Ketua DPR Diminta Mediasi Pertemuan MA, MK, dan KPU Soal OSO
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo diminta memediasi pertemuan antara Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Sebab, persoalan hukum antara KPU dengan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai berpotensi mengganggu jalannya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Oktober mendatang.
Maka itu, Anggota Komisi III DPR, Akbar Faizal menilai persoalan hukum antara KPU dengan PTUN Jakarta dan Bawaslu perlu segera diselesaikan. Dia mengatakan, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh MPR yang berasal dari dua unsur, yakni DPR dan DPD hasil Pemilu 2019.
"Saat ini, legalitas hukum calon anggota DPD tengah dipersoalkan, karena PTUN Jakarta membatalkan keputusan KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Tahun 2019. Jadi, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden bisa terhambat karena legalitas anggota DPD dapat dipersoalkan secara hukum,” ujar Akbar kepada wartawan, Selasa (12/2/2019).
Maka itu, dia meminta Ketua DPR Bambang Soesatyo turun tangan, untuk mempertemukan pihak-pihak terkait agar persoalan hukum yang ada saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari. Dia berpendapat, persoalan DCT DPD bisa berdampak pada kekosongan kepemimpinan nasional.
Pasalnya, pasangan Capres dan Cawapres yang kalah dalam Pilpres 2019 dapat menggunakan ruang tersebut untuk melakukan gugatan. “Ini masalah serius. Saya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR, meminta kesedian Pak Bambang (Soesatyo) untuk memediasi masalah ini," ujarnya.
Dia mengungkapkan, Ketua DPR Bambang Soesatyo pun menyatakan kesediaanya, akan menghubungi Ketua MK dan Ketua MA agar polemik yang terjadi saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari. "Apalagi, sampai mengganggu jalannya pelantikan presiden terpilih,” kata Politikus Partai Nasdem ini.
Diharapkannya, pertemuan Ketua DPR Bambang Soesatyo dengan beberapa pihak terkait bisa memberi solusi hukum, dan masalah tersebut dapat diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu 17 April mendatang. “Masing-masing pihak punya argumentasi dan dasar hukum sesuai undang-undang. Mudah-mudahan mediasi dapat menyelesaikan persoalan,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO, memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.
Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019. Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut.
Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK, sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan komisioner KPU ke Polda Metro Jaya.
Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi pun diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (30/1/2019), dengan sangkaan melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) KUHP, karena tidak melaksanakan perintah undang-undang, serta putusan PTUN dan Bawaslu.
Maka itu, Anggota Komisi III DPR, Akbar Faizal menilai persoalan hukum antara KPU dengan PTUN Jakarta dan Bawaslu perlu segera diselesaikan. Dia mengatakan, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh MPR yang berasal dari dua unsur, yakni DPR dan DPD hasil Pemilu 2019.
"Saat ini, legalitas hukum calon anggota DPD tengah dipersoalkan, karena PTUN Jakarta membatalkan keputusan KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Tahun 2019. Jadi, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden bisa terhambat karena legalitas anggota DPD dapat dipersoalkan secara hukum,” ujar Akbar kepada wartawan, Selasa (12/2/2019).
Maka itu, dia meminta Ketua DPR Bambang Soesatyo turun tangan, untuk mempertemukan pihak-pihak terkait agar persoalan hukum yang ada saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari. Dia berpendapat, persoalan DCT DPD bisa berdampak pada kekosongan kepemimpinan nasional.
Pasalnya, pasangan Capres dan Cawapres yang kalah dalam Pilpres 2019 dapat menggunakan ruang tersebut untuk melakukan gugatan. “Ini masalah serius. Saya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR, meminta kesedian Pak Bambang (Soesatyo) untuk memediasi masalah ini," ujarnya.
Dia mengungkapkan, Ketua DPR Bambang Soesatyo pun menyatakan kesediaanya, akan menghubungi Ketua MK dan Ketua MA agar polemik yang terjadi saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari. "Apalagi, sampai mengganggu jalannya pelantikan presiden terpilih,” kata Politikus Partai Nasdem ini.
Diharapkannya, pertemuan Ketua DPR Bambang Soesatyo dengan beberapa pihak terkait bisa memberi solusi hukum, dan masalah tersebut dapat diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu 17 April mendatang. “Masing-masing pihak punya argumentasi dan dasar hukum sesuai undang-undang. Mudah-mudahan mediasi dapat menyelesaikan persoalan,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO, memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.
Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019. Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut.
Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK, sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan komisioner KPU ke Polda Metro Jaya.
Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi pun diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (30/1/2019), dengan sangkaan melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) KUHP, karena tidak melaksanakan perintah undang-undang, serta putusan PTUN dan Bawaslu.
(pur)