Sambangi KPU, FK UI Konfirmasi Soal Banyak Petugas KPPS Wafat
A
A
A
JAKARTA - Jajaran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) menemui Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Jakarta. Kehadiran jajaratan FK-UI itu untuk menyampaikan temuan dan evaluasi banyaknya anggota KPPS meninggal dalam bertugas.
Para pakar kesehatan itu diterima langsung Ketua KPU, Arief Budiman. Arief mengakui, hasil temuan dan kajian mereka bisa menjadi masukan untuk para pembuat undang-undang pemilu.
"Gerakan evaluasi temuan mungkin akan menjadi rekomendasi bagi pembuat undang-undang membuat regulasi serta KPU untuk dilaksanakan di pemilu berikutnya," kata Arief dalam jumpa pers di Kantor KPU, Senin (29/4/2019).
Sementara Dekan FK-UI, Ari Fahrial Syam yang memimpin rombongan menyatakan, pihaknya prihatin dan berduka atas banyaknya jumlah 'pejuang demokrasi' yang gugur dalam bertugas.
"Informasi tadi pagi juga saya dapatkan bahwa angkanya sudah hampir 296 yang meninggal. Terus terang buat kami ini menjadi bahan evaluasi dari sudut fakultas kedokteran, kenapa ini bisa terjadi," ujar Ari.
Menurutnya, dari hasil evaluasi yang dilakukan internalnya sekaligus untuk memberikan policy brief kepada KPU yang berisi berbagai analisa dan usulan untuk ke depannya. Secara umum Ari menyampaikan, para petugas ini berada di dalam kondisi kerja yang sudah melewati jam biologis yang seharusnya.
"Secara normal sebenarnya kita bekerja keras itu 8 jam, kemudian bekerja ringan 8 jam dan 8 jam sisanya itu adalah untuk beristirahat, 8 jam istirahat itu 6 jam untuk tidur," ujar dia.
Menurutnya, ketika jam biologis kerja tak seimbang dengan pola istirahat maka berbagai keadaan bisa terjadi.
"Pertama kalau masyarakat tersebut atau siapa pun berada di dalam kondisi memang sudah mempunyai penyakit kronis sebelumnya, saya ambil contoh misalnya dia seorang penderita kencing manis tentu kondisi stress yang demikian itu akan menyebabkan gula darahnya semakin tinggi," ucapnya.
Selain itu, bagi penderita hipertensi dalam beberapa kasus yang ditemukan para petugas pemilu biasanya datang mengeluh pusing-pusing saat datang ke pelayanan kesehatan ternyata ditemukan tekanan darahnya sudah 240.
Menurutnya, tentu dengan kondisi yang pada umumnya pada pasien tersebut mengalami stroke dan meninggal dunia. "Jadi berbagai macam penyakit kronis," imbuh dia.
Kasus lain misalnya, kata Ari, bagi para petugas yang kedapatan memiliki riwayat penyakit jantung, pola kerja yang menguras tenaga dan pikiran bisa membuat fatal hingga pada kematian yang bersangkutan.
Diakui Ari, kondisi tersebut masih ditambah dengan kondisi fisik dan psikis yang cukup berat dan kondisi kerja yang juga tidak nyaman karena petuhas pemilu biasanya bekerja dalam ruang terbuka sebelum angin hujan dan yang lain-lain masuk ke tubuh mereka.
"Jadi boleh dibilang memang petugas ini berada kondisi yang secara kesehatan memang tidak baik kuat yang bersangkutan. Sehingga ketika terjadi sesuatu, faktor kelelahan baik fisik maupun psikis, terjadi pada tugas-tugas tersebut," pungkasnya.
Para pakar kesehatan itu diterima langsung Ketua KPU, Arief Budiman. Arief mengakui, hasil temuan dan kajian mereka bisa menjadi masukan untuk para pembuat undang-undang pemilu.
"Gerakan evaluasi temuan mungkin akan menjadi rekomendasi bagi pembuat undang-undang membuat regulasi serta KPU untuk dilaksanakan di pemilu berikutnya," kata Arief dalam jumpa pers di Kantor KPU, Senin (29/4/2019).
Sementara Dekan FK-UI, Ari Fahrial Syam yang memimpin rombongan menyatakan, pihaknya prihatin dan berduka atas banyaknya jumlah 'pejuang demokrasi' yang gugur dalam bertugas.
"Informasi tadi pagi juga saya dapatkan bahwa angkanya sudah hampir 296 yang meninggal. Terus terang buat kami ini menjadi bahan evaluasi dari sudut fakultas kedokteran, kenapa ini bisa terjadi," ujar Ari.
Menurutnya, dari hasil evaluasi yang dilakukan internalnya sekaligus untuk memberikan policy brief kepada KPU yang berisi berbagai analisa dan usulan untuk ke depannya. Secara umum Ari menyampaikan, para petugas ini berada di dalam kondisi kerja yang sudah melewati jam biologis yang seharusnya.
"Secara normal sebenarnya kita bekerja keras itu 8 jam, kemudian bekerja ringan 8 jam dan 8 jam sisanya itu adalah untuk beristirahat, 8 jam istirahat itu 6 jam untuk tidur," ujar dia.
Menurutnya, ketika jam biologis kerja tak seimbang dengan pola istirahat maka berbagai keadaan bisa terjadi.
"Pertama kalau masyarakat tersebut atau siapa pun berada di dalam kondisi memang sudah mempunyai penyakit kronis sebelumnya, saya ambil contoh misalnya dia seorang penderita kencing manis tentu kondisi stress yang demikian itu akan menyebabkan gula darahnya semakin tinggi," ucapnya.
Selain itu, bagi penderita hipertensi dalam beberapa kasus yang ditemukan para petugas pemilu biasanya datang mengeluh pusing-pusing saat datang ke pelayanan kesehatan ternyata ditemukan tekanan darahnya sudah 240.
Menurutnya, tentu dengan kondisi yang pada umumnya pada pasien tersebut mengalami stroke dan meninggal dunia. "Jadi berbagai macam penyakit kronis," imbuh dia.
Kasus lain misalnya, kata Ari, bagi para petugas yang kedapatan memiliki riwayat penyakit jantung, pola kerja yang menguras tenaga dan pikiran bisa membuat fatal hingga pada kematian yang bersangkutan.
Diakui Ari, kondisi tersebut masih ditambah dengan kondisi fisik dan psikis yang cukup berat dan kondisi kerja yang juga tidak nyaman karena petuhas pemilu biasanya bekerja dalam ruang terbuka sebelum angin hujan dan yang lain-lain masuk ke tubuh mereka.
"Jadi boleh dibilang memang petugas ini berada kondisi yang secara kesehatan memang tidak baik kuat yang bersangkutan. Sehingga ketika terjadi sesuatu, faktor kelelahan baik fisik maupun psikis, terjadi pada tugas-tugas tersebut," pungkasnya.
(maf)