Sejumlah Catatan BPKN di Tahun 2018
A
A
A
JAKARTA - Dalam catatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), perlindungan konsumen masih dalam keadaan menghawatirkan. Tahun depan, diperkirakan bakal ada potensi ledakan perlindungan konsumen yang merasa terabaikan atau dirugikan.
Wakil Ketua BPKN, Rolas Budiman Sitinjak mengungkapkan, pada periode keempat ini yang dilantik sejak akhir Agustus 2017, hingga pertengahan Desember 2018 mencapai 500 lebih pengaduan. Di mana, kebanyakan laporan konsumen dari sektor properti atau perumahan.
Tercatat, sejak September 2017 hinga pertengahan Desember ini sebanyak 434 kasus pengaduan masalah perumahan.
"Di Januari sampai Desember 2018 saja ada sebanyak 348 kasus pengaduan soal perumahan. Persoalan ini paling besar didominasi masalah pembiayaan, di mana banyak terjadi kasus pembiayaan terhadap rumah bodong," kata Rolas dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun, di Gedung I Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018).Rolas yang berlatar belakang sebagai pengacara ini bahkan terjun langsung ke lapangan melakukan advokasi terhadap aduan masyarakat seperti warga perumahan Sentul City Bogor dan advokasi warga perumahan Violet Garden Bekasi.
"Di Violet Garden itu malah ketika sudah lunas bank tersebut tidak bisa menghadirkan sertifikat. Sialnya lagi ternyata sertifikatnya malah diagunkan ke bank lain, jauh sebelum adanya KPR tersebut," keluhnya.
Sejauh ini lanjutnya, yang paling bermasalah adalah soal pembiayaan, dengan lembaga paling bermasalah sebanyak 75 persen oleh bank pelat merah. "BTN yang paling banyak. BRI yang kedua," sebut Ketua DPD DKI Jakarta Taruna Merah Putih tersebut.
Sayangnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagai kurang peduli terhadap keluhan konsumen yang disebabkan oleh lembaga pembiayaan oleh bank pemerintah. Rolas menyebut, Bank Indonesia punya kebijakan loan to value dengan perlindungan secara makro, sementara OJK sebenarnya lebih kepada perlindungan mikro prudensial.
"Apa kata OJK? Jawabannya mereka tak mengurusi hal teknis. Sementara pelaku usaha mulai dari yang kecil sampai yang besar kalau sudah tersudut biasanya menbangkrutkan diri atau melakukan PKPU (penundaaan kewajiban pembayaran utang). Jadi masyarakat kecil yang selalu jadi korban," ungkapnya.Dirinya menganjurkan, hingga kini masih banyak yang terjebak dengan rumah bodong, alias rumah tanpa sertifikat. Untuk itu, masyarakat sebagai konsumen lebih hati-hati dan selektif dalam memilih kredit perumahan.
"Imbauan BPKN ke masyarakat agar semakin bijak dalam memilih kredit perumahan jangan terburu-buru tergiur harga murah. Masyarakat harus lakukan pengecekan dan selektif memilihnya," kata Rolas.
Upaya melakukan pengecekan tersebut bisa dilakukan lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat guna memastikan apakah rumah yang ditawarkan penyedia kredit benar adanya.
"Datangi BPN pasti disana ada jelas datanya bisa dicek. Karena kita harus tau bagaimana sertifikatnya, lokasi, dan lainnya, datang aja ke BPN setempat," tunjuk Rolas.
Selain, aduan sektor perumahan, Rolas memprediksi sektor bisnis digital, dari fintech (financial and technology), ojek daring, dan e-commerce bakal banyak aduan di tahun mendatang. Juga sektor kesehatan, akibat jebolnya subsidi anggaran BPJS.
"Ojek online siapa yang nenjamin keselamatan? Karena itu rekomendasi BPKN agar diperlakukan sam dengan angkutan umum lainnya yang sudah pasti punya perlindungan. Begitu juga dengan permasalahan konsumen pada e-commerce," urainya.
Meski begitu, permasalahan konsumen yang ditelaah BPKN bukan saja dari aduan semata. Rolas menunjuk permasalahan yang berdampak besar seperti makarel kemasan kaleng yang terinfeksi cacing atau kecelakaan Lion Air merupakan inisiatif dari BPKN.
"Semestinya BPKN punya cabang di daerah, minimal 10 kota besar di Indonesia. Namun, lantaran keterbatasan anggaran sehingga belum membuka satu kantor cabang pun. Tapi sejauh ini, kami terus membuat rekomendasi kepada pemerintah untuk dijalankan dan menjalin kerja sama dengan Ombudsman," tutupnya.
Wakil Ketua BPKN, Rolas Budiman Sitinjak mengungkapkan, pada periode keempat ini yang dilantik sejak akhir Agustus 2017, hingga pertengahan Desember 2018 mencapai 500 lebih pengaduan. Di mana, kebanyakan laporan konsumen dari sektor properti atau perumahan.
Tercatat, sejak September 2017 hinga pertengahan Desember ini sebanyak 434 kasus pengaduan masalah perumahan.
"Di Januari sampai Desember 2018 saja ada sebanyak 348 kasus pengaduan soal perumahan. Persoalan ini paling besar didominasi masalah pembiayaan, di mana banyak terjadi kasus pembiayaan terhadap rumah bodong," kata Rolas dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun, di Gedung I Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018).Rolas yang berlatar belakang sebagai pengacara ini bahkan terjun langsung ke lapangan melakukan advokasi terhadap aduan masyarakat seperti warga perumahan Sentul City Bogor dan advokasi warga perumahan Violet Garden Bekasi.
"Di Violet Garden itu malah ketika sudah lunas bank tersebut tidak bisa menghadirkan sertifikat. Sialnya lagi ternyata sertifikatnya malah diagunkan ke bank lain, jauh sebelum adanya KPR tersebut," keluhnya.
Sejauh ini lanjutnya, yang paling bermasalah adalah soal pembiayaan, dengan lembaga paling bermasalah sebanyak 75 persen oleh bank pelat merah. "BTN yang paling banyak. BRI yang kedua," sebut Ketua DPD DKI Jakarta Taruna Merah Putih tersebut.
Sayangnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagai kurang peduli terhadap keluhan konsumen yang disebabkan oleh lembaga pembiayaan oleh bank pemerintah. Rolas menyebut, Bank Indonesia punya kebijakan loan to value dengan perlindungan secara makro, sementara OJK sebenarnya lebih kepada perlindungan mikro prudensial.
"Apa kata OJK? Jawabannya mereka tak mengurusi hal teknis. Sementara pelaku usaha mulai dari yang kecil sampai yang besar kalau sudah tersudut biasanya menbangkrutkan diri atau melakukan PKPU (penundaaan kewajiban pembayaran utang). Jadi masyarakat kecil yang selalu jadi korban," ungkapnya.Dirinya menganjurkan, hingga kini masih banyak yang terjebak dengan rumah bodong, alias rumah tanpa sertifikat. Untuk itu, masyarakat sebagai konsumen lebih hati-hati dan selektif dalam memilih kredit perumahan.
"Imbauan BPKN ke masyarakat agar semakin bijak dalam memilih kredit perumahan jangan terburu-buru tergiur harga murah. Masyarakat harus lakukan pengecekan dan selektif memilihnya," kata Rolas.
Upaya melakukan pengecekan tersebut bisa dilakukan lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat guna memastikan apakah rumah yang ditawarkan penyedia kredit benar adanya.
"Datangi BPN pasti disana ada jelas datanya bisa dicek. Karena kita harus tau bagaimana sertifikatnya, lokasi, dan lainnya, datang aja ke BPN setempat," tunjuk Rolas.
Selain, aduan sektor perumahan, Rolas memprediksi sektor bisnis digital, dari fintech (financial and technology), ojek daring, dan e-commerce bakal banyak aduan di tahun mendatang. Juga sektor kesehatan, akibat jebolnya subsidi anggaran BPJS.
"Ojek online siapa yang nenjamin keselamatan? Karena itu rekomendasi BPKN agar diperlakukan sam dengan angkutan umum lainnya yang sudah pasti punya perlindungan. Begitu juga dengan permasalahan konsumen pada e-commerce," urainya.
Meski begitu, permasalahan konsumen yang ditelaah BPKN bukan saja dari aduan semata. Rolas menunjuk permasalahan yang berdampak besar seperti makarel kemasan kaleng yang terinfeksi cacing atau kecelakaan Lion Air merupakan inisiatif dari BPKN.
"Semestinya BPKN punya cabang di daerah, minimal 10 kota besar di Indonesia. Namun, lantaran keterbatasan anggaran sehingga belum membuka satu kantor cabang pun. Tapi sejauh ini, kami terus membuat rekomendasi kepada pemerintah untuk dijalankan dan menjalin kerja sama dengan Ombudsman," tutupnya.
(maf)