Ditjenpas Fasilitasi 33 Warga Binaan Lapas Raih Gelar Sarjana Hukum
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM memfasilitasi penuh 33 orang warga binaan pemasyarakatan (WBP) untuk menempuh kuliah dan meraih gelar sarjana strata 1 di bidang hukum. Ke-33 WBP itu pada saatnya diharapkan mampu menjadi konsultan dan penasihat hukum bagi WBP lain atau masyarakat kecil yang membutuhkan.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami mengatakan, upaya dukungan penuh Ditjenpas kepada para WBP tersebut merupakan bagian dari komitmen untuk mempercepat implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.
Revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan sendiri merupakan upaya Kemenkumham, khususnya Ditjenpas, untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemasyarakatan yang semakin baik dalam memberikan perlakuan terhadap tahanan, narapidana, dan klien, termasuk memberikan perlindungan atas hak kepemilikan terhadap barang bukti.
Beberapa waktu lalu Sri Puguh Budi Utami menegaskan bahwa untuk mempercepat terwujudnya implementasi Permen Kumham no 35/2018 tersebut, Ditjenpas harus senantiasa melakukan langkah-langkah inovatif demi menyelesaikan permasalahan dan menemukan jalan keluar.
“Kita semua perlu menyusun langkah strategis untuk pembenahan dan optimalisasi, serta penguatan penyelenggaraan pemasyarakatan,” kata Dirjenpas Sri Puguh Budi Utami kepada wartawan, Minggu (26/5/2019).
Berkenaan pemberian kesempatan kuliah tersebut, menurut Dirjen yang akrab dipanggil Utami itu, seleksi ketat telah dilakukan sebelumnya, sekitar setahun lalu. Ke-33 WBP mahasiswa itu diambil dari lapas-lapas seluruh Indonesia, diupayakan proporsional meliputi ketiga Kawasan Indonesia, yakni kawasan barat, tengah dan timur. “Pokoknya dari Aceh sampai Papua, kita upayakan merata,” kata Utami.
Para WBP mahasiswa itu kini terkumpul di Lapas Pemuda, Tangerang, Banten. Kuliah dilakukan di dalam lapas, dengan pengajar para dosen dari Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang, sebagai bagian dari program kerja sama.
Utami menegaskan, pada saat usai meraih gelar sarjana hukum, para lulusan akan diberikan pendidikan lanjutan untuk menjadi konsultan dan penasihat hukum. “Dengan demikian, mereka bisa membantu rekan-rekan sesama WBP yang memerlukan pendampingan hukum,” kata Dirjen.
Ia percaya, bila ditangani oleh sesama WBP dengan keahlian mumpuni, efektivitas pendampingan akan lebih baik. “Para penasihat hukum itu nanti akan bisa bicara tak hanya dengan argumentasi rasional, tetapi juga dengan hati dan perasaan karena mereka pun sudah mengalami sendiri. Jadi pembelaan akan komplet, melibatkan argumentasi hukum, rasio, pengalaman, perasaan. lengkap, baik teori, konsep maupun pengalaman empiris,” terang Dirjen.
Langkah lebih lanjut yang menjadi tujuan, diharapkan para penasihat hukum lulusan program tersebut bisa membentuk komunitas dan membangun firma hukum bersama dengan kerja pokok membantu saudara-saudara mereka yang tersebar di seluruh Lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan).
Yang menggembirakan, kata Utami, program yang sudah berjalan dua semester itu berjalan sangat baik. Hal itu ditandai dengan pencapaian prestasi akademik yang menggembirakan. “Ada dua orang yang indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya sempurna, 4. Yang terendah pun mencatatkan IPK 3,3, dengan rata-rata IPK 3,5 untuk 33 mahasiswa tersebut,” ungkapnya.
Sebagai tindak lanjut program tersebut, tengah disusun upaya untuk menggandeng Universitas Bosowa di Makassar dan sebuah perguruan tinggi di Medan untuk program serupa. “Yang beda mungkin ilmu yang dipelajari. Bila di Tangerang soal hukum, di Medan dan Makassar mungkin masing-masing ilmu komputer dan ilmu ekonomi,” harapnya.
Utami mengatakan, dana-dana CSR dari berbagai korporasi kini langsung tersalur ke berbagai universitas dan pihak mitra kerja sama, tanpa harus melalui Ditjenpas terlebih dulu. “Dengan begitu transparansi dan akuntabilitas bisa sangat terjaga,” kata dia.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami mengatakan, upaya dukungan penuh Ditjenpas kepada para WBP tersebut merupakan bagian dari komitmen untuk mempercepat implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.
Revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan sendiri merupakan upaya Kemenkumham, khususnya Ditjenpas, untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemasyarakatan yang semakin baik dalam memberikan perlakuan terhadap tahanan, narapidana, dan klien, termasuk memberikan perlindungan atas hak kepemilikan terhadap barang bukti.
Beberapa waktu lalu Sri Puguh Budi Utami menegaskan bahwa untuk mempercepat terwujudnya implementasi Permen Kumham no 35/2018 tersebut, Ditjenpas harus senantiasa melakukan langkah-langkah inovatif demi menyelesaikan permasalahan dan menemukan jalan keluar.
“Kita semua perlu menyusun langkah strategis untuk pembenahan dan optimalisasi, serta penguatan penyelenggaraan pemasyarakatan,” kata Dirjenpas Sri Puguh Budi Utami kepada wartawan, Minggu (26/5/2019).
Berkenaan pemberian kesempatan kuliah tersebut, menurut Dirjen yang akrab dipanggil Utami itu, seleksi ketat telah dilakukan sebelumnya, sekitar setahun lalu. Ke-33 WBP mahasiswa itu diambil dari lapas-lapas seluruh Indonesia, diupayakan proporsional meliputi ketiga Kawasan Indonesia, yakni kawasan barat, tengah dan timur. “Pokoknya dari Aceh sampai Papua, kita upayakan merata,” kata Utami.
Para WBP mahasiswa itu kini terkumpul di Lapas Pemuda, Tangerang, Banten. Kuliah dilakukan di dalam lapas, dengan pengajar para dosen dari Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang, sebagai bagian dari program kerja sama.
Utami menegaskan, pada saat usai meraih gelar sarjana hukum, para lulusan akan diberikan pendidikan lanjutan untuk menjadi konsultan dan penasihat hukum. “Dengan demikian, mereka bisa membantu rekan-rekan sesama WBP yang memerlukan pendampingan hukum,” kata Dirjen.
Ia percaya, bila ditangani oleh sesama WBP dengan keahlian mumpuni, efektivitas pendampingan akan lebih baik. “Para penasihat hukum itu nanti akan bisa bicara tak hanya dengan argumentasi rasional, tetapi juga dengan hati dan perasaan karena mereka pun sudah mengalami sendiri. Jadi pembelaan akan komplet, melibatkan argumentasi hukum, rasio, pengalaman, perasaan. lengkap, baik teori, konsep maupun pengalaman empiris,” terang Dirjen.
Langkah lebih lanjut yang menjadi tujuan, diharapkan para penasihat hukum lulusan program tersebut bisa membentuk komunitas dan membangun firma hukum bersama dengan kerja pokok membantu saudara-saudara mereka yang tersebar di seluruh Lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan).
Yang menggembirakan, kata Utami, program yang sudah berjalan dua semester itu berjalan sangat baik. Hal itu ditandai dengan pencapaian prestasi akademik yang menggembirakan. “Ada dua orang yang indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya sempurna, 4. Yang terendah pun mencatatkan IPK 3,3, dengan rata-rata IPK 3,5 untuk 33 mahasiswa tersebut,” ungkapnya.
Sebagai tindak lanjut program tersebut, tengah disusun upaya untuk menggandeng Universitas Bosowa di Makassar dan sebuah perguruan tinggi di Medan untuk program serupa. “Yang beda mungkin ilmu yang dipelajari. Bila di Tangerang soal hukum, di Medan dan Makassar mungkin masing-masing ilmu komputer dan ilmu ekonomi,” harapnya.
Utami mengatakan, dana-dana CSR dari berbagai korporasi kini langsung tersalur ke berbagai universitas dan pihak mitra kerja sama, tanpa harus melalui Ditjenpas terlebih dulu. “Dengan begitu transparansi dan akuntabilitas bisa sangat terjaga,” kata dia.
(pur)