Muhammadiyah Diminta Tetap Netral
A
A
A
JAKARTA - Organisasi sayap Muhammadiyah meminta agar ormas Islam ini tidak diseret ke dalam politik praktis. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Najih Prastiyo mengatakan, sesuai dengan khitah Muktamar 1971 di Makassar ditegaskan bahwa Muhammadiyah tidak terikat dengan partai politik (parpol) apapun dan menjaga jarak yang sama dengan semua parpol, serta tidak terlibat dalam dukung-mendukung pasangan calon seperti halnya dilakukan parpol.
Hal tersebut kemudian dipertegas pada tanwir atau musyawarah tertinggi pasca- Muktamar Muhammadiyah 2002 di Denpasar, Bali, yang secara prinsip menegaskan bahwa Muhammadiyah berbeda dengan parpol. Hingga saat ini, keputusan tersebut belum berubah.
Menurut Najih, di khitah Denpasar juga ditegaskan kalau ada hal-hal yang genting maka Muhammadiyah menjalankan peran sebagai interest groups, kelompok kepentingan atau menyampaikan opini atau mendesakkan sikap Muhammadiyah.
“Di dalam khitah Muhammadiyah, tidak ada anjuran Muhammadiyah harus melakukan penyeragaman pilihan politik dalam perhelatan pilpres, sebab jika sampai fatwa dikeluarkan maka dikhawatirkan Muhammadiyah akan terseret ke dalam pusaran politik praktis yang kontraproduktif bagi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah. Bila dukung-mendukung dilakukan, lalu apa bedanya Muhammadiyah dengan tim sukses ataupun parpol pendukung calon presiden?” tandas Najih dalam pernyataan tertulisnya kemarin.
Najih mengatakan, Muhammadiyah adalah rumah bersama bagi seluruh elemen bangsa itu. Karena itu, DPP IMM mendukung sikap Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir yang menjaga netralitas Muhammadiyah dan tetap berada di tengah sebagai ummatanwasathon (tengahan) dengan tidak memberi dukung an kepada salah satu capres.
“Siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden, kami yakin Muhammadiyah tetap akan menjadi mitra kritis pemerintah,” tandasnya. Sebelumnya, Ketua Dewan Pem bina Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menyatakan akan “menjewer” Haedar Nasir apabila membebaskan warga Muhammadiyah untuk memilih siapa saja dalam pilpres pada 17 April 2019.
IMM menilai pernyataan yang dikeluarkan Amien Rais bertentangan dengan semangat khitah 1971. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Raja Juli Antoni menyayangkan pernyataan Amien Rais yang mau “menjewer” Haedar Nasir yang membebaskan warga Muhammadiyah menentukan pilihan dalam Pilpres 2019.
“Sikap Pak Amien tersebut mengubur semangat independensi dan netralitas yang di pegang teguh Muhammadiyah selama ini. Saya berharap Pak Amien fokus mengurus PAN dan kandidatnya, Prabowo-Sandi. Muhammadiyah biar diurus oleh Pak Haedar dan pengurus PP Muhammadiyah yang lain,” tandas Antoni.
Menurut dia, Amien Rais sebaiknya mencontoh sikap mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang lain, Buya Syafii Maarif dan Din Syamsuddin yang setelah tidak menjadi pengurus Muhammadiyah, tidak ada keinginan untuk “cawe-cawe” urusan Muhammadiyah.
“Pernyataan Pak Amien tersebut sepertinya memperlihatkan kepanikannya melihat Prabowo-Sandi yang diusungnya tak kunjung naik elektabilitas mereka,” ujarnya.
Dia menilai pernyataan Amien Rais tersebut sebagai blunder yang justru akan membuat warga Muhammadiyah marah dan hilang kepercayaan. Amien Rais saat menghadiri peringatan milad ke-106 Muhammadiyah di Islamic Center Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/11) mengatakan ketidaksetujuannya pada sikap Haedar Nasir karena memberi kebebasan bagi warga Muhammadiyah untuk menentukan pilihan pada Pilpres 2019.
Amien Rais yang pernah menjabat sebagai ketum Muhammadiyah bahkan mengaku bakal menegur Haedar Nasir jika tetap mengimbau warga Muhammadiyah untuk bebas memilih di pilpres. “Akan saya jewer keras nanti,” kata Amien.
Menurut dia, warga Muhammadiyah itu tersebar di sejumlah parpol di antaranya di PAN, PKS, PPP, dan Golkar. Artinya pada pileg, Muhammadiyah boleh saja membebaskan kader-kadernya memilih sesuai pilihan masing-masing. Namun untuk pilpres, kata dia, Muhammadiyah harus jelas memberikan dukungan.
“Pilpres hanya satu kursi dan menentukan, jadi kita tahu itu kabinet presidensial, presiden itu menentukan sekali, jadi untuk presiden harus jelas,” tandas Amien. (Abdul Rochim)
Hal tersebut kemudian dipertegas pada tanwir atau musyawarah tertinggi pasca- Muktamar Muhammadiyah 2002 di Denpasar, Bali, yang secara prinsip menegaskan bahwa Muhammadiyah berbeda dengan parpol. Hingga saat ini, keputusan tersebut belum berubah.
Menurut Najih, di khitah Denpasar juga ditegaskan kalau ada hal-hal yang genting maka Muhammadiyah menjalankan peran sebagai interest groups, kelompok kepentingan atau menyampaikan opini atau mendesakkan sikap Muhammadiyah.
“Di dalam khitah Muhammadiyah, tidak ada anjuran Muhammadiyah harus melakukan penyeragaman pilihan politik dalam perhelatan pilpres, sebab jika sampai fatwa dikeluarkan maka dikhawatirkan Muhammadiyah akan terseret ke dalam pusaran politik praktis yang kontraproduktif bagi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah. Bila dukung-mendukung dilakukan, lalu apa bedanya Muhammadiyah dengan tim sukses ataupun parpol pendukung calon presiden?” tandas Najih dalam pernyataan tertulisnya kemarin.
Najih mengatakan, Muhammadiyah adalah rumah bersama bagi seluruh elemen bangsa itu. Karena itu, DPP IMM mendukung sikap Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir yang menjaga netralitas Muhammadiyah dan tetap berada di tengah sebagai ummatanwasathon (tengahan) dengan tidak memberi dukung an kepada salah satu capres.
“Siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden, kami yakin Muhammadiyah tetap akan menjadi mitra kritis pemerintah,” tandasnya. Sebelumnya, Ketua Dewan Pem bina Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menyatakan akan “menjewer” Haedar Nasir apabila membebaskan warga Muhammadiyah untuk memilih siapa saja dalam pilpres pada 17 April 2019.
IMM menilai pernyataan yang dikeluarkan Amien Rais bertentangan dengan semangat khitah 1971. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Raja Juli Antoni menyayangkan pernyataan Amien Rais yang mau “menjewer” Haedar Nasir yang membebaskan warga Muhammadiyah menentukan pilihan dalam Pilpres 2019.
“Sikap Pak Amien tersebut mengubur semangat independensi dan netralitas yang di pegang teguh Muhammadiyah selama ini. Saya berharap Pak Amien fokus mengurus PAN dan kandidatnya, Prabowo-Sandi. Muhammadiyah biar diurus oleh Pak Haedar dan pengurus PP Muhammadiyah yang lain,” tandas Antoni.
Menurut dia, Amien Rais sebaiknya mencontoh sikap mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang lain, Buya Syafii Maarif dan Din Syamsuddin yang setelah tidak menjadi pengurus Muhammadiyah, tidak ada keinginan untuk “cawe-cawe” urusan Muhammadiyah.
“Pernyataan Pak Amien tersebut sepertinya memperlihatkan kepanikannya melihat Prabowo-Sandi yang diusungnya tak kunjung naik elektabilitas mereka,” ujarnya.
Dia menilai pernyataan Amien Rais tersebut sebagai blunder yang justru akan membuat warga Muhammadiyah marah dan hilang kepercayaan. Amien Rais saat menghadiri peringatan milad ke-106 Muhammadiyah di Islamic Center Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/11) mengatakan ketidaksetujuannya pada sikap Haedar Nasir karena memberi kebebasan bagi warga Muhammadiyah untuk menentukan pilihan pada Pilpres 2019.
Amien Rais yang pernah menjabat sebagai ketum Muhammadiyah bahkan mengaku bakal menegur Haedar Nasir jika tetap mengimbau warga Muhammadiyah untuk bebas memilih di pilpres. “Akan saya jewer keras nanti,” kata Amien.
Menurut dia, warga Muhammadiyah itu tersebar di sejumlah parpol di antaranya di PAN, PKS, PPP, dan Golkar. Artinya pada pileg, Muhammadiyah boleh saja membebaskan kader-kadernya memilih sesuai pilihan masing-masing. Namun untuk pilpres, kata dia, Muhammadiyah harus jelas memberikan dukungan.
“Pilpres hanya satu kursi dan menentukan, jadi kita tahu itu kabinet presidensial, presiden itu menentukan sekali, jadi untuk presiden harus jelas,” tandas Amien. (Abdul Rochim)
(nfl)