Jokowi Diminta Hati-hati Sikapi Dugaan Pelemahan KPU
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma), Said Salahudin berharap perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Polri menindak pihak-pihak yang diduga menyebar informasi hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos dilakukan secara hati-hati.
Menurut Said, sebagai bawahan, Kapolri wajib melaksanakan apa yang diperintahkan oleh atasannya, yaitu Presiden.
"Secara person Jokowi juga bagian dari peserta pemilu, maka terhadap instruksi Presiden yang bertalian dengan urusan pemilu, Polri perlu menjaga profesionalitasnya," kata Said kepada SINDOnews, Jumat (11/1/2019).
Sebetulnya tanpa harus didahului oleh perintah Presiden, kata dia, kepolisian sudah bergerak cepat dalam merespons isu-isu bermuatan hoaks yang dianggap menyudutkan KPU.
Menurut dia, pada isu tujuh kontainer surat suara tercoblos yang melatari munculnya instruksi Presiden, misalnya Polri sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang diduga membuat dan menyebarkan kabar bohong itu.
"Proses hukum terhadap pihak-pihak tersebut juga terus bergulir. Bahkan Polri mendapat dukungan penuh dari para peserta pemilu," tuturnya.
Dengan demikian, lanjut Said, proses pengusutan terhadap kasus itu sebetulnya sudah berjalan sebagaimana mestinya, tanpa terkendala masalah atau hambatan yang menuntut Presiden perlu ikut turun tangan.
"Sehingga saya melihat belum cukup urgensi bagi Presiden untuk mengeluarkan instruksi tersebut kepada Kapolri," ucapnya.
Sebaiknya, kata Said, biarkan kasus itu ditangani secara mandiri oleh kepolisian dalam koridor hukum. Jika Presiden ikut bereaksi, dampak politisnya sulit dihindari.
"Karena selain menjabat sebagai Presiden, Jokowi juga adalah capres petahana yang memiliki hubungan hukum dengan KPU," katanya.
Said menjelaskan Jokowi adalah peserta dan KPU penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, Jokowi ikut "nimbrung" pada persoalan KPU.
Sebaliknya, sambung dia, KPU akan merasa mendapatkan pembelaan dari Jokowi maka ada potensi konflik kepentingan di situ.
Lagi pula, tambah dia, dalam pengamatannya apa yang disebut oleh Presiden sebagai upaya melemahkan atau mendelegitimasi KPU itu hanya dilakukan oknum.
"Belum ada indikasi kuat yang mengarah pada suatu upaya sistematis untuk mendelegitimasi KPU yang dirancang oleh pihak tertentu, apalagi dari peserta pemilu," tuturnya.
Menurut Said, sebagai bawahan, Kapolri wajib melaksanakan apa yang diperintahkan oleh atasannya, yaitu Presiden.
"Secara person Jokowi juga bagian dari peserta pemilu, maka terhadap instruksi Presiden yang bertalian dengan urusan pemilu, Polri perlu menjaga profesionalitasnya," kata Said kepada SINDOnews, Jumat (11/1/2019).
Sebetulnya tanpa harus didahului oleh perintah Presiden, kata dia, kepolisian sudah bergerak cepat dalam merespons isu-isu bermuatan hoaks yang dianggap menyudutkan KPU.
Menurut dia, pada isu tujuh kontainer surat suara tercoblos yang melatari munculnya instruksi Presiden, misalnya Polri sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang diduga membuat dan menyebarkan kabar bohong itu.
"Proses hukum terhadap pihak-pihak tersebut juga terus bergulir. Bahkan Polri mendapat dukungan penuh dari para peserta pemilu," tuturnya.
Dengan demikian, lanjut Said, proses pengusutan terhadap kasus itu sebetulnya sudah berjalan sebagaimana mestinya, tanpa terkendala masalah atau hambatan yang menuntut Presiden perlu ikut turun tangan.
"Sehingga saya melihat belum cukup urgensi bagi Presiden untuk mengeluarkan instruksi tersebut kepada Kapolri," ucapnya.
Sebaiknya, kata Said, biarkan kasus itu ditangani secara mandiri oleh kepolisian dalam koridor hukum. Jika Presiden ikut bereaksi, dampak politisnya sulit dihindari.
"Karena selain menjabat sebagai Presiden, Jokowi juga adalah capres petahana yang memiliki hubungan hukum dengan KPU," katanya.
Said menjelaskan Jokowi adalah peserta dan KPU penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, Jokowi ikut "nimbrung" pada persoalan KPU.
Sebaliknya, sambung dia, KPU akan merasa mendapatkan pembelaan dari Jokowi maka ada potensi konflik kepentingan di situ.
Lagi pula, tambah dia, dalam pengamatannya apa yang disebut oleh Presiden sebagai upaya melemahkan atau mendelegitimasi KPU itu hanya dilakukan oknum.
"Belum ada indikasi kuat yang mengarah pada suatu upaya sistematis untuk mendelegitimasi KPU yang dirancang oleh pihak tertentu, apalagi dari peserta pemilu," tuturnya.
(dam)