Tokoh Muhammadiyah: Istilah Non Islam dan Kafir Sama, Tinggal Kita Pilih Mana
A
A
A
JAKARTA - Tokoh Muhammadiyah, Anwar Abbas menyampaikan pendapat pribadinya tentang hasil Munas Alim ulama dan Konferensi Besar NU di Ponpes Miftahul Huda, Al Azhar Kota Banjar yang salah satu rekomendasinya tidak menyebut kafir kepada nonmuslim.
Anwar menjelaskan, orang yang tidak beragama Islam dalam pergaulan sehari-hari disebut dengan non muslim atau orang yang tidak beragama Islam. Maksudnya, orang yang tidak dan atau belum beragama Islam itu artinya adalah orang yang belum lagi bisa menerima kebenaran dari ajaran agama Islam.
"Orang yang tidak dan atau belum bisa menerima kebenaran dari sistim keyakinan dan ajaran Islam untuk dijadikannya sebagai agama dan keyakinan barunya maka orang yang posisinya seperti itu dalam Islam disebut dengan kafir," kata Anwar kepada SINDOnews, Minggu (3/3/2019).
Anwar menjelaskan, lebih lanjut mengenai istilah kafir. Menurutnya, kenapa orang disebut kafir karena orang tersebut masih menolak kebenaran yang disampaikan oleh ajaran Islam dan atau karena kebenaran yang dibawa oleh Islam itu masih tertutup di mata dan hati mereka. Sehingga kebenaran dari keyakinan dan ajaran Islam itu belum terlihat kebenarannya oleh mereka. Alhasil mereka masih tetap dengan agama dan keyakinannya yang ada.
Anwar menganggap adanya orang yang bersikap seperti itu menurut Islam adalah sah-sah saja dan boleh-boleh saja dan itu merupakan hak mereka sebagai individu dan umat Islam. Dalam kontek itu, semua pihak harus menghargainya dan tidak boleh memaksa mereka untuk memeluk Islam.
"Jadi dengan demikian orang yang disebut dengan non Islam itu dalam sistem keyakinan Islam adalah orang kafir karena semua orang yang tidak dan belum menerima Allah SWT sebagai Tuhannya dan belum menerima Islam sebagai agamanya adalah orang kafir dan atau orang yang kita sebut dengan non muslim," ujarnya.
Sebaliknya, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah itu menegskan, istilah kafir juga yang dipakai untuk mengidentifikasi orang nonmuslim juga tidak boleh dipaksakan untuk ditawar-tawar maupun diubah. Sebab menurutnya, istilah tersebut sudah diyakini muslim dan sudah disebutkan secara jelas dalam Kitab suci Al quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad.
Bahkan menurut Anwar, melakukan upaya untuk menawar dan mengubah istilah kafir juga bisa membuat yang bersangkutan bisa menjadi kafir karena yang bersangkutan juga tidak percaya kepada apa yang disampaikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Kendati begitu, kata Anwar, yang menjadi masalah adalah bagaimana semua masyarakat membawakannya di dalam pergaulan hidup sehari-hari. Anwar secara pribadi mempersilahkan saja kepada masyarakat setempat untuk memutuskannya karena secara teologis, kata non muslim dan kata kafir adalah sama dan setara yaitu sama-sama tidak dan atau belum bisa menerima ajaran Islam sebagai agama baru mereka.
Maka itu, lanjut Anwar, jika ada yang menginginkan supaya mereka yang tidak beragama Islam itu disebut dan dipanggil dengan sebutan non Islam silahkan saja. Namun dalam keyakinan orang Islam orang yang dipanggil dengan panggilan orang non Islam tersebut sebenarnya dia adalah orang kafir. "Seperti yang dimaksud oleh Tuhan dalam kitab sucinya. Bila itu yang kita yakini dan lakukan maka tidak ada masalah," pungkasnya.
Anwar menjelaskan, orang yang tidak beragama Islam dalam pergaulan sehari-hari disebut dengan non muslim atau orang yang tidak beragama Islam. Maksudnya, orang yang tidak dan atau belum beragama Islam itu artinya adalah orang yang belum lagi bisa menerima kebenaran dari ajaran agama Islam.
"Orang yang tidak dan atau belum bisa menerima kebenaran dari sistim keyakinan dan ajaran Islam untuk dijadikannya sebagai agama dan keyakinan barunya maka orang yang posisinya seperti itu dalam Islam disebut dengan kafir," kata Anwar kepada SINDOnews, Minggu (3/3/2019).
Anwar menjelaskan, lebih lanjut mengenai istilah kafir. Menurutnya, kenapa orang disebut kafir karena orang tersebut masih menolak kebenaran yang disampaikan oleh ajaran Islam dan atau karena kebenaran yang dibawa oleh Islam itu masih tertutup di mata dan hati mereka. Sehingga kebenaran dari keyakinan dan ajaran Islam itu belum terlihat kebenarannya oleh mereka. Alhasil mereka masih tetap dengan agama dan keyakinannya yang ada.
Anwar menganggap adanya orang yang bersikap seperti itu menurut Islam adalah sah-sah saja dan boleh-boleh saja dan itu merupakan hak mereka sebagai individu dan umat Islam. Dalam kontek itu, semua pihak harus menghargainya dan tidak boleh memaksa mereka untuk memeluk Islam.
"Jadi dengan demikian orang yang disebut dengan non Islam itu dalam sistem keyakinan Islam adalah orang kafir karena semua orang yang tidak dan belum menerima Allah SWT sebagai Tuhannya dan belum menerima Islam sebagai agamanya adalah orang kafir dan atau orang yang kita sebut dengan non muslim," ujarnya.
Sebaliknya, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah itu menegskan, istilah kafir juga yang dipakai untuk mengidentifikasi orang nonmuslim juga tidak boleh dipaksakan untuk ditawar-tawar maupun diubah. Sebab menurutnya, istilah tersebut sudah diyakini muslim dan sudah disebutkan secara jelas dalam Kitab suci Al quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad.
Bahkan menurut Anwar, melakukan upaya untuk menawar dan mengubah istilah kafir juga bisa membuat yang bersangkutan bisa menjadi kafir karena yang bersangkutan juga tidak percaya kepada apa yang disampaikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Kendati begitu, kata Anwar, yang menjadi masalah adalah bagaimana semua masyarakat membawakannya di dalam pergaulan hidup sehari-hari. Anwar secara pribadi mempersilahkan saja kepada masyarakat setempat untuk memutuskannya karena secara teologis, kata non muslim dan kata kafir adalah sama dan setara yaitu sama-sama tidak dan atau belum bisa menerima ajaran Islam sebagai agama baru mereka.
Maka itu, lanjut Anwar, jika ada yang menginginkan supaya mereka yang tidak beragama Islam itu disebut dan dipanggil dengan sebutan non Islam silahkan saja. Namun dalam keyakinan orang Islam orang yang dipanggil dengan panggilan orang non Islam tersebut sebenarnya dia adalah orang kafir. "Seperti yang dimaksud oleh Tuhan dalam kitab sucinya. Bila itu yang kita yakini dan lakukan maka tidak ada masalah," pungkasnya.
(pur)