Majelis Hakim Sebut Uang Rp11,5 Miliar untuk Menpora

Selasa, 21 Mei 2019 - 07:26 WIB
Majelis Hakim Sebut...
Majelis Hakim Sebut Uang Rp11,5 Miliar untuk Menpora
A A A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 2 tahun 8 bulan kepada Sekretaris Jenderal KONI Pusat Ending Fuad Hamidy, sedangkan Bendahara Umum KONI Pusat Jhony E Awuy dihukum 1 tahun 8 penjara. Majelis hakim juga memastikan uang Rp11,5 miliar yang diterima Miftahul Ulum untuk Menpora Imam Nahrawi.

Ketua majelis hakim yang menangani dan membacakan amar putusan atas nama Ending Fuad Hamidy yakni Rustiono. Untuk Jhony E Awuy, majelis hakim diketuai M Arifin. Tiga anggota majelis hakim yang mendampingi Rustiono dan M Arifin yakni Bambang Hermanto, Ugo, dan M Idris M Amin.

Meski berkas Hamidy dan Jhony terpisah, pembacaan putusan dilakukan dalam satu persidangan. Majelis hakim menilai, Ending Fuad Hamidy dan Jhony E Awuy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik pemberian suap secara bersama-sama dan berlanjut.

Hamidy dan Jhony terbukti memberikan suap berupa barang maupun uang dengan total mencapai Rp12,604 miliar kepada empat orang pejabat di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Pertama, Rp11,5 miliar kepada asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi bernama Miftahul Ulum, di antaranya melalui staf protokoler Menpora bernama Arief Susanto.

Kedua, kepada terdakwa penerima Mulyana selaku deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemenpora berupa 1 mobil Fortuner VRZ TRD hitam metalik nomor polisi B-1749-ZJB seharga Rp489,8 juta; uang sejumlah Rp300 juta; satu kartu anjungan tunai mandiri (ATM)) debit BRI dengan saldo Rp100 juta; dan 1 buah telepon seluler merek Samsung Galaxy Note 9.

Ketiga, uang Rp215 juta kepada dua terdakwa penerima suap yakni Adhi Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus asisten olahraga prestasi pada Kedeputian IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga merangkap Ketua Tim Verifikasi dan Eko Triyanta selaku staf pada Kedeputian IV Olahraga Prestasi Kemenpora, yang biasa menjadi penghubung antara KONI Pusat dan Kemenpora.

Majelis sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK bahwa uang suap dengan total Rp12,604 miliar, terbukti untuk pengurusan dua proposal hibah yang diajukan KONI Pusat hingga mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Kemenpora ke KONI Pusat pada tahun kegiatan 2018.

Proposal pertama, dana hibah dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan (wasping) Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional pada 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018 dengan usulan Rp51.529.854.500 yang disetujui dan dicairkan Rp30 miliar.

Proposal kedua, dana hibah dalam rangka wasping Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018 dengan usulan awal Rp27.506.610.000 dan berubah Rp21.062.670.000, kemudian disetujui dan dicairkan Rp17.971.192.000.

“Mengadili, memutuskan menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Ending Fuad Hamidy dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan dan pidana denda Rp100 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti kurungan selama 2 bulan,” tandas hakim Rustiono.

Dia melanjutkan, majelis hakim juga memutuskan mengabulkan permohonan justice collaborator (JC) yang dimohonkan Hamidy ke majelis hakim. Rustiono menggariskan, ada beberapa alasan JC untuk Hamidy dikabulkan. Pertama, sangat kooperatif dalam mengungkap perkara sehingga menjadikan terang perkara ini.

Kedua, mengakui merasa bersalah, sangat menyesali perbuatan, dan berjanji tidak mengulangi perbuatan. “Majelis hakim berpendapat terjadi suap bukan datang dari terdakwa (Hamidy), tapi dari pihak Kemenpora RI. Maka menurut majelis hakim beralasan untuk mengabulkan permintaan JC tersebut, tapi tidak menghilangkan hukuman terhadap terdakwa tersebut,” paparnya.

Hakim M Arifin menyatakan, terhadap Jhony E Awuy divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp50 juta subsider kurungan selama dua bulan. Majelis meyakini perbuatan Hamidy dan Jhony terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Dia melanjutkan, peran Miftahul Ulum sangat sentral sehingga terjadinya suap di antaranya Ulum membantu pengurusan dan pengawalan dua proposal dana hibah yang diajukan KONI Pusat ke Kemenpora, meminta jatah fee untuk para pejabat Kemenpora berkisar 15-19% dari dana hibah yang disetujui dan dicairkan, hingga menerima suap Rp11,5 miliar dalam lima tahap.

Rinciannya pertama, Rp2 miliar pada Maret 2018 diterima Ulum dari Hamidy di KONI Pusat lantai 12. Kedua, Februari 2018 sebesar Rp500 juta di ruang kerja Hamidy di lantai 12 KONI Pusat. Ketiga, Juni 2018 sebesar Rp3 miliar diterima Ulum melalui Arief Susanto yang diserahkan Johny E Awuy atas perintah Hamidy di lantai 12 KONI Pusat.

Keempat, Mei 2018 Rp3 miliar diterima Ulum di ruang kerja Hamidy. “Kelima, sebelum Lebaran 2018, Ending Fuad Hamidy memberikan uang sejumlah Rp3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Miftahul Ulum di lapangan tenis Kemenpora, dan uang itu ditukarkan Johny atas perintah Hamidy sekitar beberapa hari sebelum lebaran,” papar hakim Arifin.

Hakim Rustiono menuturkan, selain itu Jhony atas sepengetahuan Hamidy juga memberikan kartu ATM ke Ulum yang kemudian ditransfer Rp80 juta. Transfer uang tersebut dalam kurun waktu akhir November hingga awal Desember 2018 saat Ulum di Arab Saudi. Keberadaan Ulum di Tanah Suci untuk mendampingi Menpora Imam Nahrawi menghadiri undangan Federasi Paralayang Asia yang kemudian disusul dengan ibadah umrah.

“Telah terungkap fakta-fakta persidangan di atas berkaitan dengan pemberian uang dari KONI kepada Menpora Imam Nahrawi melalui Miftahul Ulum, di mana saksi Eni Purnawati juga mengakui telah menyerahkan uang kepada Miftahul Ulum dan Arif,” ungkap Rustiono.

Atas putusan majelis hakim, Jhony E Awuy mengaku menerima putusan. Ending Fuad Hamidy meminta waktu satu pekan untuk pikir-pikir. Di sisi lain, tim penasihat hukum Hamidy meminta dieksekusi dan ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung kalau perkara nanti sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Ketua JPU Ronald Ferdinand Worotikan juga mengajukan waktu pikir-pikir selama tujuh hari. “Untuk pelaksanaan tempat eksekusi terpidana Pak Ending, mohon penasihat hukum mengajukan permohonan ke kami berikut alasan-alasannya seandainya inkracht,” tandas Ronald.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9392 seconds (0.1#10.140)