Lucas Berharap Divonis Bebas oleh Hakim Pengadilan Tipikor
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa advokat sekaligus pendiri dan Chairman kantor hukum Lucas & Partners, Lucas meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan putusan bebas karena fakta bukti persidangan meruntuhkan dakwaan JPU.
Hal tersebut tertuang dalam nota pembelaan (pleidoi) pribadi Lucas yang dibaca Lucas dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/3) sore hingga malam. Pleidoi berjudul 'Jangan Kambing-Hitamkan Saya Demi Menutupi Kesalahanmu, Karena Tak Seorang Pun Boleh Dihukum Jika Dia Tidak Melakukan Kesalahan' dibaca Lucas sambil berdiri.
Lucas mengatakan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK terhadap Lucas dengan tuntutan pidana maksimal berupa pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp600 juta subsider kurungan selama 6 bulan dan seluruh isi pertimbangan tuntutan sangatlah tidak berlogika dan tidak masuk akal serta merupakan perwujudan kemarahan dan kebencian JPU terhadap Lucas.
Apalagi tidak ada satupun hak meringankan. Lucas yakin, mungkin kalau ancaman hukumannya dalam pasal yang diterapkan adalah hukum mati, maka JPU akan menuntut Lucas dengan hukuman mati.
Dia membeberkan, pleidoi ini bertujuan untuk mengungkap kebenaran yang sebenarnya dan supaya majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum yang berlaku, fakta-fakta yang sebenarnya terungkap dalam persidangan, dan berlandaskan pada kebenaran yang sebenarnya.
Menurut Lucas, berdasarkan fakta-fakta kebenaran materiil yang terungkap selama persidangan telah membuktikan bahwa bukan Lucas yang melakukan perbuatan menghalang-halangi penyidikan kasus penyidikan kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perkara Lippo Group dengan tersangka saat itu pemberi suap mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International Eddy Sindoro.
Sebaliknya tutur Lucas, dari bukti-bukti yang dihadirkan JPU, keterangan saksi-saksi telah memastikan perbuatan mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto dan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie.
Untuk Jimmy, tutur Lucas, Jimmy adalah orang yang membantu Eddy Sindoro membuat paspor palsu, Jimmy menemani Eddy saat Eddy disidangkan di Malaysia atas penggunaan paspor palsu, Jimmy menemani Eddy saat Eddy dideportasi otoritas Malaysia ke Indonesia pada 29 Agustus 2018, hingga Jimmy bersama Eddy terekam kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta.
Sedangkan Dina, adalah orang yang mengatur tiket kepulangan Eddy saat dideportasi otoritas Malaysia, meminta bantuan sejumlah pihak terkait dengan memberikan uang, hingga sosok Dina juga terekam kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta.
Karenanya Lucas memastikan, dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan bukti-bukti yang diajukan sudah sangat jelas bahwa yang didakwakan oleh penuntut umum adalah tidak benar dan tidak terbukti. Selain itu Lucas menuding, bukti yang digunakan JPU untuk menjeratnya hanya kesaksian Dina termasuk kepemilikan akun FaceTime [email protected].
Padahal Eddy, Michael Sindoro, dan Stephen Sinarto di muka persidangan telah memastikan akun FaceTime itu adalah milik Jimmy. Sedangkan rekaman atau sadapan tertanggal 4 Desember 2016 yang dipakai JPU merupakan rekaman yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum keabsahannya.
"Untuk itu saya memohon kepada majelis hakim yang mulia memutuskan sebagai berikut, menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan melakukan tipikor sesuai Pasal 21, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, dan merehabilitasi nama baik dan kehormatan terdakwa," tegas Lucas di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dia juga meminta agar majelis hakim memerintahkan JPU untuk segera mengeluarkan dan membebaskannya dari tahanan, memerintahkan JPU untuk membuka blokir atas seluruh rekening bank milik Lucas, dan memerintahkan JPU untuk segera mencabut pencegahan/pencekalan Lucas bepergian ke luar negeri.
Hal tersebut tertuang dalam nota pembelaan (pleidoi) pribadi Lucas yang dibaca Lucas dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/3) sore hingga malam. Pleidoi berjudul 'Jangan Kambing-Hitamkan Saya Demi Menutupi Kesalahanmu, Karena Tak Seorang Pun Boleh Dihukum Jika Dia Tidak Melakukan Kesalahan' dibaca Lucas sambil berdiri.
Lucas mengatakan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK terhadap Lucas dengan tuntutan pidana maksimal berupa pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp600 juta subsider kurungan selama 6 bulan dan seluruh isi pertimbangan tuntutan sangatlah tidak berlogika dan tidak masuk akal serta merupakan perwujudan kemarahan dan kebencian JPU terhadap Lucas.
Apalagi tidak ada satupun hak meringankan. Lucas yakin, mungkin kalau ancaman hukumannya dalam pasal yang diterapkan adalah hukum mati, maka JPU akan menuntut Lucas dengan hukuman mati.
Dia membeberkan, pleidoi ini bertujuan untuk mengungkap kebenaran yang sebenarnya dan supaya majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum yang berlaku, fakta-fakta yang sebenarnya terungkap dalam persidangan, dan berlandaskan pada kebenaran yang sebenarnya.
Menurut Lucas, berdasarkan fakta-fakta kebenaran materiil yang terungkap selama persidangan telah membuktikan bahwa bukan Lucas yang melakukan perbuatan menghalang-halangi penyidikan kasus penyidikan kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perkara Lippo Group dengan tersangka saat itu pemberi suap mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International Eddy Sindoro.
Sebaliknya tutur Lucas, dari bukti-bukti yang dihadirkan JPU, keterangan saksi-saksi telah memastikan perbuatan mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto dan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie.
Untuk Jimmy, tutur Lucas, Jimmy adalah orang yang membantu Eddy Sindoro membuat paspor palsu, Jimmy menemani Eddy saat Eddy disidangkan di Malaysia atas penggunaan paspor palsu, Jimmy menemani Eddy saat Eddy dideportasi otoritas Malaysia ke Indonesia pada 29 Agustus 2018, hingga Jimmy bersama Eddy terekam kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta.
Sedangkan Dina, adalah orang yang mengatur tiket kepulangan Eddy saat dideportasi otoritas Malaysia, meminta bantuan sejumlah pihak terkait dengan memberikan uang, hingga sosok Dina juga terekam kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta.
Karenanya Lucas memastikan, dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan bukti-bukti yang diajukan sudah sangat jelas bahwa yang didakwakan oleh penuntut umum adalah tidak benar dan tidak terbukti. Selain itu Lucas menuding, bukti yang digunakan JPU untuk menjeratnya hanya kesaksian Dina termasuk kepemilikan akun FaceTime [email protected].
Padahal Eddy, Michael Sindoro, dan Stephen Sinarto di muka persidangan telah memastikan akun FaceTime itu adalah milik Jimmy. Sedangkan rekaman atau sadapan tertanggal 4 Desember 2016 yang dipakai JPU merupakan rekaman yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum keabsahannya.
"Untuk itu saya memohon kepada majelis hakim yang mulia memutuskan sebagai berikut, menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan melakukan tipikor sesuai Pasal 21, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, dan merehabilitasi nama baik dan kehormatan terdakwa," tegas Lucas di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dia juga meminta agar majelis hakim memerintahkan JPU untuk segera mengeluarkan dan membebaskannya dari tahanan, memerintahkan JPU untuk membuka blokir atas seluruh rekening bank milik Lucas, dan memerintahkan JPU untuk segera mencabut pencegahan/pencekalan Lucas bepergian ke luar negeri.
(maf)