Pendapat Antasari Soal Komposisi Pimpinan KPK Mendatang
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar berharap ada unsur jaksa dan polisi dalam pimpinan KPK mendatang.
"Dari lima orang itu harus ada unsur penuntut umum, unsur polisi. Satu dari polisi, satu jaksa, yang ketiganya silakan, mau dari perbankan, akuntan boleh saja," ujar Antasari saat berbicara dalam diskusi bertajuk Mencari pemberantasan korupsi yang Mumpuni di Pressroom DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2019).
Dengan adanya penuntut umum dan polisi, kata dia, pimpinan KPK dapat saling mengisi. "Yang jelas dua unsur tadi harus ada karena ini lembaga lex specialis pemberantas korupsi," ujarnya.
Di samping itu, kata dia, pimpinan KPK jilid V nantinya harus lebih pintar dari anak buahnya. "Apakah itu penyidik atau penuntut umum (pimpinan-red) harus lebih pintar," ujarnya.
Untuk itu, Panitia seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK dinilai Antasari harus teliti dalam melakukan penyaringan.
"Saya minta ke Bu Yenti (Ketua Pansel), pimpinan KPK itu betul-betul yang memahami tidak saja teori, tetapi teknis hukum," katanya.
Mantan jaksa ini menilai pimpinan KPK saat ini terindikasi melanggar undang-undang karena tidak ada unsur penuntut umum.
"KPK yang sekarang terindikasi susunannya melanggar UU, karena jelas dibaca pasal 21 ayat 5 (UU 30 Tahun 2002 tentang KPK) disebutkan komisioner KPK terdiri atas lima orang. Lima orang itu harus ada unsur penutut umum dan unsur penyidik,” ujarnya.
Sekadar informasi, dalam pimpinan KPK Jilid IV saat ini tidak ada unsur jaksa, sementara dari unsur polisi diwakili Basaria Panjaitan. Selebihnya, Agus Rahardjo (birokrat), Laode M Syarif (akademisi), Alexander Marwata (auditor BPK), Saut Situmorang (akademisi/intelijen).
“Tidak ada unsur penuntut umum saja melanggar undang-undang. Sekarang unsur jaksa siapa? Berarti kan melanggar undang-undang,” kata mantan terpidana kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen ini.
Pakar Pidana dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting sependapat dengan Antasari bahwa harus ada unsur jaksa dan kepolisian dalam pimpinan KPK.
Menurut dia, harus ada yang pimpinan KPK yang mengerti proses penyidikan dan penuntutan.“Kalau sekarang kan siapa yang menjadi pimpinan KPK otomatis menjadi penyidik dan penuntut umum. Itulah permasalahannya,” ujar Ginting dalam kesempatan sama.
Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan menyadari masih adanya perdebatan publik soal wajib tidaknya unsur polisi dan jaksa dalam komposisi komisioner KPK.
Trimedya berpendapat itu terjadi karena Pasal 21 ayat 5 UU 30/2002 tentang KPK tidak menyebut secar eksplisit penyidik adalah polisi dan penuntut umum itu jaksa.
"Dari lima orang itu harus ada unsur penuntut umum, unsur polisi. Satu dari polisi, satu jaksa, yang ketiganya silakan, mau dari perbankan, akuntan boleh saja," ujar Antasari saat berbicara dalam diskusi bertajuk Mencari pemberantasan korupsi yang Mumpuni di Pressroom DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2019).
Dengan adanya penuntut umum dan polisi, kata dia, pimpinan KPK dapat saling mengisi. "Yang jelas dua unsur tadi harus ada karena ini lembaga lex specialis pemberantas korupsi," ujarnya.
Di samping itu, kata dia, pimpinan KPK jilid V nantinya harus lebih pintar dari anak buahnya. "Apakah itu penyidik atau penuntut umum (pimpinan-red) harus lebih pintar," ujarnya.
Untuk itu, Panitia seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK dinilai Antasari harus teliti dalam melakukan penyaringan.
"Saya minta ke Bu Yenti (Ketua Pansel), pimpinan KPK itu betul-betul yang memahami tidak saja teori, tetapi teknis hukum," katanya.
Mantan jaksa ini menilai pimpinan KPK saat ini terindikasi melanggar undang-undang karena tidak ada unsur penuntut umum.
"KPK yang sekarang terindikasi susunannya melanggar UU, karena jelas dibaca pasal 21 ayat 5 (UU 30 Tahun 2002 tentang KPK) disebutkan komisioner KPK terdiri atas lima orang. Lima orang itu harus ada unsur penutut umum dan unsur penyidik,” ujarnya.
Sekadar informasi, dalam pimpinan KPK Jilid IV saat ini tidak ada unsur jaksa, sementara dari unsur polisi diwakili Basaria Panjaitan. Selebihnya, Agus Rahardjo (birokrat), Laode M Syarif (akademisi), Alexander Marwata (auditor BPK), Saut Situmorang (akademisi/intelijen).
“Tidak ada unsur penuntut umum saja melanggar undang-undang. Sekarang unsur jaksa siapa? Berarti kan melanggar undang-undang,” kata mantan terpidana kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen ini.
Pakar Pidana dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting sependapat dengan Antasari bahwa harus ada unsur jaksa dan kepolisian dalam pimpinan KPK.
Menurut dia, harus ada yang pimpinan KPK yang mengerti proses penyidikan dan penuntutan.“Kalau sekarang kan siapa yang menjadi pimpinan KPK otomatis menjadi penyidik dan penuntut umum. Itulah permasalahannya,” ujar Ginting dalam kesempatan sama.
Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan menyadari masih adanya perdebatan publik soal wajib tidaknya unsur polisi dan jaksa dalam komposisi komisioner KPK.
Trimedya berpendapat itu terjadi karena Pasal 21 ayat 5 UU 30/2002 tentang KPK tidak menyebut secar eksplisit penyidik adalah polisi dan penuntut umum itu jaksa.
(dam)