Pimpinan Baru KPK Tak Ingin Penyadapan Harus Izin Dewan Pengawas
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jalan terus, meski saat ini di masyarakat terjadi pro dan kontra terhadap revisi tersebut.
Komisioner KPK yang kembali terpilih, Alexander Marwata, mengatakan, KPK sudah berkirim surat kepada Komisi III dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) untuk memperhatikan pasal-pasal yang menjadi perhatian masyarakat maupun pegawai KPK. Misalnya tentang keberadaan Dewan Pengawas.
Alex mengatakan bahwa sebetulnya keberadaan Dewan Pengawas dimaksudkan agar KPK dalam bekerja bisa lebih proper atau tepat karena ada pihak yang mengawasi. Dia mencontohkan keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ada Dewan Pengawas. Begitu pula di Kepolisian ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), begitu pula di Kejaksaan ada Komisi Kejaksaaan.
”Tapi harus kita lihat fungsi Dewas itu apa? Apakah sebagai atasan pimpinan KPK? Misalnya dalam melakukan suatu penyadapan harus izin, itu malah ribet. Tetapi kalau Dewas itu ingin melihat apakah penyadapan, apakah penggeledahan, apakah penyitaan itu proper, sudah tepat, silakan dilakukan pengawasan, kan gitu,” ujar Alexander Marwata kepada wartawan usai rapat paripurna pengsahan komisioner KPK periode 2019-2023 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16, September 2019.
Alex mengatakan, Dewan Pengawas dalam hal penyadapan, bisa dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali, misalnya. Bukan setiap akan melakukan penyadapan harus minta izin Dewan Pengawas. ”Tidak pimpinaan KPK itu harus izin pada Dewan Pengawas. Itu nanti seolah-olah Dewan Pengawas sebagai pimpinan KPK. Padahal dalam undang-undang jelas bahwa penanggungjawab tertinggi KPK adalah pimpinan KPK,” urainya.
Apakah keberadaan Dewan Pengawas bukan malah akan menimbulkan ”matahari” kembar di institusi KPK? Alex mengatakan hal itu tidak akan terjadi sepanjang tugas dan kewenangannya jelas. Dia mencontohkan di perusahaan ada komisaris yang tugasnya mengawasi kinerja direksi. ”Jadi tidak ada mengawasi kinerja keseharian secara teknis,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam salah satu poin draf revisi UU KPK, menyebutkan dirinya tidak setuju jika KPK harus mendapat izin penyadapan dari pihak eksternal. ”Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperloleh izin (penyadapan) internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” kata Jokowi.
Dalam draf Revisi UU KPK yang diusulkan DPR memang tak ada ketentuan bahwa KPK harus mendapat izin pengadilan sebelum menyadap terduga koruptor. Dalam Pasal 12 draf revisi UU KPK, hanya diatur bahwa penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Komisioner KPK yang kembali terpilih, Alexander Marwata, mengatakan, KPK sudah berkirim surat kepada Komisi III dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) untuk memperhatikan pasal-pasal yang menjadi perhatian masyarakat maupun pegawai KPK. Misalnya tentang keberadaan Dewan Pengawas.
Alex mengatakan bahwa sebetulnya keberadaan Dewan Pengawas dimaksudkan agar KPK dalam bekerja bisa lebih proper atau tepat karena ada pihak yang mengawasi. Dia mencontohkan keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ada Dewan Pengawas. Begitu pula di Kepolisian ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), begitu pula di Kejaksaan ada Komisi Kejaksaaan.
”Tapi harus kita lihat fungsi Dewas itu apa? Apakah sebagai atasan pimpinan KPK? Misalnya dalam melakukan suatu penyadapan harus izin, itu malah ribet. Tetapi kalau Dewas itu ingin melihat apakah penyadapan, apakah penggeledahan, apakah penyitaan itu proper, sudah tepat, silakan dilakukan pengawasan, kan gitu,” ujar Alexander Marwata kepada wartawan usai rapat paripurna pengsahan komisioner KPK periode 2019-2023 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16, September 2019.
Alex mengatakan, Dewan Pengawas dalam hal penyadapan, bisa dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali, misalnya. Bukan setiap akan melakukan penyadapan harus minta izin Dewan Pengawas. ”Tidak pimpinaan KPK itu harus izin pada Dewan Pengawas. Itu nanti seolah-olah Dewan Pengawas sebagai pimpinan KPK. Padahal dalam undang-undang jelas bahwa penanggungjawab tertinggi KPK adalah pimpinan KPK,” urainya.
Apakah keberadaan Dewan Pengawas bukan malah akan menimbulkan ”matahari” kembar di institusi KPK? Alex mengatakan hal itu tidak akan terjadi sepanjang tugas dan kewenangannya jelas. Dia mencontohkan di perusahaan ada komisaris yang tugasnya mengawasi kinerja direksi. ”Jadi tidak ada mengawasi kinerja keseharian secara teknis,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam salah satu poin draf revisi UU KPK, menyebutkan dirinya tidak setuju jika KPK harus mendapat izin penyadapan dari pihak eksternal. ”Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperloleh izin (penyadapan) internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” kata Jokowi.
Dalam draf Revisi UU KPK yang diusulkan DPR memang tak ada ketentuan bahwa KPK harus mendapat izin pengadilan sebelum menyadap terduga koruptor. Dalam Pasal 12 draf revisi UU KPK, hanya diatur bahwa penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.
(pur)