Wabah DBD Meluas di Berbagai Daerah
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan menghadapi wabah demam berdarah dengue (DBD). Kewaspadaan ini diperlukan mengingat kasus penyakit yang rutin terjadi di musim ini semakin meluas di berbagai wilayah di Tanah Air. Kasus tersebut bahkan sudah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Data Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, serangan DBD meningkat di daerah seperti Kabupaten Kuala Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT, Sulawesi Utara, dan daerah lainnya.
Adapun distribusi penyakit suspect DBD sejak minggu pertama 2018 hingga minggu pertama 2019 tertinggi berkisar di Pulau Jawa, yakni di Jawa Timur dengan jumlah suspect DBD 700 orang, diikuti Jawa Tengah 512 orang, dan Jawa Barat 401 orang.
“Ditemukannya kasus DBD di berbagai daerah dikhawatirkan akan menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada sementara pemerintah daerah melakukan upaya pencegahan,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Widyawati di Jakarta kemarin.
Untuk merespons kasus tersebut, Kemenkes telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh kepala dinas kesehatan (dinkes) provinsi untuk tetap siaga menghadapi kasus DBD. Melalui surat edaran itu, setiap daerah diimbau untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
PSN dapat dilakukan melalui kegiatan menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang bekas, plus mencegah gigitan nyamuk dengan cara mengimplementasikan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik).
Dinkes juga diminta meningkatkan surveillance kasus dan surveillance faktor risiko terhadap kejadian DBD, di antarnya melalui kegiatan pemantauan jentik berkala. Juga menyediakan bahan insektisida dan larvasida untuk pemberantasan nyamuk dan jentik.
Selain itu, dinkes juga diimbau mengaktifkan kembali kelompok kerja operasional penanggulangan DBD di berbagai tingkatan RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Peningkatan sumber daya pencegahan dan pengendalian DBD juga perlu dilakukan meliputi peningkatan kapasitas SDM, termasuk bahan dan peralatan untuk melakukan deteksi dini dan pengobatan segera di puskesmas dan rumah sakit.
"Imbauan lainnya yakni menerbitkan surat instruksi kepala dinas kesehatan provinsi kepada jajarannya dalam rangka kesiapsiagaan peningkatan kasus DBD," jelasnya.
Berdasar pantauan KORAN SINDO, Manggarai Barat memang menjadi daerah terparah. Hingga kemarin di daerah ini DBD mengakibatkan 19 orang meninggal dunia. Kondisi kian mengkhawatirkan karena penderita DBD mencapai 1.000 orang. Akibat kondisi tersebut, bupati telah menetapkan status kondisi luar biasa (KLB).
Bupati Manggarai Barat Agustinus Dula mengaku telah meminta bantuan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat agar tidak terjadi lagi korban jiwa.
"Segala upaya dilakukan secara komprehensif agar kasus DBD ini bisa berangsur membaik. Kami pemerintah juga pastikan kasus DBD dengan KLB ini terus bisa dikendalikan agar tidak mengganggu wisatawan dan pariwisata di daerah ini," ucapnya.
Untuk mencegah menyebar luas DBD, pihaknya telah membersihkan genangan, sampah, dan lainnya yang berpotensi menjadi tempat bersarang dan berkembangbiak jentik nyamuk aedes aegypti penyebab DBD. "Aksi 3M itu kami lakukan bersama-sama masyarakat, ASN, TNI, dan Polri juga ormas, LSM, pemerhati lingkungan, komunitas sekolah, dan warga desa serta kelurahan," sebutnya.
Sedangkan di Jawa, penyebaran DBD terbanyak terjadi di Jawa Timur di antaranya di daerah Jombang, Kediri, Tulunganggung, Trenggalek, dan Ponorogo. Kasus ini bahkan dilaporkan telah menyebabkan jatuh korban jiwa. Seperti di Kabupaten Kediri hingga pertengahan Januari ini sudah ada 265 korban baik suspect maupun positif demam berdarah. Dari jumlah itu, ada sembilan meninggal dunia.
Padahal, jika dibanding pada Desember 2018, menurut data Dinas Kesehatan Kediri, jumlah penderita DBD hanya sekitar 205 penderita sehingga untuk setengah Januari ini dianggap relatif tinggi jumlahnya. Dari sumber data yang sama, jumlah penderita DBD untuk Januari pada 2018 ada 151 penderita dan pada Januari 2017 ada 115 penderita.
Jabodetabek Waspada
Serangan nyamuk DBD juga terjadi di kawasan Jabodetabek. Di Jakarta misalnya, berdasarkan sistem surveillance berbasis web milik Dinkes Provinsi DKI Jakarta untuk awal 2019 pada Januari ini telah tercatat sebanyak 111 kasus DBD (IR (Incidence Rate) = 1/100.000 penduduk). Namun, tidak terdapat ada kematian dari kasus tersebut.
Untuk diketahui pula, berdasarkan prediksi probabilitas kesesuaian kelembaban udara (Relative Humidity atau RH) 2019, jika semakin tinggi probabilitas (>75%), maka semakin tinggi kemungkinan RH mendukung pertumbuhan nyamuk aedes aegypti.
Adapun prediksi probabilitas kesesuaian kelembaban udara pada lima wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut: Januari 2019, Jakarta Barat: 77%; Jakarta Selatan: 76%; Jakarta Timur: 77%; Jakarta Pusat: 74%; Jakarta Utara: 73%. Sementara untuk Februari 2019, Jakarta Timur: 81%; Jakarta Selatan: 80%; Jakarta Barat: 79%; Jakarta Pusat: 77%; dan Jakarta Utara: 77%. Sedangkan untuk Maret 2019, Jakarta Timur: 81%; Jakarta Selatan: 80%; Jakarta Barat: 79%; Jakarta Pusat: 77%; Jakarta Utara: 77%.
"Dari data tersebut, prediksi angka insidensi DBD Januari yang masuk dalam kategori waspada terdapat di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Selanjutnya pada Februari dan Maret 2019 seluruh wilayah DKI Jakarta masuk dalam kategori waspada," ucap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti.
Sebelumnya, sepanjang 2018, Widyastuti menyebut ada 2.947 kasus DBD (IR = 28,15/100.000 penduduk) dengan dua kematian (Case Fatality Rate/CFR= 0,07%). Pada 2018 diketahui wilayah yang memiliki IR tertinggi di Jakarta adalah Kepulauan Seribu, yakni 41,4/100.000 penduduk, disusul Jakarta Barat sebesar 37,0/100.000 penduduk.
“Sedangkan pada 2017 dilaporkan 3.362 kasus dengan IR sebesar 32,41/100.000 penduduk dan satu kematian (CFR= 0,03%). Kemudian pada 2016 tercatat 20.432 dengan IR 198,80/100.000 penduduk dan 14 kematian (CFR= 0,07%)," ungkapnya.
Widyastuti mengatakan, peningkatan curah hujan dan perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk yang dapat menularkan virus dengeu dan menyebabkan DBD. Untuk itu, pada awal 2019 ini pihaknya terus melakukan berbagai upaya guna mengantisipasi munculnya KLB DBD di wilayah Jakarta.
"Kami terus melakukan berbagai tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di wilayah Jakarta secara keberlanjutan. Kami harap masyarakat mampu terlibat aktif dalam rangka mewaspadai dan mengantisipasi penyakit DBD di Jakarta," katanya.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Meity Magdalena meminta Pemprov DKI menjemput bola dan menggerakkan masyarakat secara real di lapangan untuk membersihkan lingkungannya. Dia melihat masih banyak masyarakat yang tidak diperhatikan dan abai terhadap lingkungannya.
"Sosialisasi harus terus dilakukan, tapi tidak kalah penting dan utama itu harus benar-benar turun kelapangan," tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Kewaspadaan juga ditunjukkan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan, pihaknya sudah mewanti-wanti akan terjadinya wabah demam berdarah. Menurut Ben—sapaan akrab Benyamin, yang diwanti-wanti itu adalah melakukan upaya pencegahan seperti melakukan fogging dan membersihkan saluran air warga.
"Kami sudah imbau para kader yang di bawah untuk melakukan gerakan membersihkan saluran air di depan rumah masing-masing warga," katanya. (Neneng Zubaedah/Bima Setiadi/Hasan Kurniawan)
Data Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, serangan DBD meningkat di daerah seperti Kabupaten Kuala Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT, Sulawesi Utara, dan daerah lainnya.
Adapun distribusi penyakit suspect DBD sejak minggu pertama 2018 hingga minggu pertama 2019 tertinggi berkisar di Pulau Jawa, yakni di Jawa Timur dengan jumlah suspect DBD 700 orang, diikuti Jawa Tengah 512 orang, dan Jawa Barat 401 orang.
“Ditemukannya kasus DBD di berbagai daerah dikhawatirkan akan menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada sementara pemerintah daerah melakukan upaya pencegahan,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Widyawati di Jakarta kemarin.
Untuk merespons kasus tersebut, Kemenkes telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh kepala dinas kesehatan (dinkes) provinsi untuk tetap siaga menghadapi kasus DBD. Melalui surat edaran itu, setiap daerah diimbau untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
PSN dapat dilakukan melalui kegiatan menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang bekas, plus mencegah gigitan nyamuk dengan cara mengimplementasikan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik).
Dinkes juga diminta meningkatkan surveillance kasus dan surveillance faktor risiko terhadap kejadian DBD, di antarnya melalui kegiatan pemantauan jentik berkala. Juga menyediakan bahan insektisida dan larvasida untuk pemberantasan nyamuk dan jentik.
Selain itu, dinkes juga diimbau mengaktifkan kembali kelompok kerja operasional penanggulangan DBD di berbagai tingkatan RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Peningkatan sumber daya pencegahan dan pengendalian DBD juga perlu dilakukan meliputi peningkatan kapasitas SDM, termasuk bahan dan peralatan untuk melakukan deteksi dini dan pengobatan segera di puskesmas dan rumah sakit.
"Imbauan lainnya yakni menerbitkan surat instruksi kepala dinas kesehatan provinsi kepada jajarannya dalam rangka kesiapsiagaan peningkatan kasus DBD," jelasnya.
Berdasar pantauan KORAN SINDO, Manggarai Barat memang menjadi daerah terparah. Hingga kemarin di daerah ini DBD mengakibatkan 19 orang meninggal dunia. Kondisi kian mengkhawatirkan karena penderita DBD mencapai 1.000 orang. Akibat kondisi tersebut, bupati telah menetapkan status kondisi luar biasa (KLB).
Bupati Manggarai Barat Agustinus Dula mengaku telah meminta bantuan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat agar tidak terjadi lagi korban jiwa.
"Segala upaya dilakukan secara komprehensif agar kasus DBD ini bisa berangsur membaik. Kami pemerintah juga pastikan kasus DBD dengan KLB ini terus bisa dikendalikan agar tidak mengganggu wisatawan dan pariwisata di daerah ini," ucapnya.
Untuk mencegah menyebar luas DBD, pihaknya telah membersihkan genangan, sampah, dan lainnya yang berpotensi menjadi tempat bersarang dan berkembangbiak jentik nyamuk aedes aegypti penyebab DBD. "Aksi 3M itu kami lakukan bersama-sama masyarakat, ASN, TNI, dan Polri juga ormas, LSM, pemerhati lingkungan, komunitas sekolah, dan warga desa serta kelurahan," sebutnya.
Sedangkan di Jawa, penyebaran DBD terbanyak terjadi di Jawa Timur di antaranya di daerah Jombang, Kediri, Tulunganggung, Trenggalek, dan Ponorogo. Kasus ini bahkan dilaporkan telah menyebabkan jatuh korban jiwa. Seperti di Kabupaten Kediri hingga pertengahan Januari ini sudah ada 265 korban baik suspect maupun positif demam berdarah. Dari jumlah itu, ada sembilan meninggal dunia.
Padahal, jika dibanding pada Desember 2018, menurut data Dinas Kesehatan Kediri, jumlah penderita DBD hanya sekitar 205 penderita sehingga untuk setengah Januari ini dianggap relatif tinggi jumlahnya. Dari sumber data yang sama, jumlah penderita DBD untuk Januari pada 2018 ada 151 penderita dan pada Januari 2017 ada 115 penderita.
Jabodetabek Waspada
Serangan nyamuk DBD juga terjadi di kawasan Jabodetabek. Di Jakarta misalnya, berdasarkan sistem surveillance berbasis web milik Dinkes Provinsi DKI Jakarta untuk awal 2019 pada Januari ini telah tercatat sebanyak 111 kasus DBD (IR (Incidence Rate) = 1/100.000 penduduk). Namun, tidak terdapat ada kematian dari kasus tersebut.
Untuk diketahui pula, berdasarkan prediksi probabilitas kesesuaian kelembaban udara (Relative Humidity atau RH) 2019, jika semakin tinggi probabilitas (>75%), maka semakin tinggi kemungkinan RH mendukung pertumbuhan nyamuk aedes aegypti.
Adapun prediksi probabilitas kesesuaian kelembaban udara pada lima wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut: Januari 2019, Jakarta Barat: 77%; Jakarta Selatan: 76%; Jakarta Timur: 77%; Jakarta Pusat: 74%; Jakarta Utara: 73%. Sementara untuk Februari 2019, Jakarta Timur: 81%; Jakarta Selatan: 80%; Jakarta Barat: 79%; Jakarta Pusat: 77%; dan Jakarta Utara: 77%. Sedangkan untuk Maret 2019, Jakarta Timur: 81%; Jakarta Selatan: 80%; Jakarta Barat: 79%; Jakarta Pusat: 77%; Jakarta Utara: 77%.
"Dari data tersebut, prediksi angka insidensi DBD Januari yang masuk dalam kategori waspada terdapat di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Selanjutnya pada Februari dan Maret 2019 seluruh wilayah DKI Jakarta masuk dalam kategori waspada," ucap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti.
Sebelumnya, sepanjang 2018, Widyastuti menyebut ada 2.947 kasus DBD (IR = 28,15/100.000 penduduk) dengan dua kematian (Case Fatality Rate/CFR= 0,07%). Pada 2018 diketahui wilayah yang memiliki IR tertinggi di Jakarta adalah Kepulauan Seribu, yakni 41,4/100.000 penduduk, disusul Jakarta Barat sebesar 37,0/100.000 penduduk.
“Sedangkan pada 2017 dilaporkan 3.362 kasus dengan IR sebesar 32,41/100.000 penduduk dan satu kematian (CFR= 0,03%). Kemudian pada 2016 tercatat 20.432 dengan IR 198,80/100.000 penduduk dan 14 kematian (CFR= 0,07%)," ungkapnya.
Widyastuti mengatakan, peningkatan curah hujan dan perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk yang dapat menularkan virus dengeu dan menyebabkan DBD. Untuk itu, pada awal 2019 ini pihaknya terus melakukan berbagai upaya guna mengantisipasi munculnya KLB DBD di wilayah Jakarta.
"Kami terus melakukan berbagai tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di wilayah Jakarta secara keberlanjutan. Kami harap masyarakat mampu terlibat aktif dalam rangka mewaspadai dan mengantisipasi penyakit DBD di Jakarta," katanya.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Meity Magdalena meminta Pemprov DKI menjemput bola dan menggerakkan masyarakat secara real di lapangan untuk membersihkan lingkungannya. Dia melihat masih banyak masyarakat yang tidak diperhatikan dan abai terhadap lingkungannya.
"Sosialisasi harus terus dilakukan, tapi tidak kalah penting dan utama itu harus benar-benar turun kelapangan," tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Kewaspadaan juga ditunjukkan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan, pihaknya sudah mewanti-wanti akan terjadinya wabah demam berdarah. Menurut Ben—sapaan akrab Benyamin, yang diwanti-wanti itu adalah melakukan upaya pencegahan seperti melakukan fogging dan membersihkan saluran air warga.
"Kami sudah imbau para kader yang di bawah untuk melakukan gerakan membersihkan saluran air di depan rumah masing-masing warga," katanya. (Neneng Zubaedah/Bima Setiadi/Hasan Kurniawan)
(nfl)