Pidato Bersejarah dan Fenomenal \'Singa Podium\' Indonesia
A
A
A
SEJARAH Bangsa Indonesia diiringi dengan pidato sejumlah tokoh nasional yang fenomenal. Pidato mereka menjadi arah perjuangan dan hingga kini terus dikenang. Berikut pidato para tokoh yang terkenal tersebut.
1. Pidato Bung Karno di depan Kongres AS
Pada 17 Mei 1956 Presiden Soekarno mendapat kehormatan untuk menyampaikan pidato di depan kongres Amerika Serikat. Di dalam pidatonya, antara lain Soekarno berkata:
“Perjuangan dan pengorbanan yang telah Kami lakukan demi pembabesan rakyat Kami dari belenggu kolonialisme telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad tetapi perjuangan itu belum selesai. Bagaimana perjuangan itu dikatakan belum selesai jika jutaan manusia di Asia maupun di Afrika masih berada di dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan”.
Meskipun pidato tersebut sangat kritis terhadap kolonialisme dan imperialisme negara-negara barat, pidato ini menjadi terkenal dan dianggap sebagai pidato yang berhasil mengubah dunia.
2. Pidato “Ganyang Malaysia” Bung Karno
Pidato “Ganyang Malaysia” bermula saat Presiden Soekarno marah besar karena merasa dicurangi oleh pihak internasional. Pada 1961 Federasi Malaysia ingin menggabungkan Brunei, Sabah dan Serawak ke dalam wilayahnya. Keinginan ini mendapat penolakan dari Bung Karno dan justru kemudian disambut dengan aksi pelecehan simbol Negara Indonesia di Malaysia.
Sontak melayanglah pidato keras Bung Karno “Ganyang Malaysia” pada 1963. Sampai saat ini, pidato “Ganyang Malaysia” masih begitu tersohor di Indonesia. Pidato tersebut merepresentasikan pembelaan harkat dan martabat bangsa oleh pemimpin Nasional.
3. Pidato Bung Tomo
Tokoh penting Surabaya di awal masa kemerdekaan, Bung Tomo berhasil membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan kedatangan penjajah Inggris pada 10 November 1945. Diiringi pekikan suara Bung Tomo, arek-arek Suroboyo dengan gagah berani berhasil mengusir Belanda dari Surabaya.
Berikut cuplikan pidato Bung Tomo. “Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!”
4. Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari
Saat Surabaya dikepung Belanda pada 10 November 1945, sebenarnya ada kekuatan lain yang ikut datang membantu. Bala bantuan ini datang dari sebuah panggilan yang disebut sebagai resolusi jihad dari pendiri Nahdhatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari.
KH Hasyim Asy’ari meyakini nasionalisme adalah bagian dari Islam, maka Beliau memanggil laskar santri dan ulama berbagai daerah untuk berperang ke Surabaya. Resolusi jihad merepresentasikan nasionalisme laskar santri dan ulama.
5. Mosi Integral M Natsir
Mosi Integral lahir di tengah perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) di tahun 1949. Saat itu wilayah Indonesia dipecah-pecah menjadi beberapa negara bagian dengan melahirkan pro dan kontra.
Situasi semakin memburuk dengan perselisihan ini. Akhirnya melalui mimbar parlemen, M. Natsir mengajukan Mosi Integral untuk mempersatukan Indonesia kembali. Mosi Integral diterima dengan baik oleh Moh. Hatta dan kemudian digunakan sebagai pedoman dalam mengembalikan kesatuan NKRI seutuhnya. (Wahyono)
1. Pidato Bung Karno di depan Kongres AS
Pada 17 Mei 1956 Presiden Soekarno mendapat kehormatan untuk menyampaikan pidato di depan kongres Amerika Serikat. Di dalam pidatonya, antara lain Soekarno berkata:
“Perjuangan dan pengorbanan yang telah Kami lakukan demi pembabesan rakyat Kami dari belenggu kolonialisme telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad tetapi perjuangan itu belum selesai. Bagaimana perjuangan itu dikatakan belum selesai jika jutaan manusia di Asia maupun di Afrika masih berada di dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan”.
Meskipun pidato tersebut sangat kritis terhadap kolonialisme dan imperialisme negara-negara barat, pidato ini menjadi terkenal dan dianggap sebagai pidato yang berhasil mengubah dunia.
2. Pidato “Ganyang Malaysia” Bung Karno
Pidato “Ganyang Malaysia” bermula saat Presiden Soekarno marah besar karena merasa dicurangi oleh pihak internasional. Pada 1961 Federasi Malaysia ingin menggabungkan Brunei, Sabah dan Serawak ke dalam wilayahnya. Keinginan ini mendapat penolakan dari Bung Karno dan justru kemudian disambut dengan aksi pelecehan simbol Negara Indonesia di Malaysia.
Sontak melayanglah pidato keras Bung Karno “Ganyang Malaysia” pada 1963. Sampai saat ini, pidato “Ganyang Malaysia” masih begitu tersohor di Indonesia. Pidato tersebut merepresentasikan pembelaan harkat dan martabat bangsa oleh pemimpin Nasional.
3. Pidato Bung Tomo
Tokoh penting Surabaya di awal masa kemerdekaan, Bung Tomo berhasil membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan kedatangan penjajah Inggris pada 10 November 1945. Diiringi pekikan suara Bung Tomo, arek-arek Suroboyo dengan gagah berani berhasil mengusir Belanda dari Surabaya.
Berikut cuplikan pidato Bung Tomo. “Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!”
4. Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari
Saat Surabaya dikepung Belanda pada 10 November 1945, sebenarnya ada kekuatan lain yang ikut datang membantu. Bala bantuan ini datang dari sebuah panggilan yang disebut sebagai resolusi jihad dari pendiri Nahdhatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari.
KH Hasyim Asy’ari meyakini nasionalisme adalah bagian dari Islam, maka Beliau memanggil laskar santri dan ulama berbagai daerah untuk berperang ke Surabaya. Resolusi jihad merepresentasikan nasionalisme laskar santri dan ulama.
5. Mosi Integral M Natsir
Mosi Integral lahir di tengah perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) di tahun 1949. Saat itu wilayah Indonesia dipecah-pecah menjadi beberapa negara bagian dengan melahirkan pro dan kontra.
Situasi semakin memburuk dengan perselisihan ini. Akhirnya melalui mimbar parlemen, M. Natsir mengajukan Mosi Integral untuk mempersatukan Indonesia kembali. Mosi Integral diterima dengan baik oleh Moh. Hatta dan kemudian digunakan sebagai pedoman dalam mengembalikan kesatuan NKRI seutuhnya. (Wahyono)
(wib)