Peradaban Nusantara di Pesantren Amerika

Minggu, 12 Mei 2019 - 10:48 WIB
Peradaban Nusantara di Pesantren Amerika
Peradaban Nusantara di Pesantren Amerika
A A A
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia mampu menjadi penggerak agama Islam di negara lain.

Shamsi Ali, putra terbaik bangsa yang menjadi imam besar di Masjid Raya New York, tengah melakukan hal tersebut di Amerika Serikat (AS).Tentu bukan sesuatu yang mudah mengemban amanah yang dipercayakan kepadanya itu.

Selain ilmu agama dia kuasai, Shamsi juga memiliki karisma tersendiri yang mampu mencitrakan Islam secara positif di mata masyarakat AS. Seperti apa sepak terjangnya? Inilah cerita perjalanan Shamsi serta aktivitasnya yang kini sedang berjuang mendirikan pesantren pertama di Negeri Paman Sam kepada KORAN SINDO.

Bagaimana Anda bisa berada di AS hingga menjadi imam besar di Masjid Raya New York?
Ketika saya mengajar di Saudi Arabia pada 1996, saya ditugasi menjadi penceramah manasik haji untuk sekelompok jamaah haji luar negeri, termasuk duta besar (dubes) Indonesia di berbagai negara. Pada saat itulah saya bertemu Pak Nugroho Wisnumurti, Dubes Indonesia untuk PBB di New York.

Beliaulah yang meminta saya ke New York untuk menjadi imam masjid Indonesia di kota itu. Peristiwa (teror) 9/11 menjadikan saya lebih dikenal dikalangan muslim Amerika dan pemerintahan Amerika.

Karena memang saya yang sangat aktif membangun dialog antaragama dikalangan warga New York dan Amerika. Karenanya, belakangan saya diminta menjadi imam di Islamic Center New York. Itulah awalnya saya dijuluki sebagai Grand Imam of New York. Gelar ini khususnya diberikan oleh pejabat New York dan teman-teman interfaith saya.

Sebenarnya apa tugas seorang imam besar masjid?
Pertama, kata “imam” di Amerika itu bukan sekadar imam masjid, tetapi pemimpin komunitas. Maka, imam besar sesungguhnya adalah rujukan warga dalam menjalani hidup sosialnya, termasuk bagaimana mengambil partisipasi dalam politik. Imam besar berarti tempat warga mencari petunjuk atau arahan dalam menjalani kehidupan komunalnya.

Seperti apa kebanggaan menjadi imam besar di negara orang?
Sudah tentu sebuah kehormatan, apalagi dalam konteks sebagai warga yang mewakili negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Saya merasa kedudukan itu sangat proporsional, bahkan seharusnya demikian. Namun, terkadang saya merasa galau. Di satu sisi negara kita dikenal sebagai negara muslim terbesar dunia. Di sisi lain, tidak memainkan peranan signifikan, bahkan di dunia Islam sekalipun.

Sebagai WNI, kebanggaan dari Indonesia apa yang Anda bawa saat berada di posisi sekarang?
Saya bangga sebagai putra bangsa yang mewakili sebuah negara besar. Besar secara wilayah, kaya, dan cantik alamnya. Tapi, yang terpenting mewakili sebuah bangsa besar dengan karakter yang diimpikan oleh dunia.

Maksudnya, kita adalah negara muslim yang bisa menjawab ragam tuduhan negatif terhadap agama ini. Bahwa agama ini mengajarkan kekerasan, permusuhan, keterbelakangan, antiminoritas, diskriminasi wanita, tidak demokratis, dan lainlain.

Indonesia sesungguhnya pada posisi untuk menjawab itu, bukan dengan kata-kata, melainkan dengan pembuktian. Kita ada pada posisi berlawanan dengan tuduhan-tuduhan itu. Salah satunya, negara muslim terbesar dunia sekaligus juga negara demokrasi terbesar ketiga dunia.

Anda juga menjadi pendiri pesantren pertama di AS. Boleh diceritakan proses membangun pesantren ini?
Pendirian pesantren ini sesungguhnya menjadi jawaban atas kegalauan saya selama ini. Seolah bangsa ini “a not able to do nation “. Seolah bangsa kita adalah bangsa yang tidak mampu.

Dengan mendirikan pesantren, saya ingin sampaikan kepada dunia bahwa Indonesia itu bangsa besar. Bangsa yang mampu memberikan kontribusi kepada dunia global. Salah satunya lewat dunia pendidikan Islam yang unik bernama pesantren.

Tentu harapan saya adalah agar bangsa dan khususnya pemerintah bisa menangkap hal ini. Sebab, sejujurnya Indonesia tidak terlalu dikenal di Amerika. Seolah Indonesia itu sebuah negara kecil di daratan Asia.

Apa tantangan atau kesulitan saat membangun pesantren tersebut?
Sejujurnya, tantangan terbesar ada pada pendanaan. Tentu juga sampai di mana pemerintah bisa memberikan dukungannya. Selain itu, kita juga tertantang untuk meyakinkan negara tetangga bahwa apa yang kita lakukan ini bukan ancaman.

Sebaliknya, ini adalah kontribusi positif. Alhamdulillah, mereka mulai melihat itu. Selain itu juga masalah perizinan, tapi Alhamdulillah ternyata tidak seberat seperti yang dibayangkan selama ini. Hanya memang perlu dipenuhi semua persyaratan-persyaratan dari pemerintah setempat, selebihnya dijamin konstitusi.

Bagaimana perkembangan pesantren tersebut?
Sekarang masih dalam tahap renovasi gedung-gedung tua yang sudah ada dalam lokasi. Lokasi kita luasnya 7,4 hektare dengan empat gedung yang siap pakai setelah diperbaiki. Sekarang lokasi tersebut sementara waktu dipakai untuk kegiatan-kegiatan nonsekolah, seperti pengajian, pelatihan imam, dan lain-lain.

Rencana konsep pesantren itu seperti apa?
Pesantren yang asli itu kan sesungguhnya tidak harus dalam bentuk sekolah. Namun, hadirnya komunitas agama (Islam) di sebuah kampung, lalu kampung itu berubah menjadi islami. Ini ide dasarnya.

Hanya, jangka pan jangnya kita memang akan mem bangun pesantren ala Indonesia. Karena sekali lagi, di sini kita sekaligus ingin mengenal kan Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia.

Siapa saja yang turut membantu pembangunan pesantren ini?
Sudah ada beberapa pihak yang ikut terlibat. Tapi, masih sebatas individu-individu. Saya berharap ke depan pemerintah Indonesia bisa turun tangan mewujudkan pesantren ini. Itulah sebabnya saya menamainya Pesantren Nusantara Madani, artinya peradaban Nusantara.

Apa suka-duka menjadi imam besar di New York?
Banyak sekali suka-dukanya. Sukanya karena diberi kesempatan luas untuk menyampaikan agama ini kepada khalayak ramai di Amerika. Sejujurnya, hal yang paling membahagiakan saya adalah ketika sedang menuntun seseorang bersyahadat. Dukanya juga banyak.

Sebagai imam asal Indonesia, kita kadang dipandang sebelah mata. Karenanya, saya harus memaksa diri untuk membuktikan bahwa kita tidak kurang dari bangsa lain.

Bagaimana Anda melihat kini warga AS dan dunia memandang Islam?
Saya kira banyak sekali perubahan, dari hari ke hari semakin positif. Dan terkadang pula penyebabnya karena sesuatu yang negatif. Peristiwa 9/11, misalnya, adalah peristiwa kelam bagi perjalanan dakwah di Amerika.

Tapi, Allah membaliknya menjadi peluang dakwah dan kebangkitan Islam. Di Amerika setiap tahun minimal 20.000 orang masuk Islam. Rata-rata terdidik, muda-muda, dan dari kalangan profesional. Ada masa depan yang optimistis di Amerika dan dunia Barat.

Saat Ramadan, kegiatan apa yang sering dilakukan di Masjid Raya New York?
Kegiatan kita tidak saja yang bersifat konvensional, tarawih, dan lainlain. Masjid selama Ramadan kita pergunakan untuk outreach program atau program dakwah. Termasuk mengundang tetang gatetangga kita untuk berbuka puasa dan tanya jawab tentang Islam. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6755 seconds (0.1#10.140)