DPR Sebut Pembatasan Internet di Papua untuk Membendung Hoaks
A
A
A
JAKARTA - Pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat oleh pemerintah masih menjadi perdebatan di sejumlah kalangan. Banyak pihak menilai bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan HAM karena warga Papua juga berhak mendapatkan akses internet.
Anggota Komisi I DPR, Andreas Hugo Pareira menilai bahwa pembatasan itu diperlukan karena lebih banyak hoaks yang beredar ketimbang informasi yang bermanfaat. Dan lagi, ini sifatnya hanya temporer dan negara berhak melakukan itu.
“Saya kira itu juga dalam rangka untuk membendung. Karena, dari pantauan Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), dari sekian banyak info yang beredar lebih banyak yang tidak benarnya dari pada benarnya. Jadi kan itu untuk sementara, bukan untuk permanen. Sifatnya temporer. Untuk mengatasi masalah, negara punya otoritas membendung sementara,” ujar Andreas di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Terkait dengan kinerja jurnalis yang ikut terhambat, menurut Politikus PDIP itu, pembatasan ini sifatnya hanya sementara. Menurutnya ada tujuan yang lebih penting yakni, untuk keamanan dan kedaulatan negara.
“Untuk hal yang lebih besar, untuk keamanan, jauh lebih penting itu. Ini sifatnya temporer. Untuk kepentingan kedaulatan itu lebih tinggi nilainya,” tegasnya.
Terkait penanganan Papua, Andreas melihat bahwa faktanya banyak masyarakat Indonesia yang menganggap orang Papua sebagai orang lain dan itu bukan salah pemerintah. Karena, itu persoalan sosial di mana orang yang berkulit hitam dan berambut kriting itu masih dianggap bukan orang Indonesia.
“Saya kira ini persoalan lebih ke persoalan sosial. Nah ini yang bagaimana masalah ini jangan sampai internasional,” tandasnya.
Anggota Komisi I DPR, Andreas Hugo Pareira menilai bahwa pembatasan itu diperlukan karena lebih banyak hoaks yang beredar ketimbang informasi yang bermanfaat. Dan lagi, ini sifatnya hanya temporer dan negara berhak melakukan itu.
“Saya kira itu juga dalam rangka untuk membendung. Karena, dari pantauan Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), dari sekian banyak info yang beredar lebih banyak yang tidak benarnya dari pada benarnya. Jadi kan itu untuk sementara, bukan untuk permanen. Sifatnya temporer. Untuk mengatasi masalah, negara punya otoritas membendung sementara,” ujar Andreas di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Terkait dengan kinerja jurnalis yang ikut terhambat, menurut Politikus PDIP itu, pembatasan ini sifatnya hanya sementara. Menurutnya ada tujuan yang lebih penting yakni, untuk keamanan dan kedaulatan negara.
“Untuk hal yang lebih besar, untuk keamanan, jauh lebih penting itu. Ini sifatnya temporer. Untuk kepentingan kedaulatan itu lebih tinggi nilainya,” tegasnya.
Terkait penanganan Papua, Andreas melihat bahwa faktanya banyak masyarakat Indonesia yang menganggap orang Papua sebagai orang lain dan itu bukan salah pemerintah. Karena, itu persoalan sosial di mana orang yang berkulit hitam dan berambut kriting itu masih dianggap bukan orang Indonesia.
“Saya kira ini persoalan lebih ke persoalan sosial. Nah ini yang bagaimana masalah ini jangan sampai internasional,” tandasnya.
(kri)