Dipamerkan, Karya 30 Finalis Kompetisi Seni Grafis Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Bentara Budaya menggelar Kompetisi Internasional Triennial Seni Grafis Indonesia VI yang bertujuan untuk mendukung dan membantu perkembangan seni grafis di Indonesia.
Kompetisi ini diikuti 317 karya dari 166 seniman grafis asal 26 negara, di antaranya Argentina, Australia, India, Italia, Turki, Kanada, dan negara lainnya.Sebagai puncaknya, telah diselenggarakan pameran karya 30 finalis serta malam penghargaan bagi para pemenang pada Rabu, 24 April 2019 di Bentara Budaya Jakarta.
Seluruh karya telah diseleksi secara ketat oleh para dewan juri, yakni kurator Bentara Budaya Ipong Purnama Sidhi selaku ketua dewan juri, penulis buku dan dosen ISI Yogyakarta Dwi Marianto, perupa dan Dosen ISI Yogyakarta Edi Sunaryo, seniman grafis dan Kepala Divisi Seni Cetak Ganara Devy Ferdianto serta seniman grafis sekaligus perupa, pegiat Studio Grafis Minggiran Yogyakarta, dan Dosen ISI Surakarta Theresia Agustina Sitompul.
“Triennial Seni Grafis Indonesia pertama kali digelar pada tahun 2003. Sejak penyelenggaraan yang kelima tahun 2015 mulai diminati peserta internasional dan tahun ini merupakan yang keenam kalinya diselenggarakan," tutur Direktur Program Bentara Budaya, Frans Sartono.Penyelenggaraan Triennial Seni Grafis Indonesia merupakan bentuk komitmen Bentara Budaya untuk mendukung perkembangan seni grafis di Indonesia."Diharapkan dengan adanya kompetisi ini dapat memicu dan memacu antusiasme masyarakat terhadap seni grafis Indonesia, baik dari para pelaku maupun publik pemerhati seni grafis pada umumnya,” tuturnya.Penyelenggaraan Kompetisi Triennial Seni Grafis Indonesia VI tahun ini didukung oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas.“Kami menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan bertaraf internasional Triennial Seni Grafis, karena ajang ini dapat menjadi salah satu wadah bagi para seniman grafis yang ada di tanah air dalam mengembangkan karyanya. Karena dapat dilihat, bahkan dalam era digital dan teknologi saat ini seni grafis masih memperlihatkan eksistensinya,” tutur Managing Director Sinar Mas Saleh Husin.
Selama ini kertas dikenal sebagai media untuk menulis atau untuk mencetak, namun pada kompetisi internasional Triennial Seni Grafis Indonesia VI ini, para peserta memanfaatkan kertas sebagai media dasar untuk menuangkan ekspresi seni mereka.
“Sejak lahir, kita telah terbiasa menggunakan kertas dalam berbagai wujudnya di hidup kita, mulai dari buku tulis, tisu, koran, hingga kardus, dan kemasan makanan. Setiap wujud kertas ini memiliki ceritanya masing-masing. Melihat para peserta memberikan sentuhan mereka masing-masing dan mentransformasi kertas menjadi produk bernilai seni tinggi membuktikan bahwa potensi kertas untuk diolah sangatlah besar. Bukan tidak mungkin kertas dapat diolah menjadi solusi dari permasalahan lingkungan kita," tutur Saleh.
Selain kompetisi serta pameran karya finalis dan pemenang, Triennial Seni Grafis kali ini juga dipadukan dengan workshop seni grafis, kegiatan gambar bersama komunitas Indonesia’s Sketchers dan Bogor Sketchers, serta kelas kokoru bagi siswa-siswi sekolah dasar untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman seni kepada masyarakat umum. Seluruh acara bersifat gratis dan terbuka untuk umum.
Triennial Seni Grafis Indonesia digagas oleh Bentara Budaya sejak tahun 2003 dengan harapan dapat memicu perkembangan kualitas karya para seniman grafis di Indonesia, serta memperlebar cakrawala apresiasi para penikmat seni di tanah air secara berkesinambungan.
Seluruh peserta diwajibkan mengirimkan hasil karya yang mengacu pada norma konvensional seni grafis, yang mencakup ketaatan teknis pada empat teknik cetak dasar seni grafis, yaitu cetak tinggi, cetak dalam, cetak datar, dan cetak saring. Proses penciptaan dilakukan secara analog (non-digital), memiliki orisinalitas dan unsur autentik yang estetis.
Minat dan perhatian pada seni grafis tampak nyata pada Triennial Seni Grafis Indonesia 2003 yang diikuti 146 seniman dengan mengirim 286 karya. Mereka berasal dari Yogyakarta, Bandung, Bali, Jakarta, Semarang, Surabaya, Klaten, Padang, dan Makassar.
Berlanjut kemudian dengan Triennial Seni Grafis Indonesia II pada 2006 yang diikuti 164 karya dari 93 peserta. Selanjutnya Triennial Seni Grafis Indonesia III (2009) melibatkan 166 peserta, dengan 309 karya, kemudian Triennial ke IV (2012) diikuti 224 seniman grafis dengan 405 karya.
Pada perhelatan kelima, Bentara Budaya mulai membuka partisipasi untuk peserta internasional. Total, Triennial Seni Grafis Indonesia V 2015 diikuti 355 karya dari 198 peserta asal 21 negara. Juara I kompetisi internasional ini adalah Jayanta Naskar dari India, dan pemenang keduanya Puritip Suriyapatarapun asal Thailand. Adapun pemenang ketiganya adalah Muhlis Lugis dari Makassar, Indonesia.
Adapun dalam Triennial Seni Grafis kali ini, kompetisi diikuti oleh para peserta dari latar belakang berbeda, niscaya menjaring rupa-rupa kejutan. Akan muncul dari perhelatan macam ini metafora-metafora baru, yang merepresentasikan berbagai persoalan lokal/global, sosiokultural/personal yang ada di negara peserta masing-masing.
Dengan demikian, hasil seleksi dan penjurian di Triennial Seni Grafis Indonesia VI 2018 dapat pula dimaknai sebagai salah satu perwajahan Seni Grafis Dunia. Segala sesuatu yang secara visual tertampilkan pada karya-karya finalis adalah materi refleksi untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan seni grafis konvensional di ranah global, juga sebagai fakta konkret untuk memaknai peran seni grafis dalam Kehidupan Seni Kontemporer sekarang ini.
Kompetisi ini diikuti 317 karya dari 166 seniman grafis asal 26 negara, di antaranya Argentina, Australia, India, Italia, Turki, Kanada, dan negara lainnya.Sebagai puncaknya, telah diselenggarakan pameran karya 30 finalis serta malam penghargaan bagi para pemenang pada Rabu, 24 April 2019 di Bentara Budaya Jakarta.
Seluruh karya telah diseleksi secara ketat oleh para dewan juri, yakni kurator Bentara Budaya Ipong Purnama Sidhi selaku ketua dewan juri, penulis buku dan dosen ISI Yogyakarta Dwi Marianto, perupa dan Dosen ISI Yogyakarta Edi Sunaryo, seniman grafis dan Kepala Divisi Seni Cetak Ganara Devy Ferdianto serta seniman grafis sekaligus perupa, pegiat Studio Grafis Minggiran Yogyakarta, dan Dosen ISI Surakarta Theresia Agustina Sitompul.
“Triennial Seni Grafis Indonesia pertama kali digelar pada tahun 2003. Sejak penyelenggaraan yang kelima tahun 2015 mulai diminati peserta internasional dan tahun ini merupakan yang keenam kalinya diselenggarakan," tutur Direktur Program Bentara Budaya, Frans Sartono.Penyelenggaraan Triennial Seni Grafis Indonesia merupakan bentuk komitmen Bentara Budaya untuk mendukung perkembangan seni grafis di Indonesia."Diharapkan dengan adanya kompetisi ini dapat memicu dan memacu antusiasme masyarakat terhadap seni grafis Indonesia, baik dari para pelaku maupun publik pemerhati seni grafis pada umumnya,” tuturnya.Penyelenggaraan Kompetisi Triennial Seni Grafis Indonesia VI tahun ini didukung oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas.“Kami menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan bertaraf internasional Triennial Seni Grafis, karena ajang ini dapat menjadi salah satu wadah bagi para seniman grafis yang ada di tanah air dalam mengembangkan karyanya. Karena dapat dilihat, bahkan dalam era digital dan teknologi saat ini seni grafis masih memperlihatkan eksistensinya,” tutur Managing Director Sinar Mas Saleh Husin.
Selama ini kertas dikenal sebagai media untuk menulis atau untuk mencetak, namun pada kompetisi internasional Triennial Seni Grafis Indonesia VI ini, para peserta memanfaatkan kertas sebagai media dasar untuk menuangkan ekspresi seni mereka.
“Sejak lahir, kita telah terbiasa menggunakan kertas dalam berbagai wujudnya di hidup kita, mulai dari buku tulis, tisu, koran, hingga kardus, dan kemasan makanan. Setiap wujud kertas ini memiliki ceritanya masing-masing. Melihat para peserta memberikan sentuhan mereka masing-masing dan mentransformasi kertas menjadi produk bernilai seni tinggi membuktikan bahwa potensi kertas untuk diolah sangatlah besar. Bukan tidak mungkin kertas dapat diolah menjadi solusi dari permasalahan lingkungan kita," tutur Saleh.
Selain kompetisi serta pameran karya finalis dan pemenang, Triennial Seni Grafis kali ini juga dipadukan dengan workshop seni grafis, kegiatan gambar bersama komunitas Indonesia’s Sketchers dan Bogor Sketchers, serta kelas kokoru bagi siswa-siswi sekolah dasar untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman seni kepada masyarakat umum. Seluruh acara bersifat gratis dan terbuka untuk umum.
Triennial Seni Grafis Indonesia digagas oleh Bentara Budaya sejak tahun 2003 dengan harapan dapat memicu perkembangan kualitas karya para seniman grafis di Indonesia, serta memperlebar cakrawala apresiasi para penikmat seni di tanah air secara berkesinambungan.
Seluruh peserta diwajibkan mengirimkan hasil karya yang mengacu pada norma konvensional seni grafis, yang mencakup ketaatan teknis pada empat teknik cetak dasar seni grafis, yaitu cetak tinggi, cetak dalam, cetak datar, dan cetak saring. Proses penciptaan dilakukan secara analog (non-digital), memiliki orisinalitas dan unsur autentik yang estetis.
Minat dan perhatian pada seni grafis tampak nyata pada Triennial Seni Grafis Indonesia 2003 yang diikuti 146 seniman dengan mengirim 286 karya. Mereka berasal dari Yogyakarta, Bandung, Bali, Jakarta, Semarang, Surabaya, Klaten, Padang, dan Makassar.
Berlanjut kemudian dengan Triennial Seni Grafis Indonesia II pada 2006 yang diikuti 164 karya dari 93 peserta. Selanjutnya Triennial Seni Grafis Indonesia III (2009) melibatkan 166 peserta, dengan 309 karya, kemudian Triennial ke IV (2012) diikuti 224 seniman grafis dengan 405 karya.
Pada perhelatan kelima, Bentara Budaya mulai membuka partisipasi untuk peserta internasional. Total, Triennial Seni Grafis Indonesia V 2015 diikuti 355 karya dari 198 peserta asal 21 negara. Juara I kompetisi internasional ini adalah Jayanta Naskar dari India, dan pemenang keduanya Puritip Suriyapatarapun asal Thailand. Adapun pemenang ketiganya adalah Muhlis Lugis dari Makassar, Indonesia.
Adapun dalam Triennial Seni Grafis kali ini, kompetisi diikuti oleh para peserta dari latar belakang berbeda, niscaya menjaring rupa-rupa kejutan. Akan muncul dari perhelatan macam ini metafora-metafora baru, yang merepresentasikan berbagai persoalan lokal/global, sosiokultural/personal yang ada di negara peserta masing-masing.
Dengan demikian, hasil seleksi dan penjurian di Triennial Seni Grafis Indonesia VI 2018 dapat pula dimaknai sebagai salah satu perwajahan Seni Grafis Dunia. Segala sesuatu yang secara visual tertampilkan pada karya-karya finalis adalah materi refleksi untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan seni grafis konvensional di ranah global, juga sebagai fakta konkret untuk memaknai peran seni grafis dalam Kehidupan Seni Kontemporer sekarang ini.
(dam)