Berandil Majukan Bangsa, Tutut Siap Dampingi Transmigran
A
A
A
JAKARTA - Program transmigrasi dinilai telah mengubah wajah Indonesia. Transmigrasi terbukti telah memberikan sejumlah manfaat bagi masyarakat, khusus transmigran.
Misalnya meningkatkan taraf hidup, mempercepat pembangunan di luar Jawa, dan pemerataan sebaran penduduk. Juga pemerataan pembangunan, memperkokoh persatuan, dan memperkuat ketahanan nasional, terutama transmigran perbatasan.
Terkait program yang digagas di era Presiden Suharto ini, Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) mengajak keluarga besar transmigran mengembangkan peran dan potensi masing-masing guna memajukan bangsa Indonesia.
"Transmigrasi itu meningkatkan harapan karena membuat para transmigran memiliki tanah yang cukup guna menghidupi keluarga dan mencapai kesejahteraan," kata Mbak Tutut saat membuka Musyawarah Nasional IV Persatuan Anak Transmigran RI (PATRI) di Hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, 12-14 Maret 2019.
Data sensus 2010 menunjukkan terdapat 15,5 juta transmigran di Sumatera. Sebanyak 4,5 juta lainnya tersebar di Kalimantan dan Papua. Transmigran berhasil mengembangkan 3.500 desa dengan berbagai infrastruktur. Dari jumlah itu, 30 desa itu berkembang pesat menjadi kabupaten/kota.
Presiden Suharto senantiasa memberikan perhatian serius terhadap kehidupan transmigran. Misalnya dengan membangun sarana pendidikan di desa-desa transmigran, dan akses bagi anak-anak transmigran untuk menempuh pendidikan tinggi. Ini terlihat dari banyaknya anak-anak transmigran gelombang pertama yang menyelesaikan pendidikan tinggi di kota besar dan berkarier di berbagai bidang profesi.
Pada 2004, anak-anak transmigran membentuk PATRI. Ini sebagai wadah pemikiran, pandangan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya manusia, mitra pemerintah dalam pembangunan bidang ketransmigrasian.
"Kami anak anak transmigran benar-benar merasakan manfaat transmigrasi, meski pada awalnya tentu harus melalui proses berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian," kata Ketua Umum PATRI Sugiarto Sumas.
Sugiarto mengatakan, rata-rata kini keluarga anak-anak transmigran hidup berkecukupan. "Ada yang berkarier di militer dan mencapai bintang dua. Ada yang jadi guru besar dan bekerja di banyak sektor," ujarnya.
Meneruskan kerja besar Pak Harto, Mbak Tutut terus membina PATRI. Juga memberikan pemikiran tentang apa yang harus dilakukan desa-desa transmigran menghadapi persoalan saat ini.
“Masih banyak tantangan bangsa. Kesenjangan ekonomi, masalah kedaulatan pangan, pemenuhan energi ramah lingkungan dan air layak konsumsi. Para transmigran bisa bersama-sama berperan menghadapinya,” kata Mbak Tutut.
Salah satu yang paling memungkinkan adalah membangun desa mandiri pangan dan energi. Desa mandiri pangan dan energi ini akan mengurangi ketergantungan energi fosil, memacu perkembangan daerah transmigran dan mengurangi kesenjangan Jawa dan luar Jawa.
Desa transmigran yang mandiri membuat masyarakat memiliki kedaulatan pangan dan energi, dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin. “Jika ini terwujud, kemakmuran akan hadir di tanah-tanah transmigran. Saya akan mendampingi para transmigran memajukan bangsa ini,” tandasnya.
Misalnya meningkatkan taraf hidup, mempercepat pembangunan di luar Jawa, dan pemerataan sebaran penduduk. Juga pemerataan pembangunan, memperkokoh persatuan, dan memperkuat ketahanan nasional, terutama transmigran perbatasan.
Terkait program yang digagas di era Presiden Suharto ini, Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) mengajak keluarga besar transmigran mengembangkan peran dan potensi masing-masing guna memajukan bangsa Indonesia.
"Transmigrasi itu meningkatkan harapan karena membuat para transmigran memiliki tanah yang cukup guna menghidupi keluarga dan mencapai kesejahteraan," kata Mbak Tutut saat membuka Musyawarah Nasional IV Persatuan Anak Transmigran RI (PATRI) di Hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, 12-14 Maret 2019.
Data sensus 2010 menunjukkan terdapat 15,5 juta transmigran di Sumatera. Sebanyak 4,5 juta lainnya tersebar di Kalimantan dan Papua. Transmigran berhasil mengembangkan 3.500 desa dengan berbagai infrastruktur. Dari jumlah itu, 30 desa itu berkembang pesat menjadi kabupaten/kota.
Presiden Suharto senantiasa memberikan perhatian serius terhadap kehidupan transmigran. Misalnya dengan membangun sarana pendidikan di desa-desa transmigran, dan akses bagi anak-anak transmigran untuk menempuh pendidikan tinggi. Ini terlihat dari banyaknya anak-anak transmigran gelombang pertama yang menyelesaikan pendidikan tinggi di kota besar dan berkarier di berbagai bidang profesi.
Pada 2004, anak-anak transmigran membentuk PATRI. Ini sebagai wadah pemikiran, pandangan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya manusia, mitra pemerintah dalam pembangunan bidang ketransmigrasian.
"Kami anak anak transmigran benar-benar merasakan manfaat transmigrasi, meski pada awalnya tentu harus melalui proses berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian," kata Ketua Umum PATRI Sugiarto Sumas.
Sugiarto mengatakan, rata-rata kini keluarga anak-anak transmigran hidup berkecukupan. "Ada yang berkarier di militer dan mencapai bintang dua. Ada yang jadi guru besar dan bekerja di banyak sektor," ujarnya.
Meneruskan kerja besar Pak Harto, Mbak Tutut terus membina PATRI. Juga memberikan pemikiran tentang apa yang harus dilakukan desa-desa transmigran menghadapi persoalan saat ini.
“Masih banyak tantangan bangsa. Kesenjangan ekonomi, masalah kedaulatan pangan, pemenuhan energi ramah lingkungan dan air layak konsumsi. Para transmigran bisa bersama-sama berperan menghadapinya,” kata Mbak Tutut.
Salah satu yang paling memungkinkan adalah membangun desa mandiri pangan dan energi. Desa mandiri pangan dan energi ini akan mengurangi ketergantungan energi fosil, memacu perkembangan daerah transmigran dan mengurangi kesenjangan Jawa dan luar Jawa.
Desa transmigran yang mandiri membuat masyarakat memiliki kedaulatan pangan dan energi, dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin. “Jika ini terwujud, kemakmuran akan hadir di tanah-tanah transmigran. Saya akan mendampingi para transmigran memajukan bangsa ini,” tandasnya.
(poe)