Aparatur Negara Harus Bekerja untuk Masa Depan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Syafruddin mengatakan, pola pikir aparatur negara harus diubah.
Menurut dia, aparatur negara harus berjuang demi kehidupan, untuk peradaban panjang yang lebih baik dan jauh ke depan, untuk masa depan kemanusiaan, atau kehidupan yang lebih baik.
“Bekerja bukan lagi sekadar untuk menang, bukan untuk mendapatkan nilai, bukan untuk penghargaan, atau bukan untuk predikat prestasi dalam bentuk angka,” kata Syafruddin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/03/2019).
Mantan Wakapolri ini mengungkapkan aparatur sipil negara harus mampu beradaptasi, menjadi leader dan membawa perubahan fundamental untuk organisasinya. Tujuannya, harus mampu menggerakkan reformasi birokrasi untuk berjalannya pemerintahan yang lebih baik.
Syafruddin juga mengingatkan kepada praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) agar selalu memperbarui informasi mengenai isu-isu strategis dunia dan kemana arah pemerintahan Indonesia bergerak.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga sasaran utama reformasi birokrasi. Pertama, pemerintahan yang bersih, akuntabel dan berkinerja tinggi. Kedua, pemerintah yang efektif dan efisien. Ketiga, pelayanan publik yang baik dan berkualitas.
Saat ini, Indonesia telah berhasil meningkatkan daya saing bangsa. Pada tahun 2017 melonjak dari peringkat ke- 40 menjadike- 36. Skor indeks kemudahan berusaha juga meningkat dari 66,47 menjadi 67,96 pada tahun 2018.
Indeks persepsi korupsi dijaga stabil dengan skor 37 di tahun 2017. Indeks efektivitas pemerintahan naik 17 level dari peringkat 103 ke peringkat 18 dari tahun 2015 hingga 2017.
Kemajuan reformasi birokrasi yang diukur melalui survei penentuan indeks persepsi pelayanan publik dan indeks persepsi anti korupsi dikatakannya juga semakin baik. Hasilnya, persepsi publik terhadap postur pelayanan dan antikorupsi terjadi kenaikan di semua level pemerintahan.
“Ini adalah momentum baik, menandakan kepercayaan, kepuasan dan legitimasi publik terhadap pemerintahan di alam demokrasi. Sumber kepercayaan diri pemerintah dalam menjalankan program pembangunan nasional. Capaian tersebut diraih, melalui perubahan strategi penting dalam tata kelola negara,” ujar Syafruddin.
Dia juga menyebutkan empat hal sebagai indikator semakin baiknya pelayanan publik. Pertama, penerapan sistem akuntabilitas instansi pemerintah (Sakip) yang dalam dua tahun terakhir dalam membangun efisiensi birokrasi.
Kedua, ribuan inovasi pelayanan publik dirangsang lahir secara bottom up setiap tahunnya. Ketiga, penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) dipercepat agar semua terkoneksi. Keempat, manajemen SDM ASN dirancang lebih akurat sesuai core bussiness pembangunan nasional.
Dia juga mengemukan pengalaman sebagai Kalemdiklat polri yang membangun organisasi keamanan dengan kapasitas 450.000 SDM Polri untuk membangun masa depan.
Kemudian sebagai menteri PAN-RB, Syafruddin menegaskan sedang berupaya kuat membangun kapasitas 4,7 juta ASN ke arah smart ASN guna menyangga dinamisasi arah tata kelola negara dan pemerintah, serta eksistensi bangsa Indonesia di tengah gejolak perubahan masa depan dunia
Menurut dia, aparatur negara harus berjuang demi kehidupan, untuk peradaban panjang yang lebih baik dan jauh ke depan, untuk masa depan kemanusiaan, atau kehidupan yang lebih baik.
“Bekerja bukan lagi sekadar untuk menang, bukan untuk mendapatkan nilai, bukan untuk penghargaan, atau bukan untuk predikat prestasi dalam bentuk angka,” kata Syafruddin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/03/2019).
Mantan Wakapolri ini mengungkapkan aparatur sipil negara harus mampu beradaptasi, menjadi leader dan membawa perubahan fundamental untuk organisasinya. Tujuannya, harus mampu menggerakkan reformasi birokrasi untuk berjalannya pemerintahan yang lebih baik.
Syafruddin juga mengingatkan kepada praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) agar selalu memperbarui informasi mengenai isu-isu strategis dunia dan kemana arah pemerintahan Indonesia bergerak.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga sasaran utama reformasi birokrasi. Pertama, pemerintahan yang bersih, akuntabel dan berkinerja tinggi. Kedua, pemerintah yang efektif dan efisien. Ketiga, pelayanan publik yang baik dan berkualitas.
Saat ini, Indonesia telah berhasil meningkatkan daya saing bangsa. Pada tahun 2017 melonjak dari peringkat ke- 40 menjadike- 36. Skor indeks kemudahan berusaha juga meningkat dari 66,47 menjadi 67,96 pada tahun 2018.
Indeks persepsi korupsi dijaga stabil dengan skor 37 di tahun 2017. Indeks efektivitas pemerintahan naik 17 level dari peringkat 103 ke peringkat 18 dari tahun 2015 hingga 2017.
Kemajuan reformasi birokrasi yang diukur melalui survei penentuan indeks persepsi pelayanan publik dan indeks persepsi anti korupsi dikatakannya juga semakin baik. Hasilnya, persepsi publik terhadap postur pelayanan dan antikorupsi terjadi kenaikan di semua level pemerintahan.
“Ini adalah momentum baik, menandakan kepercayaan, kepuasan dan legitimasi publik terhadap pemerintahan di alam demokrasi. Sumber kepercayaan diri pemerintah dalam menjalankan program pembangunan nasional. Capaian tersebut diraih, melalui perubahan strategi penting dalam tata kelola negara,” ujar Syafruddin.
Dia juga menyebutkan empat hal sebagai indikator semakin baiknya pelayanan publik. Pertama, penerapan sistem akuntabilitas instansi pemerintah (Sakip) yang dalam dua tahun terakhir dalam membangun efisiensi birokrasi.
Kedua, ribuan inovasi pelayanan publik dirangsang lahir secara bottom up setiap tahunnya. Ketiga, penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) dipercepat agar semua terkoneksi. Keempat, manajemen SDM ASN dirancang lebih akurat sesuai core bussiness pembangunan nasional.
Dia juga mengemukan pengalaman sebagai Kalemdiklat polri yang membangun organisasi keamanan dengan kapasitas 450.000 SDM Polri untuk membangun masa depan.
Kemudian sebagai menteri PAN-RB, Syafruddin menegaskan sedang berupaya kuat membangun kapasitas 4,7 juta ASN ke arah smart ASN guna menyangga dinamisasi arah tata kelola negara dan pemerintah, serta eksistensi bangsa Indonesia di tengah gejolak perubahan masa depan dunia
(dam)