KPK Fokus Kawal KEK Batam dan Penyelamatan Kekayaan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan sangat fokus dan serius mengawal Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam yang saat ini masih menjadi free trade zone (FTZ) serta melakukan penyelamatan kekayaan negara di Batam dan kekayaan daerah berupa pajak daerah dan aset-aset Pemerintah Kota Batam.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyatakan, pada 2018 Kedeputian Bidang Pencegahan KPK melalui Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) telah melakukan kajian 'Optimalisasi Penerimaan Negara di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang, dan Sabang'. KPK memetakan risiko korupsi dalam pelaksanaan kebijakan KPBPB di lima lokasi tersebut.
Dari kajian ini, KPK menemukan tiga kelemahan yang berpotensi mengakibatkan munculnya kerugian negara. Untuk Batam, tutur Pahala, KPK telah merekomendasikan pemerintah mempercepat peralihan status Batam dari FTZ menjadi KEK serta pembubaran Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam). Dia menegaskan, hakikatnya KPK terus memantau pelaksanaan semua rekomendasi yang telah diberikan KPK.
"KPK tetap terus memantau dan mengawal pelaksanaan semua rekomendasi KPK terkait Batam dan seluruh KPBPB. SOP (standard operating procedure)-nya 6 bulan sekali kita monitor sampai 2 tahun. Di antara rekemondasi KPK memang untuk perubahan status FTZ Batam ke KEK, kemudian BP Batam dibubarkan," tegas Pahala saat dihubungi KORAN SINDO, Senin 23 September 2019.
Dia memaparkan, sehubungan dengan perubahan status Batam maupun pembubaran BP Batam maka pemerintah pusat melalui Kemenko Perekonomian dengan dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution untuk penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP)-nya. Tapi KPK tidak terlibat hingga bagaimana bentuk kelembagaan otorita di Batam.
"Ini masih tunggu RPP disahkan, di situ ada disain kelembagaannya. Pak Darmin yang urus ini. Tapi teknisnya apakah jadi KEK atau otorita dipimpin Walikota atau seperti apa lembaganya, KPK tidak terlibat. Pokoknya KPK bilang kelembagaan yang sekarang harus diperbaiki," ujarnya.
Dia membeberkan, temuan Tim Litbang KPK misalnya dari aspek operasional pada 2018 saja ada sekitar Rp900 miliar pajak cukai rokok di Batam tidak diterima sebagai pemasukan negara. Musababnya, rokok yang masuk di Batam tidak diberikan cukai atau tidak dipasangkan pita cukai. Alasan tidak adanya pita cukai rokok tersebut karena akan dipakai orang Batam dan Batam dianggap seperti kawasan luar negeri.
"Jadi kita masuk ke Batam, FTZ, karena yang paling besar Batam. Di Batam, negara kehilangan pajak cukai rokok Rp900 miliar tahun 2018 aja, ini sudah berlangsung bertahun-tahun," imbuhnya.
Pahala melanjutkan, kehilangan pajak cukai rokok tersebut juga karena adanya kebijakan dan aturan pembebasan biaya kepabeanan atau pembebasan cukai di kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang. KPK kemudian merekomendasikan dan meminta Kementerian Keuangan termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencabut dan/atau merevisi kebijakan atau aturan tersebut. Rekomendasi ini disodorkan KPK karena selama bertahun-tahun akibat kebijakan tersebut negara mengalami kerugian dari cukai rokok.
"Kita surati juga Presiden. Kemudian diterbitkan Nota Dinas Dirjen Bea dan Cukai Nomor: ND-466/BC/2019 tanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Prinsipnya bukan pencabutan fasilitas, tetapi tidak melayani penerbitan CK-FTZ. Dan, sekarang kalau masukin rokok ke Batam harus bayar cukai," ungkapnya.
Dia menjelaskan, selama fasilitas Cukai Free Trade Zone (CK-FTZ) menjadi dasar penerbitan pembebasan cukai di Batam. CK-FTZ adalah dokumen pelindung yang diterbitkan kantor asal rokok ke kantor dengan fasilitas FTZ. Setelah nota dinas Dirjen Bea dan Cukai tadi terbit, tutur Pahala, kemudian BP Batam mencabut kuotanya. Dia menegaskan, dari program dan kegiatan pencegahan korupsi ini kemudian ada penerimaan negara yang cukup signifikan.
"Itu negara dapat tuh sekarang pemasukan. Tahun 2019 ini di KEK Batam sampai Juli saja kita berhasil selamatkan Rp900 miliar pajak cukai rokok," katanya.
Dia memaparkan, fokus KPK untuk Batam juga sehubungan dengan masuknya barang-barang termasuk makanan dan minuman di Batam yang sebenarnya barang tersebut belum tentu masuk. KPK menemukan barang-barang tersebut distempel dan di-endorse oleh Kantor Pajak Batam. Padahal dia menjelaskan, ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengamanahkan agar barang-barang tersebut harus diperiksa bersama kantor pajak dan kantor bea cukai apakah barang benar-benar masuk ke Batam atau tidak.
"Kalau barangnya masuk, di-endorse kantor pajak, berarti pajak keluarannya nol. Kan ini ekspor kan. Berarti dia boleh restitusi masukannya kan. Ternyata banyak penyimpangan. Ada barang yang jumlahnya nggak masuk di akal. Yang begini-begini kenapa nggak dilakukan join audit (kantor pajak dan kantor bea cukai), padahal sudah loh ada PMK-nya," bebernya.
Pahala menggariskan, saat melakukan monitoring di lapangan ke Batam sehubungan dengan masuknya crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dalam bentuk sachet. CPO ini, tutur dia, juga di-endorse kantor pajak Batam dengan dibubuhi stempel. Tim KPK menemukan, ada pabrik pengolahan kelapa sawit di Batam. Tapi ternyata kantor pajak maupun kantor bea cukai di Batam tidak bisa memastikan apakah benar semua barang CPO diolah atau tidak.
"CPO dalam bentuk sachet angkanya gede banget Rp10 triliun. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) saja kan Rp1 triliun. Kalau dibebaskan atau dinolkan biaya masuknya, dia (pengusaha) bisa restitusi pajak masukannya. Kita datang ke Ditjen Pajak, kita bilang lakukan join audit (Ditjen Pajak dengan Ditjen Bea dan Cukai) untuk semua FTZ termasuk Batam," tegasnya.
Dia menyampaikan, fokus lain di Batam juga sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan dan program pencegahan korupsi yang dilakukan Tim Satuan Tugas Pencegahan pada Koordinator Wilayah (Korwil) II. Tim KPK beberapa pernah melakukan supervisi dan monitoring ke BP Batam. Di Batam, Tim KPK melakukan pencegahan terintegrasi dalam tujuh aspek sebagaimana di kota, kabupaten, dan provinsi lain. Satu di antaranya, peningkatan penghasilan asli daerah (PAD) dari pajak dan penyelamatan aset daerah serta manajemen aset daerah.
"Tahun 2018 lalu, Batam berhasil dapat sekitar Rp1,1 triliun dari pajak daerah. Kita targetkan di 2019 untuk pajak daerahnya lebih dari itu. Juga juga berusaha menyelamatkan aset fasum dan fasos lebih Rp1 triliun yang harus diserahkan pengembang ke pemerintah daerah," ucapnya.
Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad menyatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Batam mengapresiasi dan mendukung penuh langkah KPK melakukan kegiatan dan program pencegahan korupsi di wilayah Kota Batam maupun Provinsi Kepulauan Riau. Amsakar menuturkan, sehubungan dengan Batam ada dua tim KPK yang turun ke Batam. Satu di antaranya Tim Satuan Tugas Pencegahan pada Koordinator Wilayah (Korwil) II yang melaksanakan koordinasi dan supervisi (korsup) pencegahan terintegrasi. Kegiatan dan program korsup pencegahan KPK mencakup tujuh aspek.
Tujuh aspek tersebut, seingat Amsakar, di antaranya peningkatan penghasilan asli daerah (PAD) dari pajak dan penyelamatan aset daerah serta manajemen aset daerah, pengadaan barang dan jasa menggunakan sistem elektronik, perbaikan layanan publik dengan peningkatan efektivitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), penguatan hingga peningkatan kapasitas dan independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), dan peningkatan tata kelola dan kinerja sumber daya manusia serta manajemen PNS/ASN.
"Terkait 7 aspek yang diasistensi oleh KPK melalui rencana aksinya betul-betul sangat bermanfaat sehingga tata kelola pemerintahan dapat berjalan sebagaimana harapan. Semuanya, semua tahapannya saat ini di Batam berjalan baik. Semua ada MoU-nya, ada pedoman pelaksanaan. Jadi kami mendukung KPK karena kami diasistensi oleh Korsupgah. Secara teknis di-follow up oleh Sekretaris Daerah," ungkap Amsakar saat dihubungi KORAN SINDO, Senin 23 September 2019.
Dia mengungkapkan, untuk penyelamatan kekayaan daerah dari aspek pajak dan aset-aset memang terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Secara spesifik terkait aset-aset daerah, Amsakar mencontohkan, beberapa lahan, gedung, dan kendaraan yang masih dikuasai pihak lain atau belum tersertifikasi kemudian berangsur-angsur sudah jelas dan kembali ke Pemkot Batam. Di antaranya, tutur dia, seperti aset gedung yang telah diserahkan BP Batam ke Pemkot Batam.
"Ada juga lahan dan gedung DPRD, kemudian Masjid Raya, dan beberapa lain sudah menjadi aset daerah Batam. Dan, kita telah memasukkan ke dalam database aset daerah," ujarnya.
Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono menyatakan, KPK memang telah menyurati dan menyampaikan sejumlah rekomendasi ke Presiden Joko Widodo atas hasil kajian KPK tentang 'Optimalisasi Penerimaan Negara di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang, dan Sabang'. Surat tersebut dikirimkan KPK sekitar Februari 2019. Selepas itu pemerintah pusat melalui Kemenko Bidang Perekonomian duduk bersama dengan beberapa pihak termasuk jajaran Direktorat Litbang KPK dan Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Para pihak, tutur Susiwijono, telah membuat matriks rencana aksi (renaksi) hingga akhir 2019. Perkembangan pelaksanaan rekomendasi dan renaksi mulai dari level aturan, sistem, hingga pelaksanaan di lapangan juga disampaikan ke KPK dan Presiden. Dia menggariskan, sejak rekomendasi KPK diterima dan renaksi disusun maka koordinasi dan kerjasama dengan KPK terus diintensifkan pemerintah pusat.
"Kita duduk bersama terus dengan Tim Litbang KPK dan Tim Stanas. Jadi reguler ketemu dengan ketemu dengan kita. Karena kan pelaporannya reguler. Target-target dari renaksinya juga kita sudah laporkan progress-nya," kata Susiwijono saat dihubungi KORAN SINDO, Senin 23 September 2019 malam.
Dia menjelaskan, Menko Bidang Perekonomian memang sebelumnya telah menerbitkan Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor IPW.4.3-231/SES.M.EKON/05/2019 tertanggal 9 Mei 2019 perihal Tindak Lanjut Rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Hasil Kajian Optimalisasi Penerimaan Negara di KPBPB tahun 2018 terkait Pencabutan Fasilitas Cukai di KPBPB.
Dengan surat ini, tutur Susiwijono, kemudian Direktur Jenderal Bea dan Cukai menandatangani dan mengeluarkan Nota Dinas Nomor ND-466/BC/2019 tertanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Susiwijono mengatakan, penerbitan surat Menko disertai Nota Dinas Dirjen Bea dan Cukai hanyalah bagian kecil dari tindaklanjut yang dilaksanakan pemerintah pusat.
"Itu sebenarnya bagian kecil aja dari bagian besar yang kami laksanakan. Karena kan kita melaksanakan perbaikan aturan, kemudian sistem, kemudian pelaksanaan di lapangan. Intinya begini, rekomendasi KPK atas wajib pungut cukai dan sebagainya sudah kita lakukan," bebernya.
Saat ini, Susiwijono mengungkapkan, pemerintah pusat sedang mengerjakan revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10/2012 tentang Perlakuan Kepabeanan Perpajakan dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai KPBPB. Hasil revisinya, tutur dia, hampir selesai dan sedang tahap koreksi tahap akhir sebelum ditandatangani Presiden dan kemudian diundangkan. Revisi ini mengubah hampir semua aspek tidak hanya cukai dan pajak.
"Kita menjawab semua rekomendasi KPK kan itu aspek legal-nya harus terpenuhi. Jadi semua rekomendasi KPK kita tampung di dalam revisi PP Nomor 10 tahun 2012. Revisi PP itu dari segi subtansi sudah selesai," tegasnya.
Susiwijono menggariskan, KPK memang sebelumnya juga merekomendasikan percepatan perubahan status FTZ Batam menjadi KEK. Menurut dia, sebenarnya sejak awal pemerintah pusat sudah berkeinginan dan memiliki komitmen mengubah FTZ menjadi KEK. Karenanya ketika KPK merekomendasikan hal tersebut maka matching dengan keinginan dan komitmen pemerintah pusat.
"Jadi komitmen kita sangat kuat, sama persis dengan KPK untuk KEK Batam itu. Malah kita sering duduk bersama terus dengan KPK, terutama untuk mendorong Batam supaya bergeser dari FTZ menjadi KEK. Sekarang sedang kami tindaklanjuti beberapa KEK itu, ada misalnya KEK mengenai MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) pesawat. Jadi ada banyak KEK yang sedang kita proses," ucap Susiwijono.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyatakan, pada 2018 Kedeputian Bidang Pencegahan KPK melalui Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) telah melakukan kajian 'Optimalisasi Penerimaan Negara di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang, dan Sabang'. KPK memetakan risiko korupsi dalam pelaksanaan kebijakan KPBPB di lima lokasi tersebut.
Dari kajian ini, KPK menemukan tiga kelemahan yang berpotensi mengakibatkan munculnya kerugian negara. Untuk Batam, tutur Pahala, KPK telah merekomendasikan pemerintah mempercepat peralihan status Batam dari FTZ menjadi KEK serta pembubaran Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam). Dia menegaskan, hakikatnya KPK terus memantau pelaksanaan semua rekomendasi yang telah diberikan KPK.
"KPK tetap terus memantau dan mengawal pelaksanaan semua rekomendasi KPK terkait Batam dan seluruh KPBPB. SOP (standard operating procedure)-nya 6 bulan sekali kita monitor sampai 2 tahun. Di antara rekemondasi KPK memang untuk perubahan status FTZ Batam ke KEK, kemudian BP Batam dibubarkan," tegas Pahala saat dihubungi KORAN SINDO, Senin 23 September 2019.
Dia memaparkan, sehubungan dengan perubahan status Batam maupun pembubaran BP Batam maka pemerintah pusat melalui Kemenko Perekonomian dengan dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution untuk penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP)-nya. Tapi KPK tidak terlibat hingga bagaimana bentuk kelembagaan otorita di Batam.
"Ini masih tunggu RPP disahkan, di situ ada disain kelembagaannya. Pak Darmin yang urus ini. Tapi teknisnya apakah jadi KEK atau otorita dipimpin Walikota atau seperti apa lembaganya, KPK tidak terlibat. Pokoknya KPK bilang kelembagaan yang sekarang harus diperbaiki," ujarnya.
Dia membeberkan, temuan Tim Litbang KPK misalnya dari aspek operasional pada 2018 saja ada sekitar Rp900 miliar pajak cukai rokok di Batam tidak diterima sebagai pemasukan negara. Musababnya, rokok yang masuk di Batam tidak diberikan cukai atau tidak dipasangkan pita cukai. Alasan tidak adanya pita cukai rokok tersebut karena akan dipakai orang Batam dan Batam dianggap seperti kawasan luar negeri.
"Jadi kita masuk ke Batam, FTZ, karena yang paling besar Batam. Di Batam, negara kehilangan pajak cukai rokok Rp900 miliar tahun 2018 aja, ini sudah berlangsung bertahun-tahun," imbuhnya.
Pahala melanjutkan, kehilangan pajak cukai rokok tersebut juga karena adanya kebijakan dan aturan pembebasan biaya kepabeanan atau pembebasan cukai di kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang. KPK kemudian merekomendasikan dan meminta Kementerian Keuangan termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencabut dan/atau merevisi kebijakan atau aturan tersebut. Rekomendasi ini disodorkan KPK karena selama bertahun-tahun akibat kebijakan tersebut negara mengalami kerugian dari cukai rokok.
"Kita surati juga Presiden. Kemudian diterbitkan Nota Dinas Dirjen Bea dan Cukai Nomor: ND-466/BC/2019 tanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Prinsipnya bukan pencabutan fasilitas, tetapi tidak melayani penerbitan CK-FTZ. Dan, sekarang kalau masukin rokok ke Batam harus bayar cukai," ungkapnya.
Dia menjelaskan, selama fasilitas Cukai Free Trade Zone (CK-FTZ) menjadi dasar penerbitan pembebasan cukai di Batam. CK-FTZ adalah dokumen pelindung yang diterbitkan kantor asal rokok ke kantor dengan fasilitas FTZ. Setelah nota dinas Dirjen Bea dan Cukai tadi terbit, tutur Pahala, kemudian BP Batam mencabut kuotanya. Dia menegaskan, dari program dan kegiatan pencegahan korupsi ini kemudian ada penerimaan negara yang cukup signifikan.
"Itu negara dapat tuh sekarang pemasukan. Tahun 2019 ini di KEK Batam sampai Juli saja kita berhasil selamatkan Rp900 miliar pajak cukai rokok," katanya.
Dia memaparkan, fokus KPK untuk Batam juga sehubungan dengan masuknya barang-barang termasuk makanan dan minuman di Batam yang sebenarnya barang tersebut belum tentu masuk. KPK menemukan barang-barang tersebut distempel dan di-endorse oleh Kantor Pajak Batam. Padahal dia menjelaskan, ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengamanahkan agar barang-barang tersebut harus diperiksa bersama kantor pajak dan kantor bea cukai apakah barang benar-benar masuk ke Batam atau tidak.
"Kalau barangnya masuk, di-endorse kantor pajak, berarti pajak keluarannya nol. Kan ini ekspor kan. Berarti dia boleh restitusi masukannya kan. Ternyata banyak penyimpangan. Ada barang yang jumlahnya nggak masuk di akal. Yang begini-begini kenapa nggak dilakukan join audit (kantor pajak dan kantor bea cukai), padahal sudah loh ada PMK-nya," bebernya.
Pahala menggariskan, saat melakukan monitoring di lapangan ke Batam sehubungan dengan masuknya crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dalam bentuk sachet. CPO ini, tutur dia, juga di-endorse kantor pajak Batam dengan dibubuhi stempel. Tim KPK menemukan, ada pabrik pengolahan kelapa sawit di Batam. Tapi ternyata kantor pajak maupun kantor bea cukai di Batam tidak bisa memastikan apakah benar semua barang CPO diolah atau tidak.
"CPO dalam bentuk sachet angkanya gede banget Rp10 triliun. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) saja kan Rp1 triliun. Kalau dibebaskan atau dinolkan biaya masuknya, dia (pengusaha) bisa restitusi pajak masukannya. Kita datang ke Ditjen Pajak, kita bilang lakukan join audit (Ditjen Pajak dengan Ditjen Bea dan Cukai) untuk semua FTZ termasuk Batam," tegasnya.
Dia menyampaikan, fokus lain di Batam juga sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan dan program pencegahan korupsi yang dilakukan Tim Satuan Tugas Pencegahan pada Koordinator Wilayah (Korwil) II. Tim KPK beberapa pernah melakukan supervisi dan monitoring ke BP Batam. Di Batam, Tim KPK melakukan pencegahan terintegrasi dalam tujuh aspek sebagaimana di kota, kabupaten, dan provinsi lain. Satu di antaranya, peningkatan penghasilan asli daerah (PAD) dari pajak dan penyelamatan aset daerah serta manajemen aset daerah.
"Tahun 2018 lalu, Batam berhasil dapat sekitar Rp1,1 triliun dari pajak daerah. Kita targetkan di 2019 untuk pajak daerahnya lebih dari itu. Juga juga berusaha menyelamatkan aset fasum dan fasos lebih Rp1 triliun yang harus diserahkan pengembang ke pemerintah daerah," ucapnya.
Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad menyatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Batam mengapresiasi dan mendukung penuh langkah KPK melakukan kegiatan dan program pencegahan korupsi di wilayah Kota Batam maupun Provinsi Kepulauan Riau. Amsakar menuturkan, sehubungan dengan Batam ada dua tim KPK yang turun ke Batam. Satu di antaranya Tim Satuan Tugas Pencegahan pada Koordinator Wilayah (Korwil) II yang melaksanakan koordinasi dan supervisi (korsup) pencegahan terintegrasi. Kegiatan dan program korsup pencegahan KPK mencakup tujuh aspek.
Tujuh aspek tersebut, seingat Amsakar, di antaranya peningkatan penghasilan asli daerah (PAD) dari pajak dan penyelamatan aset daerah serta manajemen aset daerah, pengadaan barang dan jasa menggunakan sistem elektronik, perbaikan layanan publik dengan peningkatan efektivitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), penguatan hingga peningkatan kapasitas dan independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), dan peningkatan tata kelola dan kinerja sumber daya manusia serta manajemen PNS/ASN.
"Terkait 7 aspek yang diasistensi oleh KPK melalui rencana aksinya betul-betul sangat bermanfaat sehingga tata kelola pemerintahan dapat berjalan sebagaimana harapan. Semuanya, semua tahapannya saat ini di Batam berjalan baik. Semua ada MoU-nya, ada pedoman pelaksanaan. Jadi kami mendukung KPK karena kami diasistensi oleh Korsupgah. Secara teknis di-follow up oleh Sekretaris Daerah," ungkap Amsakar saat dihubungi KORAN SINDO, Senin 23 September 2019.
Dia mengungkapkan, untuk penyelamatan kekayaan daerah dari aspek pajak dan aset-aset memang terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Secara spesifik terkait aset-aset daerah, Amsakar mencontohkan, beberapa lahan, gedung, dan kendaraan yang masih dikuasai pihak lain atau belum tersertifikasi kemudian berangsur-angsur sudah jelas dan kembali ke Pemkot Batam. Di antaranya, tutur dia, seperti aset gedung yang telah diserahkan BP Batam ke Pemkot Batam.
"Ada juga lahan dan gedung DPRD, kemudian Masjid Raya, dan beberapa lain sudah menjadi aset daerah Batam. Dan, kita telah memasukkan ke dalam database aset daerah," ujarnya.
Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono menyatakan, KPK memang telah menyurati dan menyampaikan sejumlah rekomendasi ke Presiden Joko Widodo atas hasil kajian KPK tentang 'Optimalisasi Penerimaan Negara di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang, dan Sabang'. Surat tersebut dikirimkan KPK sekitar Februari 2019. Selepas itu pemerintah pusat melalui Kemenko Bidang Perekonomian duduk bersama dengan beberapa pihak termasuk jajaran Direktorat Litbang KPK dan Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Para pihak, tutur Susiwijono, telah membuat matriks rencana aksi (renaksi) hingga akhir 2019. Perkembangan pelaksanaan rekomendasi dan renaksi mulai dari level aturan, sistem, hingga pelaksanaan di lapangan juga disampaikan ke KPK dan Presiden. Dia menggariskan, sejak rekomendasi KPK diterima dan renaksi disusun maka koordinasi dan kerjasama dengan KPK terus diintensifkan pemerintah pusat.
"Kita duduk bersama terus dengan Tim Litbang KPK dan Tim Stanas. Jadi reguler ketemu dengan ketemu dengan kita. Karena kan pelaporannya reguler. Target-target dari renaksinya juga kita sudah laporkan progress-nya," kata Susiwijono saat dihubungi KORAN SINDO, Senin 23 September 2019 malam.
Dia menjelaskan, Menko Bidang Perekonomian memang sebelumnya telah menerbitkan Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor IPW.4.3-231/SES.M.EKON/05/2019 tertanggal 9 Mei 2019 perihal Tindak Lanjut Rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Hasil Kajian Optimalisasi Penerimaan Negara di KPBPB tahun 2018 terkait Pencabutan Fasilitas Cukai di KPBPB.
Dengan surat ini, tutur Susiwijono, kemudian Direktur Jenderal Bea dan Cukai menandatangani dan mengeluarkan Nota Dinas Nomor ND-466/BC/2019 tertanggal 14 Mei 2019 perihal Penghentian Pelayanan Dokumen CK-FTZ. Susiwijono mengatakan, penerbitan surat Menko disertai Nota Dinas Dirjen Bea dan Cukai hanyalah bagian kecil dari tindaklanjut yang dilaksanakan pemerintah pusat.
"Itu sebenarnya bagian kecil aja dari bagian besar yang kami laksanakan. Karena kan kita melaksanakan perbaikan aturan, kemudian sistem, kemudian pelaksanaan di lapangan. Intinya begini, rekomendasi KPK atas wajib pungut cukai dan sebagainya sudah kita lakukan," bebernya.
Saat ini, Susiwijono mengungkapkan, pemerintah pusat sedang mengerjakan revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10/2012 tentang Perlakuan Kepabeanan Perpajakan dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai KPBPB. Hasil revisinya, tutur dia, hampir selesai dan sedang tahap koreksi tahap akhir sebelum ditandatangani Presiden dan kemudian diundangkan. Revisi ini mengubah hampir semua aspek tidak hanya cukai dan pajak.
"Kita menjawab semua rekomendasi KPK kan itu aspek legal-nya harus terpenuhi. Jadi semua rekomendasi KPK kita tampung di dalam revisi PP Nomor 10 tahun 2012. Revisi PP itu dari segi subtansi sudah selesai," tegasnya.
Susiwijono menggariskan, KPK memang sebelumnya juga merekomendasikan percepatan perubahan status FTZ Batam menjadi KEK. Menurut dia, sebenarnya sejak awal pemerintah pusat sudah berkeinginan dan memiliki komitmen mengubah FTZ menjadi KEK. Karenanya ketika KPK merekomendasikan hal tersebut maka matching dengan keinginan dan komitmen pemerintah pusat.
"Jadi komitmen kita sangat kuat, sama persis dengan KPK untuk KEK Batam itu. Malah kita sering duduk bersama terus dengan KPK, terutama untuk mendorong Batam supaya bergeser dari FTZ menjadi KEK. Sekarang sedang kami tindaklanjuti beberapa KEK itu, ada misalnya KEK mengenai MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) pesawat. Jadi ada banyak KEK yang sedang kita proses," ucap Susiwijono.
(mhd)