Soal Bagi-bagi Kartu Baru, Jokowi Gagal Paham Misi Konstitusi

Jum'at, 08 Maret 2019 - 07:57 WIB
Soal Bagi-bagi Kartu...
Soal Bagi-bagi Kartu Baru, Jokowi Gagal Paham Misi Konstitusi
A A A
JAKARTA - Calon presiden petahana Joko Widodo kembali menjanjikan sejumlah program bagi-bagi kartu kepada masyarakat Indonesia. Program itu akan dia jalankan bila terpilih kembali pada pemilihan presiden (Pilpres) 17 April mendatang.

Sejumlah program kartu yang dijanjikan Jokowi antara lain Kartu Sembako Murah, KIP Kuliah, dan Kartu Pra-Kerja. Setelah sebelumnya membagikan Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako Murah, KIP Kuliah Kartu Pra-Kerja dan Kartu Pra-Kerja.

Analis Ekonomi Politik dari Fine Institute, Kusfiardi menilai adanya program bagi-bagi kartu tersebut menunjukan lemahnya kemampuan Jokowi dalam memahami misi yang disebut dalam Undang-undang Dasar 1945.

Sebab, semuanya kartu tersebut adalah instrumen menyenangkan semua orang, dengan cara menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya

“Bagi-bagi kartu ini menunjukkan lemahnya kemampuan capres petahana dalam memahami misi yang terdapat dalam konstitusi UUD 1945. Sekaligus menunjukkan jalan pintas, dengan semangat mengejar populisme,” kata Kusfiardi melalui pesan tertulis kepada SINDOnews, Jumat (8/2/2019).

Dia menjelaskan, dalam pembukaan UUD 1945, terkait kewajiban pemerintah menyebutkan bahwa, pembentukan suatu Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Dalam batang tubuh konstitusi ditegaskan pula bahwa akses terhadap pendidikan adalah hak setiap warga negara. Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 (pasca perubahan) juga merumuskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya,” jelasnya.

Selanjutnya, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
“Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan,” tukasnya.

Setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan. Dalam pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, “setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Seluruh program bansos capres petahana bukan hanya mereduksi makna bantuan sosial tapi juga bertentangan dengan apa yang diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945. Bahkan bansos digunakan untuk mengakali kinerja capres petahana, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan.

Sementara itu, menurut studi Bank Dunia, bansos yang diterima sampai dengan 25 persen dari pengeluaran perkapita per bulan akan mampu meningkatkan konsumsi pengeluaran perkapita sampai 22,4 persen dan dapat menurunkan angka kemiskinan sampai tiga persen.

Turunnya angka kemiskinan dengan instrumen bansos tentu sangat ringkih, karena tidak menyelesaikan persoalan pokok yang terkait kemiskinan. Diantaranya adalah soal penciptaan lapangan kerja dan stabilitas harga kebutuhan pokok.

“Tampaknya capres petahana memang bertujuan hanya sekedar mau menyenangkan semua orang. Caranya dengan menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya, mendidik masyarakat dengan hal-hal instan,” pungkasnya.

Menurut dia, apa yang dijanjikan Jokowi tersebut bertolakbelakang dengan apa yang disampaikan melalui cuitan di akun sosmed Twitter-nya, pada 14 Desember 2018 lalu. Saat itu, Jokowi mengatakan, “Kalau mau menyenangkan semua orang, tinggal menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya. Tapi jangan mendidik masyarakat dengan hal-hal instan. Kita bangun pondasi dan pilar kokoh, meski prosesnya pahit dan sakit, agar bangsa ini kuat dan tak mudah terseret gelombang”.

“Capres petahana tampaknya juga mengabaikan bangunan pondasi dan pilar kokoh, agar bangsa ini kuat dan tak mudah terseret gelombang, seperti yang pernah ditulis dalam akun twitternya pada akhir tahun lalu,” katanya.

Kemudian, terkait pernyataan JK yang menyebut tak ada anggaran untuk merealisasikan kartu-kartu Jokowi itu, Kusfiardi menganggap hal itu memang rasional karena untuk menutup anggaran rutin saja pemerintah harus ngutang.

"Sekarang saja untuk menutup anggaran rutin, pemerintah harus utang. Jelas rencana kartu-kartu dan termasuk pra-kerja akan butuh dana. Masa iya mau diambilkan dari utang lagi," jelasnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0857 seconds (0.1#10.140)