Penahanan Komisaris PT Hosion Sejati Dinilai Janggal

Selasa, 30 April 2019 - 07:38 WIB
Penahanan Komisaris PT Hosion Sejati Dinilai Janggal
Penahanan Komisaris PT Hosion Sejati Dinilai Janggal
A A A
JAKARTA - Penahanan Komisaris Utama PT Hosion Sejati (HS) berinisial KHW oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Mabes Polri dinilai janggal. KHW ditahan sejak 25 Februari 2019 hingga kini terkait kasus saling lapor dugaan penggelapan dana perusahaan.

Sebelumnya, KHW dan Direktur PT HS berinisial ATS saling melaporkan terkait dugaan penggelapan dana perusahaan. Namun dalam perjalanan kasus ini, keduanya menyepakati menempuh jalan damai. Atas kesepakatan ini, ATS kemudian dibebaskan. Namun sayangnya, KHW masih harus mendekam di sel tahanan.

Laurensius Ataupah, selaku kuasa hukum KHW, menilai penahanan terhadap kliennya tersebut penuh kejanggalan sebab penahanan tersebut tanpa disertai audit. Laurensius juga menduga penyidik Dirtipideksus sudah mengangkangi Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice.

Laurens mengungkapkan, dalam sengketa ini sudah terjadi saling membuat laporan polisi antara KHW dan ATS. Keduanya saling menuding adanya indikasi penggelapan dana perusahaan. KHW pernah membuat laporan untuk dugaan tindak pidana ATS terhadap penggelapan keuangan perusahaan di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri.

ATS pun sempat ditahan namun lantas dibebaskan lantaran adanya kesepakatan perdamaian yang dibuat dalam bentuk akta perdamaian pada 1 Februari 2019, yang isinya kedua belah pihak sepakat berdamai dan mencabut seluruh laporan polisi serta sepakat melepas kerja sama dalam perusahaan PT HS dan saling berbagi sesuai dengan porsi masing-masing.

“Tapi klien saya malah ditahan sampai sekarang. Tanggal 25 Februari lalu ditahan, kemudian 15 Maret lalu diperpanjang hingga 26 April,” ungkap Laurens di Jakarta kemarin. Menurut Laurens, penahanan KHW menjadi bukti jika ATS tidak mematuhi isi akta perdamaian yang seharusnya mencabut seluruh laporan polisi terkait dugaan tindak pidana.

Alhasil, penyidik Dirtipideksus Mabes Polri tetap melanjutkan proses hukum terhadap KHW yang kini statusnya naik penyidikan dan bahkan sudah P-21 (berkas lengkap). Atas kondisi ini, dia pun menilai, penyidik Dirtipideksus Mabes Polri sudah mengabaikan penerapan keadilan restoratif atau restorative justice yang termaktub dalam SE Kapolri Nomor 8 tahun 2018.

Pasalnya, restorative justice teruntuk keadilan kasus biasa di luar kasus besar seperti peredaran narkoba, terorisme, dan korupsi serta kasus yang tidak merugikan publik dengan harapan bisa mengurangi tahanan di penjara yang kini sudah melebihi kapasitas, mengurangi tunggakan perkara yang kian meningkat dan membantu mengatasi biaya perkara yang tidak mampu mendukung peningkatan perkara.

Restoratif justice, menurut dia, merefleksikan keadilan sebagai bentuk keseimbangan dalam hidup manusia, sehingga perilaku menyimpang dari pelaku kejahatan dinilai sebagai perilaku yang menghilangkan keseimbangan. Di dalam restoratif justice, pelaku mengembalikan keseimbangan tersebut dengan cara secara sadar mengakui kesalahan, meminta maaf, dan mengembalikan kerugian korban.

Dalam perkara ini, KHW dan ATS sudah menandatangani akta perdamaian, sehingga penyidikan di Dirtipidum sudah dihentikan. “Kenapa penyidik Dirtipideksus masih melanjutkan kasusnya mengingat ada restorative justice yang dibuat oleh Kapolri langsung. Padahal, penyidik Dirtipidum yang sudah mendalami kasus ini duluan saja langsung menghentikan kasusnya setelah terbitnya akta perdamaian kedua belah pihak,” tandasnya.

Karena itu, dia berharap penyidik bisa melakukan hal yang fair. “Misalnya kalaupun ditahan dan memang ada indikasi kerugian perusahaan, seharusnya penyidik itu sudah melakukan audit terhadap PT HS. Pertanyaannya, kenapa audit itu belum dilakukan?” ujarnya.

Laurens pun mengaku sudah mengirimkan surat penangguhan penahanan terhadap KHW serta surat permohonan audit PT HS. Namun, hingga kini kedua surat itu tak digubris.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8338 seconds (0.1#10.140)