BNN Perketat Pertahanan Desa
A
A
A
JAKARTA - Ancaman narkoba tak hanya menyerang perkotaan, tapi sudah merambah pedesaan. Upaya pembangunan desa bersih dari narkoba pun jadi langkah strategis yang harus direalisasikan demi melindungi desa dari ancaman narkoba.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Heru Winarko mengingatkan bahwa narkoba mengancam desa yang makmur. Dengan tingkat pendapatan dan daya beli tinggi, maka bandar bisa masuk mencari celah dan memasok narkoba. Bahkan, sindikat narkoba telah mampu mengendalikan aparat desa untuk membantu peredaran narkoba.
“Ini dapat dilihat dari kasus sabu di Sumut di mana salah satu kepala desanya turut terlibat dalam jaringan narkoba,” ungkap Heru saat diskusi ‘Antisipasi dan Solusi Permasalahan Penyalahgunaan Narkoba di Desa dalam Rangka Menuju Desa Bersih Narkoba’ di Jakarta, Kamis (29/11).
Dengan fakta ini, ketahanan desa menjadi sangat dibutuhkan agar bersih dari penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Apalagi, jalur masuknya narkoba dari bandara, pelabuhan, dan pelabuhan tikus. Bahkan, 1.000 pos di Kalimantan Utara itu ada di desa-desa pesisir dan perbatasan.
“Sebagai langkah antisipasi, masyarakat desa harus diberikan pemahaman tentang bahaya narkoba. Selain itu, kami juga mengajak berbagai sektor terkait untuk memberikan pengawasan lebih ketat terhadap pelabuhan tikus di kawasan pesisir,” tegas Heru.
Dia melanjutkan, perlunya memperkuat desa-desa yang ada di perbatasan. Bahkan, dia menyebut jalur paling rawan penyelundupan dari luar negeri yaitu penyelundupan narkoba di Selat Malaka. Terkadang juga, sambungnya, kades menjadi operator.
“Narkoba seringkali masuk ke desa lewat desa-desa makmur. Desa makmur jadi target narkoba karena daya beli tinggi. Ada kasus kades dimodalin bandar untuk nyalon lagi, harus ada timbal balik. Oleh karena itu, kita punya program Desa Bersih Narkoba bersama Kemendes PDTT dan Kemendagri,” ujarnya
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengungkapkan, PDTT harus ikut berperan dalam pencegahan narkoba di desa-desa. Dan, upaya itu harus dimulai dari diri sendiri yakni mengetahui bahaya narkoba. “Mulai dari diri sendiri, kemudian kita akan canangkan pencegahan narkoba di desa-desa. Buat satu program dan beri anggaran yang cukup. Kita harus mengetaui dulu apa bahayanya,” katanya.
Eko mengungkapkan, saat ini ada 3,5 juta pengguna narkoba. Akibatnya, rasa keamanan tidak ada dan generasi rusak. Tanpa kemauan keras untuk berantas narkoba, masa depan negara tidak akan sebaik sekarang atau tidak akan tercapai kondisi ideal yang dicita-citakan.
“Saat ini ada 30-40 orang meninggal sia-sia akibat narkoba. Jaringan itu akan makin besar, dan jika tidak ada upaya signifikan, maka akan terus membesar. Bisnis narkoba sudah menyerap Rp80 triliun, itu sama dengan 16 kali dari anggaran Kemendes PDTT,” tegas Eko.
Melihat kondisi tersebut, Eko berharap tenaga-tenaga pendamping desa bisa dijadikan agen penyuluh sebagai tenaga relawan pencegahan narkoba di desa. Selain itu, dalam pelatihan pratugas pendamping desa dibutuhkan adanya narasumber dari BNN, juga kerja sama dengan balai-balai yang dimiliki Kemendes PDTT.
Deputi Pemberdayaan Masyarakat BNN, Dunan Ismail Isja mengungkapkan dalam upaya pencegahan peredaran narkoba di lingkungan masyarakat, BNN meminta tiap daerah di kabupaten/kota membuat pilot project desa/kelurahan Bersih Narkoba. Untuk kegiatan itu pihaknya memita tiap daerah memaksimalkan peran Babinsa, Bhabinkamtibas, serta unsur pemerintah, yaitu kades/lurah untuk mengajak warga agar bisa memerangi peredaran narkotika.
Dia pun meminta personel babinsa, bhabinkamtibmas, dan aparat pemerintah menggandeng perangkat RT-RW untuk pendekatan kepada masyarakat. (Binti Mufarida)
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Heru Winarko mengingatkan bahwa narkoba mengancam desa yang makmur. Dengan tingkat pendapatan dan daya beli tinggi, maka bandar bisa masuk mencari celah dan memasok narkoba. Bahkan, sindikat narkoba telah mampu mengendalikan aparat desa untuk membantu peredaran narkoba.
“Ini dapat dilihat dari kasus sabu di Sumut di mana salah satu kepala desanya turut terlibat dalam jaringan narkoba,” ungkap Heru saat diskusi ‘Antisipasi dan Solusi Permasalahan Penyalahgunaan Narkoba di Desa dalam Rangka Menuju Desa Bersih Narkoba’ di Jakarta, Kamis (29/11).
Dengan fakta ini, ketahanan desa menjadi sangat dibutuhkan agar bersih dari penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Apalagi, jalur masuknya narkoba dari bandara, pelabuhan, dan pelabuhan tikus. Bahkan, 1.000 pos di Kalimantan Utara itu ada di desa-desa pesisir dan perbatasan.
“Sebagai langkah antisipasi, masyarakat desa harus diberikan pemahaman tentang bahaya narkoba. Selain itu, kami juga mengajak berbagai sektor terkait untuk memberikan pengawasan lebih ketat terhadap pelabuhan tikus di kawasan pesisir,” tegas Heru.
Dia melanjutkan, perlunya memperkuat desa-desa yang ada di perbatasan. Bahkan, dia menyebut jalur paling rawan penyelundupan dari luar negeri yaitu penyelundupan narkoba di Selat Malaka. Terkadang juga, sambungnya, kades menjadi operator.
“Narkoba seringkali masuk ke desa lewat desa-desa makmur. Desa makmur jadi target narkoba karena daya beli tinggi. Ada kasus kades dimodalin bandar untuk nyalon lagi, harus ada timbal balik. Oleh karena itu, kita punya program Desa Bersih Narkoba bersama Kemendes PDTT dan Kemendagri,” ujarnya
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengungkapkan, PDTT harus ikut berperan dalam pencegahan narkoba di desa-desa. Dan, upaya itu harus dimulai dari diri sendiri yakni mengetahui bahaya narkoba. “Mulai dari diri sendiri, kemudian kita akan canangkan pencegahan narkoba di desa-desa. Buat satu program dan beri anggaran yang cukup. Kita harus mengetaui dulu apa bahayanya,” katanya.
Eko mengungkapkan, saat ini ada 3,5 juta pengguna narkoba. Akibatnya, rasa keamanan tidak ada dan generasi rusak. Tanpa kemauan keras untuk berantas narkoba, masa depan negara tidak akan sebaik sekarang atau tidak akan tercapai kondisi ideal yang dicita-citakan.
“Saat ini ada 30-40 orang meninggal sia-sia akibat narkoba. Jaringan itu akan makin besar, dan jika tidak ada upaya signifikan, maka akan terus membesar. Bisnis narkoba sudah menyerap Rp80 triliun, itu sama dengan 16 kali dari anggaran Kemendes PDTT,” tegas Eko.
Melihat kondisi tersebut, Eko berharap tenaga-tenaga pendamping desa bisa dijadikan agen penyuluh sebagai tenaga relawan pencegahan narkoba di desa. Selain itu, dalam pelatihan pratugas pendamping desa dibutuhkan adanya narasumber dari BNN, juga kerja sama dengan balai-balai yang dimiliki Kemendes PDTT.
Deputi Pemberdayaan Masyarakat BNN, Dunan Ismail Isja mengungkapkan dalam upaya pencegahan peredaran narkoba di lingkungan masyarakat, BNN meminta tiap daerah di kabupaten/kota membuat pilot project desa/kelurahan Bersih Narkoba. Untuk kegiatan itu pihaknya memita tiap daerah memaksimalkan peran Babinsa, Bhabinkamtibas, serta unsur pemerintah, yaitu kades/lurah untuk mengajak warga agar bisa memerangi peredaran narkotika.
Dia pun meminta personel babinsa, bhabinkamtibmas, dan aparat pemerintah menggandeng perangkat RT-RW untuk pendekatan kepada masyarakat. (Binti Mufarida)
(nfl)