Kurang DHA Pengaruhi Daya Pikir dan Prestasi Anak di Sekolah
A
A
A
JAKARTA - Pakar pendidikan anak usia dini Sofia Hartati mengatakan, kecerdasan dan prestasi belajar anak di sekolah dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari pola pendidikan, kondisi fisik, lingkungan serta asupan nutrisi yang cukup untuk perkembangan otak anak.
"Kecerdasaan itu dibentuk oleh banyak faktor termasuk aspek nutrisi. Anak yang kurang kecukupan gizinya, termasuk DHA, akan sulit berprestasi di sekolah," ujar Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta itu, Jumat (8/3/2019).
Beberapa pakar gizi dari UI dan IPB termasuk Prof Ahmad Sulaeman dalam artikel yang diterbitkan oleh British Journal of Nutrition, mengatakan bahwa 8 dari 10 anak Indonesia kekurangan asupan DHA jika mengacu pada standar WHO.
Penelitian yang dilakukan berdasar dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 itu menemukan bahwa 8 dari 10 anak usia sekolah Indonesia yang berumur 4-12 tahun kekurangan nutrisi otak sebab kekurangan asupan asam lemak esesial (Essential Fatty Acid) khususnya asupan DHA dan Omega 3 dibanding angka acuan dari WHO.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Pakar gizi dan Ketua Umum Pergizipangan Prof Dr Hardinsyah. Bahkan Hardinsyah menyoroti kekurangan asupan asam lemak esensial DHA dapat menganggu perkembangan otak dan kemampuan belajar pada anak-anak.
Keadaan ini sangat memprihatinkan mengingat fakta bahwa 80 persen anak Indonesia mengalami kekurangan konsumsi DHA dan Omega 3. "Pengaruh kekurangan DHA pada perkembangan otak anak bisa mempengaruhi daya nalar (kognisi) anak," katanya.
"Pemberian makanan yang punya nilai gizi dan vitamin yang baik harus diberikan oleh orang tua untuk perkembangan otak anak. Selain itu stimulasi lain yang dibutuhkan adalah pemberian kasih sayang serta interaksi positif dengan anak," Sofia menjelaskan.
Penelitian PISA dari OECD tahun 2018 menyebutkan bahwa kemampuan matematika dan science pelajar Indonesia berada diurutan bawah di peringkat 62 dunia. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan bagi masa depan anak Indonesia.
Sementara itu penelitian Kemendikbud juga menyatakan bahwa daya kemampuan berfikir anak Indonesia masih dibawah negara-negara maju di Asia, Korea dan Jepang meskipun waktu belajar anak Indonesia di sekolah lebih lama dibandingkan pelajar di negara lain.
"Sudah selayaknya orangtua dan mereka yang peduli terhadap prestasi dan masa depan anak Indonesia untuk senantiasa peduli pada pemenuhan gizi anak termasuk gizi untuk membantu perkembangan otak mereka," tegas Sofia.
"Kecerdasaan itu dibentuk oleh banyak faktor termasuk aspek nutrisi. Anak yang kurang kecukupan gizinya, termasuk DHA, akan sulit berprestasi di sekolah," ujar Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta itu, Jumat (8/3/2019).
Beberapa pakar gizi dari UI dan IPB termasuk Prof Ahmad Sulaeman dalam artikel yang diterbitkan oleh British Journal of Nutrition, mengatakan bahwa 8 dari 10 anak Indonesia kekurangan asupan DHA jika mengacu pada standar WHO.
Penelitian yang dilakukan berdasar dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 itu menemukan bahwa 8 dari 10 anak usia sekolah Indonesia yang berumur 4-12 tahun kekurangan nutrisi otak sebab kekurangan asupan asam lemak esesial (Essential Fatty Acid) khususnya asupan DHA dan Omega 3 dibanding angka acuan dari WHO.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Pakar gizi dan Ketua Umum Pergizipangan Prof Dr Hardinsyah. Bahkan Hardinsyah menyoroti kekurangan asupan asam lemak esensial DHA dapat menganggu perkembangan otak dan kemampuan belajar pada anak-anak.
Keadaan ini sangat memprihatinkan mengingat fakta bahwa 80 persen anak Indonesia mengalami kekurangan konsumsi DHA dan Omega 3. "Pengaruh kekurangan DHA pada perkembangan otak anak bisa mempengaruhi daya nalar (kognisi) anak," katanya.
"Pemberian makanan yang punya nilai gizi dan vitamin yang baik harus diberikan oleh orang tua untuk perkembangan otak anak. Selain itu stimulasi lain yang dibutuhkan adalah pemberian kasih sayang serta interaksi positif dengan anak," Sofia menjelaskan.
Penelitian PISA dari OECD tahun 2018 menyebutkan bahwa kemampuan matematika dan science pelajar Indonesia berada diurutan bawah di peringkat 62 dunia. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan bagi masa depan anak Indonesia.
Sementara itu penelitian Kemendikbud juga menyatakan bahwa daya kemampuan berfikir anak Indonesia masih dibawah negara-negara maju di Asia, Korea dan Jepang meskipun waktu belajar anak Indonesia di sekolah lebih lama dibandingkan pelajar di negara lain.
"Sudah selayaknya orangtua dan mereka yang peduli terhadap prestasi dan masa depan anak Indonesia untuk senantiasa peduli pada pemenuhan gizi anak termasuk gizi untuk membantu perkembangan otak mereka," tegas Sofia.
(maf)