Kemenpan-RB Akan Tindak PNS yang Bolos Usai Libur Lebaran

Senin, 10 Juni 2019 - 08:14 WIB
Kemenpan-RB Akan Tindak PNS yang Bolos Usai Libur Lebaran
Kemenpan-RB Akan Tindak PNS yang Bolos Usai Libur Lebaran
A A A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) meminta agar jajaran pegawai negeri sipi (PNS) untuk masuk kerja sesuai ketetapan. Jika ada PNS yang membolos dipastikan akan mendapatkan sanksi disiplin.

Seperti diketahui hari ini merupakan hari pertama masuk kerja bagi PNS setelah libur Lebaran. “Kami menghimbau agar para PNS masuk kerja pada 10 Juni,” kata Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik (HKIP) Kemenpan-RB Mudzakir saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan di dalam Keputusan Presiden (Keppres) No.13/2019 tentang Cuti Bersama PNS bahwa cuti terkait Hari Raya Idul Fitri adalah 3, 4, 7 Juni 2019. Sehingga pelayanan kepada masyarakat mulai hari ini dapat berjalan maksimal. “Disiplin PNS sangat diharapkan masyarakat agar pelayanan tidak terganggu. Dan birokrasi bisa bekerja optimal,” ungkapnya.

Menurut Mudzakir, setiap instansi baik pusat maupun daerah diharuskan mengirimkan data kehadiran PNS pasca libur Lebaran. Menurutnya membolos masuk pada pelanggaran disiplin ringan. Di mana sanksi yang diterima PNS membolos antara lain teguran lisan dan tertulis. “Sanksi bagi PNS yang tidak disiplin akan dikenakan sesuai PP Nomor 53/2010 tentang Disiplin PNS. Membolos sehari pelanggaran disiplin ringan,” tuturnya.

Kepala Biro (Karo) Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan membenarkan bahwa sesuai dengan surat edaran menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (Menpan-RB) Nomor B/26/M.SM.00.01/2019 bahwa setiap instansi diwajibkan melaporkan absensi hari ini. Absensi hari peertama tersebut dilaporkan melalui aplikasi SiDina milik Kemenpan-RB.

“Instansi pusat dan daerah wajib menyampaikan laporan melalui aplikasi SiDina. Dengan username dan password yang sama untuk e-formasi kebutuhan CPNS. Jadi semua instansi sudah punya,” ungkapnya.

Ridwan memperingatkan bagi PNS yang membolos tanpa alasan yang jelas. Pasalnya sanksi disiplin yang diterima bisa jadi tidak ringan, melainkan sedang. Di mana sanksi sedang meliputi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat berkala selama satu tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

“Ini masuknya pelanggaran karena tidak mengindahkan perintah kedinasan. Kan perintahnya hanya sampai tanggal 7 Juni. Penjatuhan juga disesuaikan dengan alasan. Kalau niatnya membolos mungkin bisa masuk sanksi sedang. Misal bolos karena tidak dapat tiket mungkin teguran lisan dan tertulis,” paparnya.

Ridwan berharap semakin sedikit PNS yang membolos pasca libur lebaran. Apalagi pemerintah telah berkali-kali mengingatkan batasan waktu cuti bersama.

“Kita sudah gaungkan berkali-kali. Lebih intenslah. Kalau masih ada yang membolos ya niatnya tidak mau kerja. Bahkan ada instansi yang mungkin memotong tunjangan kinerja karena abensinya tidak maksimal. Di BKN bisa dipotong 2%,” jelasnya.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah menilai seharusnya peringatan larangan membolos tidak perlu dilakukan setiap pasca Lebaran. Pasalnya PNS seharusnya tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

“Memang seharusnya tidak perlu. Tapi memang pemerintah masjih perlu melakukan ini untuk mengingatkan orang-orang yang memiliki kesadaran profesinya rendah. Ini tak hanya di PNS, di swasta juga,” ungkapnya.

Lina menilai bahwa hari ini masih akan diwarnai PNS-PNS yang membolos. Hal ini dikarenakan format hari libur yang lebih panjang sebelum Lebaran. Sementara setelah Lebaran cukup pendek. “Saya rasa masih akan ada yang membolos. Karena setelah lebaran kan cukup pendek liburnya,” tuturnya. Ditanyakan efektifitas sanksi, Lina mengatakan hal tersebut tidak berpengaruh banyak.

Menurutnya persoalan disiplin erat kaitannya dengan mental PNS. Jika dapat bersikap profesional, maka pasti tidak akan membolos. “Teguran lisan ataupun tertulis tidak terlalu efektif. Pun juga jika dipotong tunjangan kerja juga tidak efektif. Mungkin dipotong Rp. 200 sampai 300 ribu, mereka biasa saja,” pungkasnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2789 seconds (0.1#10.140)