Pemerintah Dorong Destinasi Wisata Berkelanjutan Kelas Dunia
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendorong semua destinasi wisata di Indonesia untuk tersertifikasi pariwisata berkelanjutan sebagai syarat untuk menjadi destinasi wisata kelas dunia. Dalam hal ini, Kemenpar menerapkan program Sustainable Tourism for Development (STDev) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan yang mengadopsi standar internasional dari Global Sustainable Tourism Council (GSTC).
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, pariwisata berkelanjutan mempertimbangkan tiga aspek utama, yaitu aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi baik untuk saat ini maupun pada masa depan.
"Itu rumusnya sederhana, 3P plus 1M, yaitu People, Planet, Prosperity, dan Management. Saya sudah menetapkan untuk 10 Bali Baru prioritas wajib dibangun berdasarkan Sustainable Tourism for Development," ujarnya pada Roundtable Discussion KORAN SINDO dan Sindonews di Auditorium Gedung SINDO, Jakarta, kemarin. Arief melanjutkan, pariwisata menjadi salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat dan merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak negara di dunia.
Data Barometer Pariwisata Dunia UNWTO mencatat kedatangan wisatawan internasional tumbuh 6% pada 2018 dengan jumlah 1,4 miliar. Sebagai sektor yang terus bertumbuh pesat, pariwisata memiliki dampak berganda hingga ke lapisan bawah masyarakat. Namun, pariwisata juga dapat menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik.
"Kalau kita hanya tumbuh lebih tinggi dari pasar dan pesaing, itu tidak cukup. Perlu juga sustainable atau berkelanjutan. Pasti investasi yang datang tidak dalam jangka pendek tetapi juga jangka panjang," ungkapnya. Pendekatan people sebagai upaya pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, sedangkan planet untuk pelestarian lingkungan.
Sementara prosperity sebagai pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal dan pendekatan manajemen sebagai tata kelola destinasi pariwisata berkelanjutan. Arief mengaku wisatawan milenial di Indonesia juga sudah sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.
"Orang yang memikirkan sustainable pasti melestarikan. Semakin dilestarikan akan semakin menyejahterakan. Yang dilestarikan alam dan budaya," lanjut Arief. Sementara itu, kriteria GSTC berfungsi sebagai standar dasar global untuk keberlanjutan dalam perjalanan dan pariwisata.
Kriteria digunakan untuk pendidikan dan peningkatan kesadaran, pembuatan kebijakan untuk bisnis dan lembaga pemerintah dan jenis organisasi lainnya, pengukuran dan evaluasi, dan sebagai dasar untuk sertifikasi. Arief menuturkan, pemerintah menargetkan target devisa dari sektor pariwisata sebesar USD20 miliar. Sementara target kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) pada 2019 sebanyak 20 juta orang.
Namun target tersebut diprediksi tidak akan tercapai. "Menurut prediksi, wisman akan tercapai sekitar 18 juta orang dan devisa sebesar USD17,6 miliar. Itu hasil rapat koordinasi antara Kemenpar dengan Bank Indonesia (BI). Tapi USD17,6 miliar itu sudah jadi penghasil devisa terbesar karena nomor satu CPO sekitar USD16 miliar," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Travel Influencer Gemala Hanafiah mengajak wisatawan milenial untuk memiliki kesadaran akan lingkungan yang cukup tinggi dalam berwisata. Selain itu bertanggung jawab atas segala yang dibagikan di media sosial. "Apa yang kita share di media sosial itu harus ada tanggung jawabnya karena akan dilihat banyak orang. Kita juga harus berpikir apakah merugikan alam atau tidak. Itu kesadaran dari masing-masing wisatawan," ujarnya.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, pariwisata berkelanjutan mempertimbangkan tiga aspek utama, yaitu aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi baik untuk saat ini maupun pada masa depan.
"Itu rumusnya sederhana, 3P plus 1M, yaitu People, Planet, Prosperity, dan Management. Saya sudah menetapkan untuk 10 Bali Baru prioritas wajib dibangun berdasarkan Sustainable Tourism for Development," ujarnya pada Roundtable Discussion KORAN SINDO dan Sindonews di Auditorium Gedung SINDO, Jakarta, kemarin. Arief melanjutkan, pariwisata menjadi salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat dan merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak negara di dunia.
Data Barometer Pariwisata Dunia UNWTO mencatat kedatangan wisatawan internasional tumbuh 6% pada 2018 dengan jumlah 1,4 miliar. Sebagai sektor yang terus bertumbuh pesat, pariwisata memiliki dampak berganda hingga ke lapisan bawah masyarakat. Namun, pariwisata juga dapat menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik.
"Kalau kita hanya tumbuh lebih tinggi dari pasar dan pesaing, itu tidak cukup. Perlu juga sustainable atau berkelanjutan. Pasti investasi yang datang tidak dalam jangka pendek tetapi juga jangka panjang," ungkapnya. Pendekatan people sebagai upaya pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, sedangkan planet untuk pelestarian lingkungan.
Sementara prosperity sebagai pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal dan pendekatan manajemen sebagai tata kelola destinasi pariwisata berkelanjutan. Arief mengaku wisatawan milenial di Indonesia juga sudah sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.
"Orang yang memikirkan sustainable pasti melestarikan. Semakin dilestarikan akan semakin menyejahterakan. Yang dilestarikan alam dan budaya," lanjut Arief. Sementara itu, kriteria GSTC berfungsi sebagai standar dasar global untuk keberlanjutan dalam perjalanan dan pariwisata.
Kriteria digunakan untuk pendidikan dan peningkatan kesadaran, pembuatan kebijakan untuk bisnis dan lembaga pemerintah dan jenis organisasi lainnya, pengukuran dan evaluasi, dan sebagai dasar untuk sertifikasi. Arief menuturkan, pemerintah menargetkan target devisa dari sektor pariwisata sebesar USD20 miliar. Sementara target kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) pada 2019 sebanyak 20 juta orang.
Namun target tersebut diprediksi tidak akan tercapai. "Menurut prediksi, wisman akan tercapai sekitar 18 juta orang dan devisa sebesar USD17,6 miliar. Itu hasil rapat koordinasi antara Kemenpar dengan Bank Indonesia (BI). Tapi USD17,6 miliar itu sudah jadi penghasil devisa terbesar karena nomor satu CPO sekitar USD16 miliar," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Travel Influencer Gemala Hanafiah mengajak wisatawan milenial untuk memiliki kesadaran akan lingkungan yang cukup tinggi dalam berwisata. Selain itu bertanggung jawab atas segala yang dibagikan di media sosial. "Apa yang kita share di media sosial itu harus ada tanggung jawabnya karena akan dilihat banyak orang. Kita juga harus berpikir apakah merugikan alam atau tidak. Itu kesadaran dari masing-masing wisatawan," ujarnya.
(don)