Saat Ramadhan, Banyak Berdoa dan Merindukan Indonesia
A
A
A
Masa kecil Shamsi ternyata tidak jauh berbeda dengan anak laki-laki kebanyakan yang hobi berkelahi.
“Kenakalan” itulah yang kemudian justru membuat sang imam besar masuk pesantren. “Hobi saya menjadi panglima perang pada gembala di kampung. Cita-cita saya ingin menjadi tentara,” kenang Shamsi.
Tidak terlintas sedikit pun di benak Shamsi untuk menjadi ulama seperti sekarang. Namun, takdir membawanya dari keluarga tani sederhana di sebuah kampung terpencil di Kecamatan Kajang, Sulawesi Selatan, menjadi tokoh Islam terkenal di Amerika Serikat.
Shamsi menikah pada usia 21 tahun dan sang istri saat itu masih 17 tahun. Saat ini mereka memiliki enam anak, yang semuanya lahir di luar Indonesia. Anak tertua lahir di Pakistan saat Shamsi masih menjadi mahasiswa.
Anak kedua di Arab Saudi sewaktu dia menjadi guru, sementara empat anak yang lain lahir di New York. Dari keenam anak ini, anak kelima Shamsi sekarang sedang menjalani program hafal Alquran. “Saya kira dia yang akan melanjutkan tugas saya sebagai imam,” ucapnya.
Saat Ramadhan, meskipun berkumpul dengan istri dan anak-anak, tetap ada rasa rindu yang dirasakannya terhadap Tanah Air. Shamsi mengaku, rindu makanan khas Indonesia. “Tapi, secara umum suasana Ramadhan di Indonesia berbeda dengan di AS.
Jadi rindu juga mendengar salawatan, azan, dan lain-lain,” ujar Dewan Penasihat Indonesian Muslim Society di Amerika Serikat, yang rutin ke masjid bersama keluarga serta mengikutsertakan anak-anaknya dalam kegiatan remaja dan pemuda masjid.
Kerinduan Shamsi terhadap Indonesia hanya bisa disampaikan melalui doa. Dia juga berdoa untuk bangsa ini yang pasca Pemilu lalu seperti menjadi terpecah-belah. Menurut dia, kebesaran bangsa ini tidak bisa dipisahkan dari kebesaran Islam.
Jadi, jangan pernah merendahkan agama dalam berbangsa dan bernegara. Apalagi mau dibenturkan.
“Setelah Pemilu ini, saya ingin berpesan agar dijaga amanah rakyat. Amanah itu termasuk menjaga hasil Pemilu yang jujur. Lalu, jika hasilnya sudah final, jaga kedamaian dan ketenteraman bangsa. Jangan mau dihasut untuk melakukan hal-hal yang dapat merusak bangsa ke depan,” kata Shamsi. (Ananda Nararya)
“Kenakalan” itulah yang kemudian justru membuat sang imam besar masuk pesantren. “Hobi saya menjadi panglima perang pada gembala di kampung. Cita-cita saya ingin menjadi tentara,” kenang Shamsi.
Tidak terlintas sedikit pun di benak Shamsi untuk menjadi ulama seperti sekarang. Namun, takdir membawanya dari keluarga tani sederhana di sebuah kampung terpencil di Kecamatan Kajang, Sulawesi Selatan, menjadi tokoh Islam terkenal di Amerika Serikat.
Shamsi menikah pada usia 21 tahun dan sang istri saat itu masih 17 tahun. Saat ini mereka memiliki enam anak, yang semuanya lahir di luar Indonesia. Anak tertua lahir di Pakistan saat Shamsi masih menjadi mahasiswa.
Anak kedua di Arab Saudi sewaktu dia menjadi guru, sementara empat anak yang lain lahir di New York. Dari keenam anak ini, anak kelima Shamsi sekarang sedang menjalani program hafal Alquran. “Saya kira dia yang akan melanjutkan tugas saya sebagai imam,” ucapnya.
Saat Ramadhan, meskipun berkumpul dengan istri dan anak-anak, tetap ada rasa rindu yang dirasakannya terhadap Tanah Air. Shamsi mengaku, rindu makanan khas Indonesia. “Tapi, secara umum suasana Ramadhan di Indonesia berbeda dengan di AS.
Jadi rindu juga mendengar salawatan, azan, dan lain-lain,” ujar Dewan Penasihat Indonesian Muslim Society di Amerika Serikat, yang rutin ke masjid bersama keluarga serta mengikutsertakan anak-anaknya dalam kegiatan remaja dan pemuda masjid.
Kerinduan Shamsi terhadap Indonesia hanya bisa disampaikan melalui doa. Dia juga berdoa untuk bangsa ini yang pasca Pemilu lalu seperti menjadi terpecah-belah. Menurut dia, kebesaran bangsa ini tidak bisa dipisahkan dari kebesaran Islam.
Jadi, jangan pernah merendahkan agama dalam berbangsa dan bernegara. Apalagi mau dibenturkan.
“Setelah Pemilu ini, saya ingin berpesan agar dijaga amanah rakyat. Amanah itu termasuk menjaga hasil Pemilu yang jujur. Lalu, jika hasilnya sudah final, jaga kedamaian dan ketenteraman bangsa. Jangan mau dihasut untuk melakukan hal-hal yang dapat merusak bangsa ke depan,” kata Shamsi. (Ananda Nararya)
(nfl)