Pemerintah-Swasta Diminta Bersinergi Tekan Angka Pengangguran
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan swasta diminta bersinergi untuk menghentikan munculnya pengangguran baru.
Revolusi industri 4.0 dinilai telah membawa perubahan nyata dalam pergeseran pola bisnis di Indonesia, salah satunya industri ritel.
Maka itu, pemerintah didorong menciptakan regulasi yang adaptif guna menghentikan munculnya pengangguran baru jika ada industri ritel konvensional yang jatuh akibat gagal bersaing dengan ritel online.
Partner Melli Darsa & Co. PwC Indonesia, Indra Allen menuturkan, regulasi saat ini masih terpaku pada konteks bisnis ritel konvensional sehingga menjadi gagap dalam mengikuti tren industri ritel online yang pertumbuhannya begitu pesat.
“Kita berharap pemerintah mampu menjadi pemimpin kemajuan industri 4.0, bukan justru dipimpin. Semua itu harus dimulai dari penerapan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan industri itu sendiri,” kata Indra, Senin (29/7/2019).
Sekadar diketahui, data sensus Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sepuluh tahun terakhir, mencatat industri e-commerce Indonesia mengalami peningkatan hingga 17%, dengan total jumlah usaha e-commerce mencapai 26,2 juta unit. Sebaliknya di saat yang sama, perkembangan bisnis ritel konvensional mulai redup.
Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan juga tidak terhindarkan. Salah satu alasan dari penutupan gerai konvensional adalah biaya yang tinggi seperti sewa ruangan, gaji pegawai, listrik dan lain-lain.
Hal tersebut dinilai tidak lagi menjadi beban bagi ritel online sehingga harga jual secara online bisa lebih murah.
Maka itu, Indra mengatakan, regulasi yang mengakomodasi industri 4.0 perlu melibatkan semua pemangku kepentingan. Dia berpendapat, isu ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga perusahaan-perusahaan ritel terkait.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi, kata dia, pemerintah harus mewajibkan perusahaan memberi pelatihan kepada para karyawan agar tidak gagap teknologi. Para karyawan perlu diberikan pengetahuan dan bekal berbasis teknologi informasi yang cukup agar dapat menunjang inovasi perusahaan dan memiliki modal untuk mengembangkan ekonomi kreatif di kemudian hari.
Selain itu, sambung dia, perlu dipertimbangkan pemberian insentif kepada ritel konvensional atau menyeimbangkan level playing field antara ritel konvesional dan online agar keduanya dapat berjalan beriringan tanpa mengorbankan satu sama lain, misalnya dari aspek pajak.
Akan tetapi, kata Indra, ritel konvensional juga harus melakukan introspeksi atas aspek pelayanannya. Kita sudah sangat familiar dengan kalimat 'barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan' dan proses retur yang prosesnya cukup berbelit.
Hal tersebut tidak terjadi dalam ritel online. Konsumen dapat mengembalikan barang yang telah mereka beli tanpa mengeluarkan banyak usaha. Jika telat mengambil langkah, Indra khawatir dengan jatuhnya ritel konvensional akan berdampak lebih luas, seperti terjadinya pengangguran, turunnya daya beli masyarakat, hingga kemiskinan.
“Harus ada kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta agar SDM kita mampu dan siap menghadapi industri 4.0,” tuturnya.
Revolusi industri 4.0 dinilai telah membawa perubahan nyata dalam pergeseran pola bisnis di Indonesia, salah satunya industri ritel.
Maka itu, pemerintah didorong menciptakan regulasi yang adaptif guna menghentikan munculnya pengangguran baru jika ada industri ritel konvensional yang jatuh akibat gagal bersaing dengan ritel online.
Partner Melli Darsa & Co. PwC Indonesia, Indra Allen menuturkan, regulasi saat ini masih terpaku pada konteks bisnis ritel konvensional sehingga menjadi gagap dalam mengikuti tren industri ritel online yang pertumbuhannya begitu pesat.
“Kita berharap pemerintah mampu menjadi pemimpin kemajuan industri 4.0, bukan justru dipimpin. Semua itu harus dimulai dari penerapan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan industri itu sendiri,” kata Indra, Senin (29/7/2019).
Sekadar diketahui, data sensus Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sepuluh tahun terakhir, mencatat industri e-commerce Indonesia mengalami peningkatan hingga 17%, dengan total jumlah usaha e-commerce mencapai 26,2 juta unit. Sebaliknya di saat yang sama, perkembangan bisnis ritel konvensional mulai redup.
Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan juga tidak terhindarkan. Salah satu alasan dari penutupan gerai konvensional adalah biaya yang tinggi seperti sewa ruangan, gaji pegawai, listrik dan lain-lain.
Hal tersebut dinilai tidak lagi menjadi beban bagi ritel online sehingga harga jual secara online bisa lebih murah.
Maka itu, Indra mengatakan, regulasi yang mengakomodasi industri 4.0 perlu melibatkan semua pemangku kepentingan. Dia berpendapat, isu ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga perusahaan-perusahaan ritel terkait.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi, kata dia, pemerintah harus mewajibkan perusahaan memberi pelatihan kepada para karyawan agar tidak gagap teknologi. Para karyawan perlu diberikan pengetahuan dan bekal berbasis teknologi informasi yang cukup agar dapat menunjang inovasi perusahaan dan memiliki modal untuk mengembangkan ekonomi kreatif di kemudian hari.
Selain itu, sambung dia, perlu dipertimbangkan pemberian insentif kepada ritel konvensional atau menyeimbangkan level playing field antara ritel konvesional dan online agar keduanya dapat berjalan beriringan tanpa mengorbankan satu sama lain, misalnya dari aspek pajak.
Akan tetapi, kata Indra, ritel konvensional juga harus melakukan introspeksi atas aspek pelayanannya. Kita sudah sangat familiar dengan kalimat 'barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan' dan proses retur yang prosesnya cukup berbelit.
Hal tersebut tidak terjadi dalam ritel online. Konsumen dapat mengembalikan barang yang telah mereka beli tanpa mengeluarkan banyak usaha. Jika telat mengambil langkah, Indra khawatir dengan jatuhnya ritel konvensional akan berdampak lebih luas, seperti terjadinya pengangguran, turunnya daya beli masyarakat, hingga kemiskinan.
“Harus ada kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta agar SDM kita mampu dan siap menghadapi industri 4.0,” tuturnya.
(dam)