Indonesia Perlu Kepemimpinan Strategis di Pusat hingga Daerah
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Utama dan juga pendiri Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Saiful Mujani mengungkapkan, Indonesia mengalami penurunan kinerja demokrasi yang serius.
Menurut Saiful Mujani, salah satu faktor utama penurunan demokrasi dikarenakan masih kuatnya diskriminasi terhadap kalangan yang dianggap minoritas.
"Diskriminasi itu diwujudkan dengan menggunakan kekerasan, dan seolah dibiarkan oleh pemerintah. Setidaknya hal itu terjadi dalam tujuh tahun terakhir," ujar Saiful dalam diskusi "Meredupnya Demokrasi di Indonesia" Kantor SMRC, Jakarta Pusat, Minggu (4/8/2019).
"Karena itu, ke depan, Indonesia memerlukan kepemimpinan strategis di tingkat pusat hingga daerah yang mengedepankan prinsip-prinsip dasar kesetaraan warga negara," sambungnya.
(Baca juga: Rocky Gerung Sebut Jalan Pikiran PAN adalah Oposisi)
Di sisi lain sambung Saiful, yang menyebabkan kinerja demokrasi di Indonesia dianggap terus menurun adalah yang terkait dengan dimensi kebebasan sipil, termasuk dalam kebebasan sipil antara lain kebebasan berbicara.
"Kebebasan akademik, kebebasan berorganisasi, serta kebebasan menjaIankan dan menyatakan keyakinan agama atau bahkan tidak percaya pada agama secara terbuka," jelasnya.
Kata dia, masih banyak warga yang mengalami diskriminasi, tidak diterima oleh warga yang Iain dengan paksa dan kekerasan dan negara tak melindungi hak-hak mereka sebagal warga negara," tutur Saiful.
"Diskriminasi juga dialami oleh kelompok minoritas agama, contohnya dalam komunitas Islam sendiri kalangan Ahmadiyah atau Syiah mengalami diskriminasi yang didiamkan negara," ucapnya.
Saiful menjelaskan, pada 2005-2012 Indonesia, dalam penilaian lembaga internasional, Freedom House disebut telah mencapai indeks kebebasan 'sepenuhnya bebas'.
Hal itu diartikan sebagai kualitas demokrasi di Indonesia adalah yang terbaik di ASEAN dan berada satu grup dengan negara-negara demokratis lainnya di Asia, seperti India, Jepang, dan Korea Selatan.
"Namun sejak 2013 skor indeks kebebasan di Indonesia terns menurun, sehingga sekarang dinilai hanya 'sebagian bebas'," jelasnya.
Selain itu, Saiful membedakan dua dimensi hak dan kebebasan dalam demokrasi yaitu hak sipil (civil rights) dan kebebasan sipil (civil liberty).
Untuk hak sipil, kata Saiful, kondisi di Indonesia masih dianggap baik, meski masih ada banyak hal yang harus dibenahi. Sedangkan pemenuhan kebebasan sipil di Indonesia menunjukkan penurunan yang serius.
"Pemenuhan hak sipil masih relatif baik karena saat ini di Indonesia, hak-hak politik untuk berpartisipasi dalam politik masih terjamin, misalnya kebebasan untuk ikut dalam pemilu, kebebasan memperebutkan jabatan publik strategis, dan lain sebagainya," katanya.
Menurut Saiful Mujani, salah satu faktor utama penurunan demokrasi dikarenakan masih kuatnya diskriminasi terhadap kalangan yang dianggap minoritas.
"Diskriminasi itu diwujudkan dengan menggunakan kekerasan, dan seolah dibiarkan oleh pemerintah. Setidaknya hal itu terjadi dalam tujuh tahun terakhir," ujar Saiful dalam diskusi "Meredupnya Demokrasi di Indonesia" Kantor SMRC, Jakarta Pusat, Minggu (4/8/2019).
"Karena itu, ke depan, Indonesia memerlukan kepemimpinan strategis di tingkat pusat hingga daerah yang mengedepankan prinsip-prinsip dasar kesetaraan warga negara," sambungnya.
(Baca juga: Rocky Gerung Sebut Jalan Pikiran PAN adalah Oposisi)
Di sisi lain sambung Saiful, yang menyebabkan kinerja demokrasi di Indonesia dianggap terus menurun adalah yang terkait dengan dimensi kebebasan sipil, termasuk dalam kebebasan sipil antara lain kebebasan berbicara.
"Kebebasan akademik, kebebasan berorganisasi, serta kebebasan menjaIankan dan menyatakan keyakinan agama atau bahkan tidak percaya pada agama secara terbuka," jelasnya.
Kata dia, masih banyak warga yang mengalami diskriminasi, tidak diterima oleh warga yang Iain dengan paksa dan kekerasan dan negara tak melindungi hak-hak mereka sebagal warga negara," tutur Saiful.
"Diskriminasi juga dialami oleh kelompok minoritas agama, contohnya dalam komunitas Islam sendiri kalangan Ahmadiyah atau Syiah mengalami diskriminasi yang didiamkan negara," ucapnya.
Saiful menjelaskan, pada 2005-2012 Indonesia, dalam penilaian lembaga internasional, Freedom House disebut telah mencapai indeks kebebasan 'sepenuhnya bebas'.
Hal itu diartikan sebagai kualitas demokrasi di Indonesia adalah yang terbaik di ASEAN dan berada satu grup dengan negara-negara demokratis lainnya di Asia, seperti India, Jepang, dan Korea Selatan.
"Namun sejak 2013 skor indeks kebebasan di Indonesia terns menurun, sehingga sekarang dinilai hanya 'sebagian bebas'," jelasnya.
Selain itu, Saiful membedakan dua dimensi hak dan kebebasan dalam demokrasi yaitu hak sipil (civil rights) dan kebebasan sipil (civil liberty).
Untuk hak sipil, kata Saiful, kondisi di Indonesia masih dianggap baik, meski masih ada banyak hal yang harus dibenahi. Sedangkan pemenuhan kebebasan sipil di Indonesia menunjukkan penurunan yang serius.
"Pemenuhan hak sipil masih relatif baik karena saat ini di Indonesia, hak-hak politik untuk berpartisipasi dalam politik masih terjamin, misalnya kebebasan untuk ikut dalam pemilu, kebebasan memperebutkan jabatan publik strategis, dan lain sebagainya," katanya.
(maf)