetorkan iuran wajib untuk Dekopin," tegas Firdaus.
Sebelumnya, Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno menyampaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkoperasian akan segera disahkan dalam Rapat Paripurna sebelum periode DPR RI 2014-2019 berakhir.
“Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dan intens, syukur Alhamdulilah kita sampai ke tahapan ini. Kita harapkan RUU ini dapat segera disahkan dalam paripurna sebelum masa jabatan anggota DPR sekarang berakhir,” kata Teguh, di gedung DPR, Jakarta, (16/9).
Kepastian itu, menurut Teguh, setelah ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Sebelumnya, ada 6 fraksi yang sepakat RUU Perkoperasian untuk dibahas di Rapat Paripurna, antara lain F-Partai Demokrat, F-Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Nasdem dan Fraksi Hanura. Sementara, 4 fraksi yang tidak setuju, ialah F-PDI Perjuangan, F-Gerindra, F-PKB dan F-PPP.
“Namun teman-teman (Komisi VI DPR RI) juga melihat bahwa proses pengambilan keputusan itu memang terkadang tidak sepenuhnya bulat, maka kita melakukan pengambilan keputusan atas suara terbanyak,” jelas legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sementara itu, Ketua Panja RUU Perkoperasian Inas Nasrullah Zubir mengakui masih terdapat perbedaan pandangan antar fraksi, namun perbedaan persepsi tersebut bukan menyangkut hal substansial.
Menurut Inas, salah satu perubahan dalam RUU Perkoperasian ialah aturan penyertaan modal masyarakat pemerintah dan BUMN maksimal 25 persen.
“Artinya, koperasi berdiri sendiri untuk kepentingan mereka, tidak ada bouwheer (pemilik modal) atau rentenir terselubung,” ujarnya.
Selain itu, lanjut politisi Partai Hanura itu, diatur juga jumlah minimal anggota koperasi yang sebelumnya 20 orang perseorangan menjadi sembilan.
(kri)