Kredibilitas Diragukan, Lembaga Survei Internal Dinilai Berbahaya
A
A
A
JAKARTA - Hingga kini, hampir semua lembaga survei masih menempatkan pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendapat elektabilitas tertinggi untuk memenangkan pemilihan presiden 17 April mendatang.
Dari berbagai lembaga survei resmi dan terdaftar di Asosiasi Lembaga Survei Indonesia (ALSI), rata-rata pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul di atas 20% dari pasangan nomor 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Alih-alih percaya dan mengakui hasil lembaga survei yang kredibel dan sudah mendapat pengakuan, baik dari publik maupun dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), kubu pangan calon nomor urut 02 justru mereka melakukan survei internal.
Mereka menilai lembaga survei saat ini sudah tidak netral. Bahkan yang lebih parah lagi muncul tuduhan lembaga survei sudah dibayar kelompok tertentu untuk mengunggulkan salah satu pasangan calon.
Padahal lembaga survei tidak mungkin mengeluarkan hasil survei tanpa data dan metode yang ilmiah. Setiap lembaga survei sebelum mengeluarkan hasil riset, sudah melakukan sesuai metode yang ilmiah.
Kredibilitas nama lembaga survei pun dipertaruhkan jika mereka merilis hasil surveinya tanpa metodologi yang ilmiah.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, survei internal diragukan kredibilitas. Apalagi survei itu dilakukan oleh mereka yang ikut bertarung dalam pilpres ini.
“Lembaga survei internal itu berbahaya. Apakah lembaga survei yang sudah dikontrak internal atau apa. Atau pihak tertentu dengan tenaga ahli statistik melakukan survei secara internal. Namun ketika ditanya ditanya datanya, mereka tidak mau terbuka katanya rahasia. Jika rahasia kenapa hasilnya dirilis ke publik,” kata Yunarto, di Jakarta, Jumat (16/3/2019)
Dia menambahkan, bukan saat pilpres ini saja ada pihak yang tidak percaya lembaga survei. Tetapi juga di pilkada, lembaga survei di tuduh berpihak dan bermain dengan angka itu biasa terjadi.
Oleh sebab itu, dia mengungkap diperlukan pembentukan asosiasi lembaga survei yang bertujuan mewadahi dan terdaftar berbadan hukum sehingga jelas saat dimintai pertanggungjawaban kode etik dan hukum.
“Saat ini ada sekitar 40 lembaga survei nasional. Jika ada polemik bisa diselesaikan, data yang dirilis oleh lembaga survei ke publik, bisa di laporkan. Tahun 2014 lalu karena dianggap bermasalah, ada lembaga survei laporkan. Kemudian setelah didebatkan di Dewan Etik ada dua lembaga survei dikeluarkan dari asosiasi lembaga survei Indonesia,” tuturnya.
Yunarto menambahkan, jika lembaga survei bisa saja salah. Namun yang utama jangan melakukan kebohongan.
“Memang agak sulit mengakomodir tuduhan lembaga survei, karena pihak yang merasa kalah menganggaap kembaga survei salah. Disini penting untuk menguji, tidak mungkin lembaga survei merilis hasil imbang di dua kubu, pasti ada yang lebih baik dan buruk. Ini kan kegiatan ilmiah yang dipotret dari perilaku pemilih di lapangan. Kuncinya, ilmiah atau tidak dan bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Keunggulan Jokowi-Ma'ruf yang dirilis beberapa lembaga survei, salah satu penilaiannya adalah rakyat merasa puas dengan kinerja Presiden Jokowi yang begitu tinggi. Hal ini yang membuat pasangan calon nomor urut 01 unggul.
Dari berbagai lembaga survei resmi dan terdaftar di Asosiasi Lembaga Survei Indonesia (ALSI), rata-rata pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul di atas 20% dari pasangan nomor 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Alih-alih percaya dan mengakui hasil lembaga survei yang kredibel dan sudah mendapat pengakuan, baik dari publik maupun dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), kubu pangan calon nomor urut 02 justru mereka melakukan survei internal.
Mereka menilai lembaga survei saat ini sudah tidak netral. Bahkan yang lebih parah lagi muncul tuduhan lembaga survei sudah dibayar kelompok tertentu untuk mengunggulkan salah satu pasangan calon.
Padahal lembaga survei tidak mungkin mengeluarkan hasil survei tanpa data dan metode yang ilmiah. Setiap lembaga survei sebelum mengeluarkan hasil riset, sudah melakukan sesuai metode yang ilmiah.
Kredibilitas nama lembaga survei pun dipertaruhkan jika mereka merilis hasil surveinya tanpa metodologi yang ilmiah.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, survei internal diragukan kredibilitas. Apalagi survei itu dilakukan oleh mereka yang ikut bertarung dalam pilpres ini.
“Lembaga survei internal itu berbahaya. Apakah lembaga survei yang sudah dikontrak internal atau apa. Atau pihak tertentu dengan tenaga ahli statistik melakukan survei secara internal. Namun ketika ditanya ditanya datanya, mereka tidak mau terbuka katanya rahasia. Jika rahasia kenapa hasilnya dirilis ke publik,” kata Yunarto, di Jakarta, Jumat (16/3/2019)
Dia menambahkan, bukan saat pilpres ini saja ada pihak yang tidak percaya lembaga survei. Tetapi juga di pilkada, lembaga survei di tuduh berpihak dan bermain dengan angka itu biasa terjadi.
Oleh sebab itu, dia mengungkap diperlukan pembentukan asosiasi lembaga survei yang bertujuan mewadahi dan terdaftar berbadan hukum sehingga jelas saat dimintai pertanggungjawaban kode etik dan hukum.
“Saat ini ada sekitar 40 lembaga survei nasional. Jika ada polemik bisa diselesaikan, data yang dirilis oleh lembaga survei ke publik, bisa di laporkan. Tahun 2014 lalu karena dianggap bermasalah, ada lembaga survei laporkan. Kemudian setelah didebatkan di Dewan Etik ada dua lembaga survei dikeluarkan dari asosiasi lembaga survei Indonesia,” tuturnya.
Yunarto menambahkan, jika lembaga survei bisa saja salah. Namun yang utama jangan melakukan kebohongan.
“Memang agak sulit mengakomodir tuduhan lembaga survei, karena pihak yang merasa kalah menganggaap kembaga survei salah. Disini penting untuk menguji, tidak mungkin lembaga survei merilis hasil imbang di dua kubu, pasti ada yang lebih baik dan buruk. Ini kan kegiatan ilmiah yang dipotret dari perilaku pemilih di lapangan. Kuncinya, ilmiah atau tidak dan bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Keunggulan Jokowi-Ma'ruf yang dirilis beberapa lembaga survei, salah satu penilaiannya adalah rakyat merasa puas dengan kinerja Presiden Jokowi yang begitu tinggi. Hal ini yang membuat pasangan calon nomor urut 01 unggul.
(dam)