BNPT Ingin Pastikan Pimpinan Baru KPK Benar-benar 'Clear'
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 mendatang diharapkan memiliki wawasan kebangsaan yang cukup.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH usai menerima Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK yang dipimpin Yenti Garnasih.
Kedatangan Pansel Capim KPK ini bertujuan untuk bekerja sama dengan BNPT untuk membicarakan upaya pencegahan sekaligus meminta bantuan profiling terhadap para kandidat dalam proses seleksi Capim (komisioner) KPK yang kemungkinan terindikasi berpaham radikal.
"Tentunya terhadap pimpinan KPK periode mendatang kami ingin menghasilkan pimpinan yang betul-betul 'clear', moderat, memiliki akhlakul karimah dan betul-betul punya wawasan kebangsaan yang cukup dalam menjaga NKRI ini,” ujar Komjen Pol Suhardi Alius dalam jumpa persnya usai bertemu Pansel Capim KPK di kantor BNPT yang berada di salah satu kantor Kementerian di Jakarta, Senin 1 Juli 2019 petang.
Suhardi menjelaskan, seleksi capim KPK untuk menilai kandidat yang berkemungkinan terpapar paham radikalisme akan dilakukan oleh pihaknya sesuai prosedur dan bersifat rahasia.
"Kami ingin membantu dari sisi moderasi, karena mempertahankan Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ini kan tidak mudah. Nah disinilah kita membantu untuk memetakan para capim KPK yang sudah mendaftar tersebut. Mekanismenya seperti apa, itu rahasia dapur,” ucap mantan Kabareskrim Polri ini.
Pastinya, menurut dia, BNPT akan melakukan pemetaan terhadap para capim KPK yang sudah mendaftar yang selajutnya data tersebut bisa digunakan oleh Pansel Capim KPK untuk membandingkan dengan data yang didapat dari instansi lainnya.
“Nanti ada di tahapan tertentu nama-nama tersebut dapat dikirimkan ke kami, bukan di tahapan awal tapi sudah di tahapan tertentu. Nanti para calon tersebut akan kita telusuri semuannya. Data tersebut akan kita berikan semuanya ke Pansel. Nanti data ini bisa disandingkan oleh Pansel tersebut dengan data dari lainnya seperti data dari BIN, Polri, Kejaksaan hingga BNN. Metode dan parameternya ada pada kita sebagaimana yang lazim sudah kita laksanakan terhadap Kementerian-kementerian yang lain,” tutur alumni Akpol tahun 1985 ini.
Menurut dia, dalam rapat bersama dengan Pansel Capim KPK, pihaknya juga telah menjelaskan mengenai beberapa poin terkait radikal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seleksi tersebut. Karena, makna radikal itu ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.
“Dari kami yang dimaksud radikal itu adalah radikal yang berperspektif negatif, yakni masalah intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI dan penyebaran paham takfiri atau suka mengkafir kafirkan orang. Itu yang kita sosialisasikan dan kembangkan di BNPT untuk memetakan difinisi radikal itu,” ucap mantan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan.
Dia menjelaskan, selama ini kerja sama yang dilakukan BNPT dalam upaya penanggulangan paham radikalisme tidak hanya dengan Pansel Capim KPK.
Sebelumnya, BNPT juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) guna mengantisipasi dan menanggulangi penyebaran paham radikalisme di perguruan tinggi.
“Keterlibatan BNPT dalam menyeleksi ini merupakan hal lumrah dilakukan. Jadi kita ingin bukan hanya untuk capim KPK saja, tapi kami juga menginginkan semua lini agar bisa ikut memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi dari NKRI ini,” ujar mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Sudah ada sebanyak 93 kandidat yang mendaftar untuk menjadi Capim KPK. Mereka berasal dengan berbagai latar belakang seperti advokat, Polri, PNS, pensiunan jaksa, dosen dan lainnya.
Sementara itu Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih mengatakan kedatangannya ke BNPT adalah untuk meminta lembaga itu untuk ikut menyaring para kandidat capim KPK periode 2019-2023. Hal ini agar pimpinan KPK mendatang tak terindikasi paham radikalisme.
"Hari ini kami menemui jajaran BNPT dan kita sudah diterima oleh Kepala BNPT. Karena sesuai tahapan yang kita lakukan sejak awal bahwa ada kriteria agar komisioner KPK tidak terindikasi paham radikal dan bagaimana kriterianya kita serahkan ke BNPT, untuk itulah pansel datang ke mari," kata Yenti.
Dia mengatakan, kerja sama yang dilakukan pihaknya bersama BNPT untuk memetakan para capim KPK. Hal ini juga yang diminta oleh Presiden Joko Widodo saat memanggil para anggota pansel ke Istana beberapa waktu lalu.
“Ini untuk mengantisipasi atau melihat dan membaca situasi yang ada pada dinamika di Indonesia karena sejak awal pansel berkepentingan calonnya tidak terindikasi paham radikal ,” ucap Yenti.
Nantinya setelah pansel ini menerima semua nama-nama pendaftar maka pansel akan mengirimkan nama-nama tersebut ke sejumlah lembaga yang sudah dimintai kerja sama sebelumnya oleh pansel, termasuk ke BNPT.
Hadir pula anggota Pansel Capim KPK yang turut mendampini Yenti Ganarsih yaitu Indiryanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, dan Al Araf.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH usai menerima Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK yang dipimpin Yenti Garnasih.
Kedatangan Pansel Capim KPK ini bertujuan untuk bekerja sama dengan BNPT untuk membicarakan upaya pencegahan sekaligus meminta bantuan profiling terhadap para kandidat dalam proses seleksi Capim (komisioner) KPK yang kemungkinan terindikasi berpaham radikal.
"Tentunya terhadap pimpinan KPK periode mendatang kami ingin menghasilkan pimpinan yang betul-betul 'clear', moderat, memiliki akhlakul karimah dan betul-betul punya wawasan kebangsaan yang cukup dalam menjaga NKRI ini,” ujar Komjen Pol Suhardi Alius dalam jumpa persnya usai bertemu Pansel Capim KPK di kantor BNPT yang berada di salah satu kantor Kementerian di Jakarta, Senin 1 Juli 2019 petang.
Suhardi menjelaskan, seleksi capim KPK untuk menilai kandidat yang berkemungkinan terpapar paham radikalisme akan dilakukan oleh pihaknya sesuai prosedur dan bersifat rahasia.
"Kami ingin membantu dari sisi moderasi, karena mempertahankan Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ini kan tidak mudah. Nah disinilah kita membantu untuk memetakan para capim KPK yang sudah mendaftar tersebut. Mekanismenya seperti apa, itu rahasia dapur,” ucap mantan Kabareskrim Polri ini.
Pastinya, menurut dia, BNPT akan melakukan pemetaan terhadap para capim KPK yang sudah mendaftar yang selajutnya data tersebut bisa digunakan oleh Pansel Capim KPK untuk membandingkan dengan data yang didapat dari instansi lainnya.
“Nanti ada di tahapan tertentu nama-nama tersebut dapat dikirimkan ke kami, bukan di tahapan awal tapi sudah di tahapan tertentu. Nanti para calon tersebut akan kita telusuri semuannya. Data tersebut akan kita berikan semuanya ke Pansel. Nanti data ini bisa disandingkan oleh Pansel tersebut dengan data dari lainnya seperti data dari BIN, Polri, Kejaksaan hingga BNN. Metode dan parameternya ada pada kita sebagaimana yang lazim sudah kita laksanakan terhadap Kementerian-kementerian yang lain,” tutur alumni Akpol tahun 1985 ini.
Menurut dia, dalam rapat bersama dengan Pansel Capim KPK, pihaknya juga telah menjelaskan mengenai beberapa poin terkait radikal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seleksi tersebut. Karena, makna radikal itu ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.
“Dari kami yang dimaksud radikal itu adalah radikal yang berperspektif negatif, yakni masalah intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI dan penyebaran paham takfiri atau suka mengkafir kafirkan orang. Itu yang kita sosialisasikan dan kembangkan di BNPT untuk memetakan difinisi radikal itu,” ucap mantan Kapolda Jawa Barat ini menjelaskan.
Dia menjelaskan, selama ini kerja sama yang dilakukan BNPT dalam upaya penanggulangan paham radikalisme tidak hanya dengan Pansel Capim KPK.
Sebelumnya, BNPT juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) guna mengantisipasi dan menanggulangi penyebaran paham radikalisme di perguruan tinggi.
“Keterlibatan BNPT dalam menyeleksi ini merupakan hal lumrah dilakukan. Jadi kita ingin bukan hanya untuk capim KPK saja, tapi kami juga menginginkan semua lini agar bisa ikut memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi dari NKRI ini,” ujar mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Sudah ada sebanyak 93 kandidat yang mendaftar untuk menjadi Capim KPK. Mereka berasal dengan berbagai latar belakang seperti advokat, Polri, PNS, pensiunan jaksa, dosen dan lainnya.
Sementara itu Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih mengatakan kedatangannya ke BNPT adalah untuk meminta lembaga itu untuk ikut menyaring para kandidat capim KPK periode 2019-2023. Hal ini agar pimpinan KPK mendatang tak terindikasi paham radikalisme.
"Hari ini kami menemui jajaran BNPT dan kita sudah diterima oleh Kepala BNPT. Karena sesuai tahapan yang kita lakukan sejak awal bahwa ada kriteria agar komisioner KPK tidak terindikasi paham radikal dan bagaimana kriterianya kita serahkan ke BNPT, untuk itulah pansel datang ke mari," kata Yenti.
Dia mengatakan, kerja sama yang dilakukan pihaknya bersama BNPT untuk memetakan para capim KPK. Hal ini juga yang diminta oleh Presiden Joko Widodo saat memanggil para anggota pansel ke Istana beberapa waktu lalu.
“Ini untuk mengantisipasi atau melihat dan membaca situasi yang ada pada dinamika di Indonesia karena sejak awal pansel berkepentingan calonnya tidak terindikasi paham radikal ,” ucap Yenti.
Nantinya setelah pansel ini menerima semua nama-nama pendaftar maka pansel akan mengirimkan nama-nama tersebut ke sejumlah lembaga yang sudah dimintai kerja sama sebelumnya oleh pansel, termasuk ke BNPT.
Hadir pula anggota Pansel Capim KPK yang turut mendampini Yenti Ganarsih yaitu Indiryanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, dan Al Araf.
(dam)