Bhayangkari Diajak Berperan Ikut Tangkal Paham Radikal
A
A
A
JAKARTA - Di tengah kemajuan perkembangan tekhnogi informasi, para ibu Bhayangkari memiliki peran besar mendidik dan melindungi putra-putrinya agar tidak mudah terpengaruh paham radikal terorisme, khususnya di dunia maya .
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius saat menjadi pembicara pada acara Talk Show mengenai Bahaya Radikalisme yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Bhayangkari Polri dalam rangka memperingati Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari ke-67 yang digelar di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Rabu 4 September 2019.
“Radikalisme masalah ideologi tidak cuma kepada orang biasa saja, semuanya bisa terpapar kalau kita tidak siap untuk menghadapi itu. Perempuan dan anak-anak sekarang juga sudah disentuh. Untuk itu kewaspadaan harus ditingkatkan oleh ibu-ibu Bhayangkari ini punya peran besar untuk bisa menjaga dan melindungi anak-anaknya agar tidak mudah terpengaruh paham tersebut,” tutur Suhardi.
Dalam acara yang dihadiri para anggota Bhayangkari, Polwan, PNS, Keluarga Besar Putra-Putri Polri (KBP3), dan juga siswa-siswi beserta guru sekolah di lingkungan Kemala Bhayangkari ini. Kepala BNPT juga memaparkan secara gamblang mengenai pola yang dilakukan para kelompok-kelompok radikal terorisme selama ini merekrut para anggotanya, termasuk melalui lingkungan pendidikan.
“Radikalisme sudah ada di sekeliling kita, mereka juga sudah masuk ke lingkungan penddikan. Tidak hanya perguruan tinggi saja yang mereka incar. PAUD juga mereka incar. Untuk itu sekarang ini kami beri tahu cara mengidentifikasinya dan bagaimana cara kita untuk membantu mereduksi dan bahkan bisa menghilangkannya,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Alumni Akpol tahun 1985 ini mengingatkan keluarga besar Bhayangkari harus memiliki sense of crisis dan tidak bersikap abai terhadap situasi lingkungan sekitar yang dapat membahayakan keutuhan bangsa dan negara.
“Bhayangkari jangan juga cuek. Kalau melihat situasi ‘Ini kira-kira berbahaya apa tidak buat bangsa?’ Kasih ingat juga buat suaminya, jangan didiamkan Ada peran serta, ada naluri kebangsaan, Karena kalau tidak bisa lepas nanti kita ini. Termasuk di lingkungan sekolah anaknya, dilihat perilakunya. Kalau ada yang berubah, ditanya. Jangan di diamkan,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Menurut dia, Indonesia memiliki 700 lebih etnis dan 1.000 lebih bahasa yang semuanya bisa membuat bangsa Indonesia ini bersatu. Namun demikian hal tersebut bukan berarti tidak rentan.
“Lihat saja itu provokasi melalui di dunia maya. Kita punya sejarah kelam dan kehilangan arah. Untuk itulah saatnya sekarang ini kita perbaiki. Anda-anda semua harus memiliki resilience (ketahanan) dalam mempertahankan bangsa ini,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri.
Bahkan dalam sesi tanya jawab menurut pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1963 ini tadi ada peserta yang menyampaikan dan terkaget-kaget bahwa bahaya penyebaran paham radikal terorisme yang ada di sekitar masyarakat sudah sedemikan memprihatinkan dan membahayakan.
“Tadi ada seorang guru yang mengatakan ‘Saya baru lihat Pak. Karena persepsi saya selama ini radikal cuma sekedarnya saja, tetapi ternyata sudah sedemikian bahayanya.’ Jadi tadi semua kita urai mudah-mudahan ini bisa menjadi masukan yang luar biasa,” tutur Kepala BNPT seusai acara.
Untuk itu dengan adanya pembekalan ini mantan Wakapolda Metro Jaya ini berharap kepada para perwakilan baik dari Bhayangkari, Polwan, PNS, KBP3 dan anak sekolah beserta gurunya yang hadir pada acara talk show ini bisa melihat mengenai bahaya paham radikal terrorisme itu dan bisa mensosialisasikan apa yang telah disampaikannya kepada seluruh keluarga besar Bhayangkari Polri.
“Kewaspadaan harus terus ditingkatkan. Apa yang telah saya sampaikan tadi bisa ditularkan kepada seluruh Bhayangkari dan seluruh keluarga besarnya untuk menjaga anak-anak kita atau keluarga besar kita agar tidak terpapar oleh paham-paham yang intoleran dan sebagainya,” katanya.
Sementara itu, Winny Budi Maryoto selaku Ketua Panitia Penyelenggara Talk Show mengenai Bahaya Radikalisme tersebut mengungkapkan Bhayangkari Polri sebagai organisasi persatuan dari istri anggota Polri akan terus memperkuat daya tangkal para anggotanya dari upaya penyebaran bahaya paham radikal terorisme.
“Peran keluarga sangat penting dalam mengatasi ataupun menyelesaikan permasalahan radikalisme ini. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, tapi kita adalah orang tua. Ibu serta bapaknyayang paling berperan besar dalam melindungi anaknya dari bahaya paham radikal terorisme,” tutur Winny usai mendengarkan paparan Kepala BNPT.
Istri Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri, Komjen Pol Agung Budi Maryoto ini menjelaskan setiap tahun Bhayangkari Polri selalu menggelar ceramah mengenai antiradikalsisme sebagai upaya melindungi anggotanya dari penyebaran paham radikal tersebut.
“Tentunya ceramah dari bapak Kepala BNPT ini sangat penting. Karena kalau berbicara mengenai radikalisme ini bukan hanya berbicara mengenai generasi penerus bangsa. Karena dari beberapa kejadian yang telah terjadi misalkan bom di Surabaya tahun lalu itu melibatkan satu keluarga yakni bapak, ibu serta anak-anaknya,” tuturnya.
Mantan presenter berita salah satu stasiun TV swasta ini pun merasa bersyukur dan berterima kasih Kepala BNPT telah menjelaskan secara detail mengenai pola-pola terselubung yang dilakukan kelompok radikal terorisme dalam merekrut anggota.
“Apa yang telah disampaikan Kepala BNPT tentu bisa diaplikasikan. Kita sebagai istri anggota Polri akan mendukung apa pun kebijakan dari Polri terutama hal-hal yang menyangkut mengenai radikal radikalisme seperti itu. Kami merupakan ganda terdepan juga untuk memerangi gerakan anti radikal tersebut yang melalui kegiatan ceramah-ceramah seperti ini,” katanya.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius saat menjadi pembicara pada acara Talk Show mengenai Bahaya Radikalisme yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Bhayangkari Polri dalam rangka memperingati Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari ke-67 yang digelar di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Rabu 4 September 2019.
“Radikalisme masalah ideologi tidak cuma kepada orang biasa saja, semuanya bisa terpapar kalau kita tidak siap untuk menghadapi itu. Perempuan dan anak-anak sekarang juga sudah disentuh. Untuk itu kewaspadaan harus ditingkatkan oleh ibu-ibu Bhayangkari ini punya peran besar untuk bisa menjaga dan melindungi anak-anaknya agar tidak mudah terpengaruh paham tersebut,” tutur Suhardi.
Dalam acara yang dihadiri para anggota Bhayangkari, Polwan, PNS, Keluarga Besar Putra-Putri Polri (KBP3), dan juga siswa-siswi beserta guru sekolah di lingkungan Kemala Bhayangkari ini. Kepala BNPT juga memaparkan secara gamblang mengenai pola yang dilakukan para kelompok-kelompok radikal terorisme selama ini merekrut para anggotanya, termasuk melalui lingkungan pendidikan.
“Radikalisme sudah ada di sekeliling kita, mereka juga sudah masuk ke lingkungan penddikan. Tidak hanya perguruan tinggi saja yang mereka incar. PAUD juga mereka incar. Untuk itu sekarang ini kami beri tahu cara mengidentifikasinya dan bagaimana cara kita untuk membantu mereduksi dan bahkan bisa menghilangkannya,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Alumni Akpol tahun 1985 ini mengingatkan keluarga besar Bhayangkari harus memiliki sense of crisis dan tidak bersikap abai terhadap situasi lingkungan sekitar yang dapat membahayakan keutuhan bangsa dan negara.
“Bhayangkari jangan juga cuek. Kalau melihat situasi ‘Ini kira-kira berbahaya apa tidak buat bangsa?’ Kasih ingat juga buat suaminya, jangan didiamkan Ada peran serta, ada naluri kebangsaan, Karena kalau tidak bisa lepas nanti kita ini. Termasuk di lingkungan sekolah anaknya, dilihat perilakunya. Kalau ada yang berubah, ditanya. Jangan di diamkan,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Menurut dia, Indonesia memiliki 700 lebih etnis dan 1.000 lebih bahasa yang semuanya bisa membuat bangsa Indonesia ini bersatu. Namun demikian hal tersebut bukan berarti tidak rentan.
“Lihat saja itu provokasi melalui di dunia maya. Kita punya sejarah kelam dan kehilangan arah. Untuk itulah saatnya sekarang ini kita perbaiki. Anda-anda semua harus memiliki resilience (ketahanan) dalam mempertahankan bangsa ini,” ujar mantan Kepala Divisi Humas Polri.
Bahkan dalam sesi tanya jawab menurut pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1963 ini tadi ada peserta yang menyampaikan dan terkaget-kaget bahwa bahaya penyebaran paham radikal terorisme yang ada di sekitar masyarakat sudah sedemikan memprihatinkan dan membahayakan.
“Tadi ada seorang guru yang mengatakan ‘Saya baru lihat Pak. Karena persepsi saya selama ini radikal cuma sekedarnya saja, tetapi ternyata sudah sedemikian bahayanya.’ Jadi tadi semua kita urai mudah-mudahan ini bisa menjadi masukan yang luar biasa,” tutur Kepala BNPT seusai acara.
Untuk itu dengan adanya pembekalan ini mantan Wakapolda Metro Jaya ini berharap kepada para perwakilan baik dari Bhayangkari, Polwan, PNS, KBP3 dan anak sekolah beserta gurunya yang hadir pada acara talk show ini bisa melihat mengenai bahaya paham radikal terrorisme itu dan bisa mensosialisasikan apa yang telah disampaikannya kepada seluruh keluarga besar Bhayangkari Polri.
“Kewaspadaan harus terus ditingkatkan. Apa yang telah saya sampaikan tadi bisa ditularkan kepada seluruh Bhayangkari dan seluruh keluarga besarnya untuk menjaga anak-anak kita atau keluarga besar kita agar tidak terpapar oleh paham-paham yang intoleran dan sebagainya,” katanya.
Sementara itu, Winny Budi Maryoto selaku Ketua Panitia Penyelenggara Talk Show mengenai Bahaya Radikalisme tersebut mengungkapkan Bhayangkari Polri sebagai organisasi persatuan dari istri anggota Polri akan terus memperkuat daya tangkal para anggotanya dari upaya penyebaran bahaya paham radikal terorisme.
“Peran keluarga sangat penting dalam mengatasi ataupun menyelesaikan permasalahan radikalisme ini. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, tapi kita adalah orang tua. Ibu serta bapaknyayang paling berperan besar dalam melindungi anaknya dari bahaya paham radikal terorisme,” tutur Winny usai mendengarkan paparan Kepala BNPT.
Istri Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri, Komjen Pol Agung Budi Maryoto ini menjelaskan setiap tahun Bhayangkari Polri selalu menggelar ceramah mengenai antiradikalsisme sebagai upaya melindungi anggotanya dari penyebaran paham radikal tersebut.
“Tentunya ceramah dari bapak Kepala BNPT ini sangat penting. Karena kalau berbicara mengenai radikalisme ini bukan hanya berbicara mengenai generasi penerus bangsa. Karena dari beberapa kejadian yang telah terjadi misalkan bom di Surabaya tahun lalu itu melibatkan satu keluarga yakni bapak, ibu serta anak-anaknya,” tuturnya.
Mantan presenter berita salah satu stasiun TV swasta ini pun merasa bersyukur dan berterima kasih Kepala BNPT telah menjelaskan secara detail mengenai pola-pola terselubung yang dilakukan kelompok radikal terorisme dalam merekrut anggota.
“Apa yang telah disampaikan Kepala BNPT tentu bisa diaplikasikan. Kita sebagai istri anggota Polri akan mendukung apa pun kebijakan dari Polri terutama hal-hal yang menyangkut mengenai radikal radikalisme seperti itu. Kami merupakan ganda terdepan juga untuk memerangi gerakan anti radikal tersebut yang melalui kegiatan ceramah-ceramah seperti ini,” katanya.
(dam)