Pemerintah Berhasil Pulangkan 51 Pekerja Migran dari Yordania
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berhasil memulangkan 51 Pekerja Migran Indonesia (PMI) Bermasalah dari Yordania. Mereka dipulangkan dengan memanfaatkan program amnesty yang sedang diberlakukan Pemerintah Yordania. Pemulangan 51 PMIB ini merupakan tahap ke-3 dengan jumlah terbesar pemulangan WNI sejak dua tahun terakhir.
Pada bulan sebelumnya proses repatriasi telah dilakukan dalam dua tahap yang seluruhnya seluruhnya berjumlah 38 orang. “Program amnesti tahun 2019 ini dimanfaatkan pemerintah untuk mempercepat proses pemulangan para pekerja migran yang bermasalah di Yordania,” kata Kasubdit Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna dalam siaran pers, kemarin.
Mayoritas peserta program ini adalah pekerja migran bermasalah yang berstatus ilegal atau tidak berdokumen yang telah berdomisili di Yordania lebih dari delapan tahun. Yuli mengungkapkan, masih ada sekitar 1.040 PMI yang menunggu Program Amnesty. Pemerintah melakukan berbagai upaya agar proses repatriasi berjalan lancar sebagai bentuk perlindungan bagi pekerja migran.
Yuli menuturkan, ke-51 PMI Bermasalah itu terbanyak berasal dari provinsi Jabar yakni 35 orang. Di antaranya dari Indramayu sebanyak sembilan orang, lima orang dari Cirebon dan Karawang, empat pekerja dari Subang, Sukabumi dan Purwakarta tiga orang dan Bekasi, kabupaten Bandung serta Cianjur dua orang.
Sepuluh pekerja migran dari provinsi Banten yakni Tangerang delapan orang dan Serang dua orang. Berikutnya dua pekerja migran masing-masing dari NTB (Sumbawa dan Lombok Tengah), Jawa Tengah (Pekalongan) dan Jawa Timur (Jember dan Banyuwangi). Dubes KBRI Amman Andy Rachmianto mengatakan, Program Amnesty ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena tidak selalu ada setiap tahunnya.
“Kami menargetkan setidaknya 50% dari WNI yang berstatus illegal dapat dibantu kepulangannya,” katanya. Kebijakan Amnesti ini diberlakukan selama enam bulan, terhitung sejak 12 Desember 2018 dan akan berakhir nanti 12 Juni 2019. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan program ini, KBRI Amman telah melakukan berbagai sosialisasi baik dengan pertemuan langsung, telepon, maupun melalui media sosial.
Atase Ketenagakerjaan KBRI Amman Suseno Hadi menambahkan, hampir seluruh WNI yang memanfaatkan Program Amnesty ini adalah para pahlawan penyumbang devisa. Mereka seluruhnya perempuan dan telah menetap di Yordania selama belasan tahun. Mereka diharapkan dapat memanfaatkan program Amnesty ini untuk dapat kembali ke Indonesia.
Bagi mereka yang tidak memanfaatkan program ini, denda izin tinggalnya akan dihitung sejak masa izin tinggal resminya habis, dengan perhitungan 1.5 Jordan Dinnar (sekitar Rp29.500) per hari. Setelah diumumkannya Program Amnesty ini jumlah pekerja migran bermasalah yang mendaftarkan diri ke KBRI terus bertambah setiap harinya.
Dengan kebijakan ini diharapkan dapat menjaring seluruh WNI yang bermasalah terhadap pelanggaran izin tinggalnya di Yordania. Suseno mengatakan, KBRI telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan beberapa institusi pemerintah terkait agar bisa membantu kepulangan mereka ke tanah air.
Sementara itu, Tania, 31, salah satu pekerja migran di Yordania yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat mengaku senang bisa kembali ke tanah air. Dia telah tujuh tahun berpisah dengan keluarganya “Saya bisa kembali ke tanah air dengan cepat dan tanpa beaya. Semua hak-hak kami pun sudah dilunasi. Tak ada masalah,” ujar Tania.
Pada bulan sebelumnya proses repatriasi telah dilakukan dalam dua tahap yang seluruhnya seluruhnya berjumlah 38 orang. “Program amnesti tahun 2019 ini dimanfaatkan pemerintah untuk mempercepat proses pemulangan para pekerja migran yang bermasalah di Yordania,” kata Kasubdit Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna dalam siaran pers, kemarin.
Mayoritas peserta program ini adalah pekerja migran bermasalah yang berstatus ilegal atau tidak berdokumen yang telah berdomisili di Yordania lebih dari delapan tahun. Yuli mengungkapkan, masih ada sekitar 1.040 PMI yang menunggu Program Amnesty. Pemerintah melakukan berbagai upaya agar proses repatriasi berjalan lancar sebagai bentuk perlindungan bagi pekerja migran.
Yuli menuturkan, ke-51 PMI Bermasalah itu terbanyak berasal dari provinsi Jabar yakni 35 orang. Di antaranya dari Indramayu sebanyak sembilan orang, lima orang dari Cirebon dan Karawang, empat pekerja dari Subang, Sukabumi dan Purwakarta tiga orang dan Bekasi, kabupaten Bandung serta Cianjur dua orang.
Sepuluh pekerja migran dari provinsi Banten yakni Tangerang delapan orang dan Serang dua orang. Berikutnya dua pekerja migran masing-masing dari NTB (Sumbawa dan Lombok Tengah), Jawa Tengah (Pekalongan) dan Jawa Timur (Jember dan Banyuwangi). Dubes KBRI Amman Andy Rachmianto mengatakan, Program Amnesty ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya karena tidak selalu ada setiap tahunnya.
“Kami menargetkan setidaknya 50% dari WNI yang berstatus illegal dapat dibantu kepulangannya,” katanya. Kebijakan Amnesti ini diberlakukan selama enam bulan, terhitung sejak 12 Desember 2018 dan akan berakhir nanti 12 Juni 2019. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan program ini, KBRI Amman telah melakukan berbagai sosialisasi baik dengan pertemuan langsung, telepon, maupun melalui media sosial.
Atase Ketenagakerjaan KBRI Amman Suseno Hadi menambahkan, hampir seluruh WNI yang memanfaatkan Program Amnesty ini adalah para pahlawan penyumbang devisa. Mereka seluruhnya perempuan dan telah menetap di Yordania selama belasan tahun. Mereka diharapkan dapat memanfaatkan program Amnesty ini untuk dapat kembali ke Indonesia.
Bagi mereka yang tidak memanfaatkan program ini, denda izin tinggalnya akan dihitung sejak masa izin tinggal resminya habis, dengan perhitungan 1.5 Jordan Dinnar (sekitar Rp29.500) per hari. Setelah diumumkannya Program Amnesty ini jumlah pekerja migran bermasalah yang mendaftarkan diri ke KBRI terus bertambah setiap harinya.
Dengan kebijakan ini diharapkan dapat menjaring seluruh WNI yang bermasalah terhadap pelanggaran izin tinggalnya di Yordania. Suseno mengatakan, KBRI telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan beberapa institusi pemerintah terkait agar bisa membantu kepulangan mereka ke tanah air.
Sementara itu, Tania, 31, salah satu pekerja migran di Yordania yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat mengaku senang bisa kembali ke tanah air. Dia telah tujuh tahun berpisah dengan keluarganya “Saya bisa kembali ke tanah air dengan cepat dan tanpa beaya. Semua hak-hak kami pun sudah dilunasi. Tak ada masalah,” ujar Tania.
(don)