Respons Fahri Hamzah Terkait KPU Larang Eks Koruptor Maju Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri menuai pro dan kontra berbagai kalangan termasuk di DPR sendiri.
Bahkan, Wakil Ketua DPR Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah mengingatkan bahwa KPU bukan pembuat Undang-Undang (UU), jadi tidak seharusnya KPU membuat aturan sendiri yang tidak diatur dalam UU.
"Saya enggak setuju kalau KPU ikut-ikut bikin Undang-Undang, KPU itu jaga administrasi penyelenggaraan pemilu aja. Jangan ikut, jangan membuat politik penyelenggaraan pemilu. Itu domainnya regulasi domainnya DPR, domainnya politik," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Fahri ingin, agar KPU seharusnya lebih profesional untuk memperbaiki kinerjanya, khususnya dalam memperbaiki hasil evaluasi pada penyelenggaraan Pemilu 2019 kemarin di mana banyak yang masih jelek.
Seperti misalnya, kotak suara dari kardus seharusnya diganti dengan material yang lebih baik, rapihkan data pemilih dan desak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk merampungkan e-KTP agar ata penduduk dan data pemilih tersunkronisasi.
"Itu wilayah KPU, enggak usah urus-urus politik. KPU ini pekerjaannya enggak dikerjakan, pekerjaan orang lain mau dikerjaan. Suka begitu ya orang-orang kita itu? Kerjaan enggak dikerjain, kerjaan orang dikerjain," tukas Fahri.
Karena itu, Fahri menegaskan, bahwa membuat aturan itu bukan domain dari pada KPU. Kalau dalam UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada memang melarang KPU bisa membuat larangan, tetapi kalau UU tidak memuat larangan maka KPU tidak boleh membuat ketentuan sendiri.
Menurutnya, KPU harus menggunakan UU yang berlaku sebagai dasar pijakan membuat peraturan. "Yasudah sabar, kalau belum selesai ya pakai yang ada dulu. Jangan kalau DPR belum kerja terus dia mau bikin sendiri," tegasnya.
"Enak saja dia mau jadi regulator juga. Jangan mengambil pekerjaan pembuat undang-undang. Dan jangan bikin ketentuan untuk membatasi hak warga negara tidak pakai undang-undang," sambungnya.
Diakui Fahri, apa yang dilakukan KPU itu telah melanggar konstitusi dan merampas hak orang lain. KPU melakukan hal yang bukan tugasnya.
"(KPU) Melanggar konstitusi. Konstitusi mengatur kalau mau merampas hak orang harus pakai undang-undang. Jangan merampas hak orang pakai keputusan KPU. Salah itu, Dia enggak punya (kewenangan), levelnya enggak level dia," tandasnya.
Bahkan, Wakil Ketua DPR Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah mengingatkan bahwa KPU bukan pembuat Undang-Undang (UU), jadi tidak seharusnya KPU membuat aturan sendiri yang tidak diatur dalam UU.
"Saya enggak setuju kalau KPU ikut-ikut bikin Undang-Undang, KPU itu jaga administrasi penyelenggaraan pemilu aja. Jangan ikut, jangan membuat politik penyelenggaraan pemilu. Itu domainnya regulasi domainnya DPR, domainnya politik," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Fahri ingin, agar KPU seharusnya lebih profesional untuk memperbaiki kinerjanya, khususnya dalam memperbaiki hasil evaluasi pada penyelenggaraan Pemilu 2019 kemarin di mana banyak yang masih jelek.
Seperti misalnya, kotak suara dari kardus seharusnya diganti dengan material yang lebih baik, rapihkan data pemilih dan desak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk merampungkan e-KTP agar ata penduduk dan data pemilih tersunkronisasi.
"Itu wilayah KPU, enggak usah urus-urus politik. KPU ini pekerjaannya enggak dikerjakan, pekerjaan orang lain mau dikerjaan. Suka begitu ya orang-orang kita itu? Kerjaan enggak dikerjain, kerjaan orang dikerjain," tukas Fahri.
Karena itu, Fahri menegaskan, bahwa membuat aturan itu bukan domain dari pada KPU. Kalau dalam UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada memang melarang KPU bisa membuat larangan, tetapi kalau UU tidak memuat larangan maka KPU tidak boleh membuat ketentuan sendiri.
Menurutnya, KPU harus menggunakan UU yang berlaku sebagai dasar pijakan membuat peraturan. "Yasudah sabar, kalau belum selesai ya pakai yang ada dulu. Jangan kalau DPR belum kerja terus dia mau bikin sendiri," tegasnya.
"Enak saja dia mau jadi regulator juga. Jangan mengambil pekerjaan pembuat undang-undang. Dan jangan bikin ketentuan untuk membatasi hak warga negara tidak pakai undang-undang," sambungnya.
Diakui Fahri, apa yang dilakukan KPU itu telah melanggar konstitusi dan merampas hak orang lain. KPU melakukan hal yang bukan tugasnya.
"(KPU) Melanggar konstitusi. Konstitusi mengatur kalau mau merampas hak orang harus pakai undang-undang. Jangan merampas hak orang pakai keputusan KPU. Salah itu, Dia enggak punya (kewenangan), levelnya enggak level dia," tandasnya.
(maf)